Aku mengikuti angkot itu dengan pelan, sepertinya aku hafal jalanan ini. Fix ini jalan menuju rumahku. Apa selama ini dia kerja di dekat rumah ya? Tapi kok aku nggak pernah tau sih.
Angkot berhenti di depan gang masuk komplek perumahanku. Dia nenteng semua belanjaan itu dan berjalan pelan. Sekitar 100 meter dia jalan, lalu masuk ke rumah mewah berlantai dua. Dia masuk kerumahku.
Aku diam mematung diatas motor. Memahami semua yang kulihat dengan penuh kebingungan.
Aku mulai melajukan motor pelan mendekati satpam di samping gerbang.
“Pak, yang barusan masuk siapa?” tanyaku.
“Yang bawa belanjaan mas?” tanya pak Sutris memastikan.
“Iya.” Aku ngangguk.
“Dia non Yana mas. Istri barunya mas Radja.”
Deggh!
Sumpah, jantungku terasa berhenti sesaat. Mataku melotot tak percaya. Bahkan tubuhku terasa bergetar, hati tak lagi bisa aku rasa perih.
“Bapak yakin?” tanyaku lagi, karna aku sangat berharap dia akan salah.
“Yakin lah mas. Non Yana sudah tinggal disini selama 6 bulan. Masa’ saya nggak hafal.” Jawaban yang semakin membuat tubuhku lemas.
Tanpa ngomong apapun, aku segera melajukan motor dengan cepat masuk ke garasi, langsung masuk kedalam rumah lewat pintu samping. Bisa kulihat, mbak Yana sibuk memasukkan belanjaannya ke dalam kulkas. Mas Radja duduk disofa memperhatikan mbak Yana dengan tatapan yang ....aahh aku tau, mulai ada sayang dari tatapan itu.
Aku menyandarkan tubuhku didinding. Merem sejenak, mengatur nafas menahan semuanya. Rinduku yang terasa menyakitkan, kenyataan yang ternyata lebih menyakitkan.
Aku bahagia saat bisa melihatnya kembali, bisa memulai memantau kehadirannya. Tapi kenyataan bahwa dia kakak iparku, itu begitu perih. Dia yang selama sebulan aku cari dimanapun. Ternyata, dia ada didekatku. Satu atap denganku, bahkan aku sering makan masakannya.
“Mbak, kenapa kamu lakukan ini?” air mataku mulai menetes tanpa bisa kubendung.
Aku menghapusnya sebelum ada yang melihat. Segera aku masuk kedalam rumah, karna aku sudah tak melihat mbak Yana ada disana. Naik ke lantai dua dan mengurung diri dikamar. Hari ini aku tidak mempunyai niat untuk masuk ke kantor. Aku hanya tiduran disofa depan tv lantai atas, pas didepan kamarku.
Tqk begitu lama ada telfon masuk dari kak Radja.
“Apa kak?” tanyaku saat telfon sudah terhubung.
“Kamu nggak ke kantor?”
“Enggak. Males.”
“Huuufft...,” dia membuang nafas kasarnya. “Turun dulu, kita sarapan bareng.”
“Duluan aja.” Tanpa nunggu dia ngomong lagi, aku segera mematikan telfonnya.
~~
“Mas, sarapan dulu. Saya bawain kesini.” Mbok Esti naruh segelas s**u dan sandwick diatas piring.
Aku yang sedari tadi merokok dibalkon langsung menoleh kearah suara. Mbok Esti, pembantu yang sudah 10 tahun bekerja dirumahku itu menaruh makanan di meja depan tv. Kumatikan rokok lalu masuk mendektinya.
“Siapa yang bikinin makan mbok?” tanyaku.
“Non Yana mas.” Aku sedikit tertegun, karna lagi-lagi ini hasil tangannya. “Maksud saya istrinya mas Radja. Kakak iparnya mas Kai. Mas Kai belum pernah ketemu kan?”
Aku menggeleng berbohong. Tentu saja aku pernah bertemu dengannya, bahakan dia itu pacarku.
“Non Yana ramah mas. Dia baik, bahkan sering banget bantuin saya kerja.” Dia tertawa kecil.
“Ciih, keenakan mbok Estinya!!! Makan gaji buta.” Aku meraih sandwick dan mulai memakannya.
