TERNYATA MASIH PERAWAN

1040 Words
Zalina mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha untuk lebih sadar dan mengingat kembali setiap kejadian yang terjadi tadi malam meskipun hasilnya masih samar. Dia meremas jemarinya yang masih belum berhenti bergetar. "Apa yang harus aku lakukan?!Ibu pasti akan murka jika tau apa yang sudah terjadi," pertanyaan itu kembali muncul dari pikiran Zalina. Jantungnya masih tidak mau berdetak dengan normal meskipun Zalina sudah mengusap-usap dadanya beberapa kali. "Apa yang harus aku lakukan?!" kembali pertanyaan itu terbesit. Napas Zalina terasa makin sesak acap kali pertanyaan itu berputar di otaknya seperti jarum jam yang terus berputar. Suara napas yang berat tiba-tiba terdengar dari pria yang masih memejamkan mata di sampingnya. Dengan cepat Zalina memejamkan matanya kembali, pura-pura masih tertidur. Pria itu terbangun meski belum sepenuhnya sadar. Dilihatnya jam yang menempel di salah satu dinding kamarnya yang luas. "Masih ada waktu," kata pria itu setengah berbisik setelah melihat jarum pendek masih di angka lima dan jarum panjang di angka tujuh. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada wanita yang masih tertidur tepat di sisinya. Didekatkan tubuhnya pada Zalina yang masih memejamkan mata. Dipeluknya tubuh Zalina yang kecil seakan sedang memeluk boneka kesayangan. Dalam diam Zalina bisa merasakan bahwa pria itu sedang meraba-raba tubuhnya. Pertanyaan 'apa yang harus kulakukan?' lagi-lagi tersebit dalam hatinya. Tubuhnya bergelinjang menahan geli dari sentuhan halus tangan pria itu. "Aku harus melepaskan diri," kata Zalina dalam hati. Bisa jadi tubuhnya tidak sejalan dengan kata hatinya jika membiarkan pria itu terus memainkan jari jemarinya di tubuhnya Masih dengan mata terpejam, Zalina membalikkan tubuhnya membelakangi pria itu sambil berharap jika pria itu berhenti menyentuh tubuhnya. "Baiklah, kita tidur lagi aja," bisik pria itu setelah menerima penolakan dari tubuh Zalina. Zalina membuka kembali matanya setelah mendengar napas pria yang sedang memeluknya dari belakang itu terdengar sangat teratur. "Dia pasti sudah tertidur lagi," Pikir Zalina. Jantungnya masih berdetak dengan sangat cepat dan otaknya terus berpikir dengan keras. "Aku harus pergi dari tempat ini," kalimat itu muncul dari pikirannya. "Tapi bagaimana caranya?" pertanyaan itu datang kemudian. Zalina tidak tahu harus berkata apa pada pria itu jika mereka bertemu muka dalam keadaan sadar. Dia bahkan tidak tahu harus berkata apa pada dirinya sendiri saat ini. Dia merasakan ada yang berbeda dari tubuhnya meskipun ingatannya masih samar. "Aku pasti sudah melakukannya tanpa sadar," keluh Zalina dalam hati. "Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang?" pertanyaan itu kembali lagi. Zalina tahu betul jika dia tidak bisa menuntut apa pun pada pria yang sudah menyentuh tubuh bahkan mendapatkan kehormatannya. Tapi dia juga tidak bisa bertahan terus di tempat ini. "Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sudah mengecewakan ibu," kata Zalina yang kali ini mencoba meminta jalan keluar selain dari dirinya sendiri. Harum jeruk citrus ditambah lemon yang bercampur musk khas dari parfum Millesime Creed masih bersarang di hidung Zalina yang kecil. Aroma ini berasal dari tubuh pria yang sedang memeluknya dari belakang. Ini aroma yang sangat dikenalnya sebab dia memang selalu menyemprotkan parfum yang berharga jutaan itu di guling kesayangannya sebelum tidur. Harapannya hanya satu, agar dia dapat bermimpi memeluk Hyun Bin, aktor asal Korea Selatan yang katanya menggunakan parfum merek itu juga sehari-harinya. "Pasti aroma ini yang membuatku lupa," kata Zalina sambil mencoba mengingat-ingat kembali malam yang