“ya enggak gitu mas. Non Yananya susah dibilangin. Eh mas, kaya’nya mas radja mulai suka sama istrinya lho.”
“Uhuk uhuk uhuk.....” kata-kata mbok Esti membuatku tersendak sandwick yang baru mau kutelan.
Dia sodorkan gelas s**u. “Pelan mas.”
“Kaget aja dengar mbok Esti ngomong gitu.”
“lho, emang kenapa mas? Bukannya bagus ya kalau mas Radja suka sama istrinya.”
~~
Kata-kata mbok Esti mulai terngiang dikepalaku. Kembali aku menyalakan sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Pandanganku jatuh ke bawah, aku melihat mobil kak Radja keluar dari bagasi dan berhenti tepat didepan rumah. Mbak Yana keluar dari sana dengan mendorong kursi roda. Dia membantu kak Radja masuk kedalam mobil. Ada rasa panas dalam dadaku saat melihat mbak Yana merangkul, memeluk pinggang kak Radja dengan erat. Sesaat mobil hitam itu pergi meninggalkan rumah. Aku sudah tau, pasti mereka mau terapi jalan.
Kenapa mbak Yana menikah dengan kak Radja ya? Bukankah kak Radja bilang kalau pernikahannya itu tak penting? Dan lagi, dia hanya membutuhkan orang yang merawatnya, itu tidak perlu menikahinya kan? Damn!! Aku tak bisa menerima kenyataan ini.
~~
Pov Yana
Entah perasaan apa, tapi aku bahagia saat dokter mengatakan perkembangan mas Radja yang semakin maju. Setelah terapi dua jam, kami kembali pulang kerumah.
“Mampir toko buah Bud,” ucap mas Radja pada supirnya, Budi.
“Baik mas.”
Tak begitu lama, kita sudah sampai ditoko buah. Mas Radja menatapku.
“Mas mau keluar?” tanyaku.
Dia menggeleng. “Belilah buah yang kamu mau. Aku tunggu disini.”
Aku terdiam sesaat, apa ini hanya perasaanku saja ya. Aku merasa akhir-akhir ini dia berubah. Ya memang masih sama, dia dingin dan masih belum mau tersenyum, bahkan mungkin tidak akan tersenyum sedikitpun. Tapi tetap saja aku bisa merasakan perbedaannya.
Segera aku turun dan membeli buah jambu kesukaanku, buah apel kesukaannya dan....aku juga membeli buah nanas kesuakaan Kaisar. Aku merindukannya, jadi aku ingin memakan buah kesukaannya.
Selesai membeli buah, aku kembali kemobil dan mobil langsung berjalan pulang. Aku kembali membantu mas Radja keluar dari mobil dan duduk di kursi roda. Membawanya masuk dan Budi membawakan buah belanjaanku. Langsung masuk kekamarnya dan membantunya mandi.
~~
Malam seperti biasa, sebelum tidur, aku akan ngopi dulu ditaman. Mengenang masa saat di kontrakan dulu. Aku pasti akan nge goodday sama Kai sebelum akhirnya ngantuk dan tidur. Aku tersenyum sendiri membayangkan kebiasaan-kebiasaanku dulu saat bersamanya. Selama enam bulan ini aku selalu bersusah payah menghapus semuanya. Tapi seperti melekat dihati yang paling dalam, dia selalu muncul di benakku. Aku menghapus embun yang ingin menetes, lalu kembali menatap langit diatas sana yang banyak bintang tapi tak ada bulan.
Pov Kaisar
Aku selalu mengawasinya sejak tau dia serumah denganku. Sedang apa dia duduk sendirian malam-malam di taman samping? Aku berdiri dibalik pintu samping, tepat berada dibelakang kursi yang dia duduki. Dia hanya diam memandang langit dan sesekali menyesap kopi goodday yang biasa kita minum saat malam hari.
Apa dia sedang mengenang masa-masa bersamaku? Aku sedikit bahagia dengan pikiranku sendiri. Kuperhatikan dia lagi, perlahan dia usap matanya. Pasti dia sedang menangis, lalu apa yang dia tangisi? Berpisah denganku kah? Bukankah ini pilihannya? Dia yang memilih pergi dariku kan?
Dia mulai beranjak membawa cangkir kosong dan masuk kedalam rumah. Aku ngumpet disamping guci besar yang pas ada dibelakangku. Mbak Yana masuk ke dapur, mencuci cangkir dan berjalan membuka pintu kamarnya.
“Mbak,” sapaku sebelum dia benar-benar masuk ke kamarnya.
Wajahnya yang tadinya santai itu seketika melotot terkejut melihat aku berdiri didepannya. Bahkan mulutnya sampai terbuka sedikit, matanya melotot tak percaya.
“Kai,” ucapnya lirih, dia tutup mulutnya itu dengan telapak tangan.
Aku mendekatinya, meraih tubuhnya dan membawanya kedalam pelukan. Kupeluk dia dengan erat. “Aku rindu.” Bisikku.
Kuhirup aroma tubuhnya yang masih sama, wangi yang menenangkan hati. Aku sangat menyukainya. Dia terisak dalam pelukanku. Aku tau, pasti dia juga sangat merindukanku.
Lama kita pelukan, aku mengangkat wajahnya, kuusap pipinya dengan lembut. “Kenapa nangis?”
Dia diam tak mau menatapku balik. Hanya menghembuskan nafas berkali-kali, yang aku tak pernah tau apa artinya itu.
“Kamu kenapa ada disini?” tanyanya.
Aku mencibirkan bibir. “Ini rumahku mbak.”
Matanya melotot lagi, terlihat masih ada sisa-sisa genangan air mata di sana. “Rumahmu? Maksudnya?”
“Aku Kaisar paxon, adik Radja paxon. Suamimu.” Jelasku. Sengaja aku memperjelas kata suamimu, agar dia menjelaskan semuanya.
Dia menunduk, terlihat gusar. Tangannya kembali mengusap mata. “Aku udah ngantuk,” dia balik badan hendak masuk ke kamar.
Segera aku mendahului masuk ke kamarnya, duduk ditepi ranjang. “Tidurlah, aku akan menemanimu.”
“Kai, jangan ngaco ya!” marah, bahkan dia masih sama, suka ngomel. Dia mendekatiku. “Keluar Kai.”
“Aku akan keluar setelah kamu jelasin semuanya.”
“Aku udah jelasin Kai, aku udah kirim chat ke kamu. Aku yakin kamu udah baca.”
Aku membuang muka, menaikkan bibir atasku. Sungguh aku tak percaya, wanita ini sangat kejam. “Seperti itukah kamu menganggap cintaku? Cintaku bukan mainan mbak, yang bisa kamu terima dan kamu bawa melambung tinggi, setelahnya kamu hempaskan sesuka hati.”
Menangis, dia menangis lagi. “Maaf.......” dia duduk ditepi ranjang yang agak jauh dariku. “Dari awal aku udah bilang, aku nggak bisa jadi pacar kamu. Tapi kamu yang maksa.”
Kembali aku membuang nafas kasar. “Sulitkah menjelaskan semuanya?”
Hening,
Kami sama-sama diam. Bahkan dia tak menjelaskan apapun. Dia hanya menunduk dan memainkan jari-jarinya. Sangat menyebalkan. Aku yang sudah tak tahan, segera aku mendekatinya, duduk disampingnya.
Kugenggam erat kedua tangannya. “Mbak, kamu masih mencintai aku kan?”
Dia Cuma nunduk tanpa mau menatapku, bahkan ada bulir air yang jatuh dari matanya. “Kai, aku sekarang kakak iparmu. Kita ini saudara.”
“Cih,” aku berdesis sambil menyunggingkan bibir atasku. “Aku tidak akan pernah menganggapmu kakak ipar. Aku akan merebutmu dari kak Radja. Kak Radja harus menceraikanmu.”
Aku beranjak melangkahkan kaki keluar dari kamar mbak Yana. Tapi dia menarik tanganku. “Jangan Kai, jangan lakukan itu.”
“Kamu mencintai kak Radja?” aku menatapnya tajam, mencari jawaban dari tatapan matanya.
Dia menggeleng. “Aku......mencintaimu, tapi....”
Aku tersenyum mendengar pengakuannya. Kuraih tubuhnya dalam pelukan. “Aku tau mbak. Aku tau kamu sangat mencintai aku.”
Dia balas memelukku, tangannya melingkar erat dipinggangku. “Maafkan aku Kai, tapi aku tak bisa meninggalkan mas Radja. Maaf....”
Aku melepaskan pelukan, memegang kedua pipinya yang