sudah di laluinya. Perlahan Zalina mencoba menyingkirkan tangan yang tengah memeluk tubuhnya itu. Kulit putih pria itu terlihat kontras dengan kulit Zalina ketika mereka saling bersentuhan. Dengan masih perlahan, Zalina mencoba melepaskan tubuhnya dari dekapan pria itu sembari turun dari ranjang. Matanya menelisik setiap sudut kamar yang dipenuhi dengan nuansa berwarna putih itu. Dilihatnya, pakaiannya tergelak berserakan tanpa aturan memenuhi ruangan kamar. Dengan langkah yang sengaja dibuat sangat pelan, agar pria itu tidak mendengarnya, Zalina mencoba mengumpulkan pakaiannya satu persatu. "Aku pasti minum terlalu banyak!" kata Zalina kesal. "Oh tidak, mungkin aku sudah gila," ucap Zalina sendiri saat mengingat-ingat lagi kejadian tadi malam. Ini pertama kalinya Zalina berurusan dengan alkohol. Zalina menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Mencoba menghilangkan perasaan yang sedang berkecamuk dalam pikirannya lewat pori-pori rambutnya. "Bodoh!" katanya lagi sambil menahan kesal sendiri. Zalina pun bergegas memunguti pakaiannya yang semalam sudah tercecer di mana-mana. Ia bergegas mengenakannya kembali dan menyambar tasnya kemudian dengan mengendap-endap dia pun keluar dari kamar Ethan. Sinar matahari yang mulai meninggi dan menyelinap dari balik tirai yang terbuat dari kayu itu berhasil memaksa sepasang mata yang sebenarnya masih ingin terpejam, akhirnya terbuka juga. Ethan membangunkan dirinya sambil mengusap matanya yang kecil, membersihkan kotoran di matanya yang membuat penglihatannya menjadi kurang jelas. Matanya menatap ke sekitar kamar, mencari sosok yang menemani malamnya. Ponsel Ethan yang berbunyi dua kali membuyarkan pencarian Ethan sejenak. "Meeting pukul dua siang," begitu tulisan yang muncul di layar ponselnya. Ethan selalu menuliskan semua jadwal pentingnya di pengingat ponsel agar tidak ada yang terlewat begitu saja. Dia memikul tanggung jawab yang besar sebagai seorang pemilik perusahaan dan selalu berusaha untuk terlihat sempurna. Hari ini memang seharusnya libur, tetapi Ethan memiliki meeting dengan klien di luar LA Rue. Selain LA Rue Ethan memang memiliki beberapa bisnis lain yang ia dirikan sendiri. Termasuk juga bisnis property. Ethan membangunkan tubuhnya dari atas ranjang. Tangannya merogoh celah selimut untuk mencari pakaian dalamnya yang terselip disana. Tirai kayu berwarna cokelat tua dibukanya dengan rata. Senyumnya tersungging saat melihat mentari yang bersinar dengan hangat dari jendela apartemennya di lantai lima. "Lina ...," panggil lembut Ethan berusaha mencari Zalina. Tapi tak ada jawaban yang ia dengar. Ethan mengangkat kedua tangannya ke atas, mencoba mengembalikan otot-otot tubuhnya yang kaku setelah tertidur. "Lina...," panggil Ethan yang kali ini dengan nada lebih tinggi. Sekali lagi Ethan mencoba melihat sekeliling kamarnya, mencari wanita dengan senyum manis yang ia nikmati semalam. Dia masih mengingat senyum manis itu dipikirannya. Bahkan tawa dan kata manja dari wanita itu terasa masih terngiang-ngiang di telinganya. Dan saat ia menarik selimut, tampak ada noda darah di sana pertanda gadis yang semalam ia tiduri adalah gadis perawan. "Menggemaskan, ah dia ternyata adalah wanita yang sangat menggoda dan polos sekali. Dan, yang paling penting, ternyata dia masih perawan. Menarik," gumamnya. Ethan kembali mengambil ponselnya sambil mengecek pesan SMS dan w******p miliknya. Tapi nihil, tidak ada satu pun pesan dari wanita itu. Beberapa pertanyaan mulai mengudara di pikirannya. Apa wanita itu sudah pergi? Tapi kenapa wanita itu pergi begitu saja setelah menghabiskan malam yang panjang bersamanya? "Apa mungkin dia kecewa?" ucap Ethan dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD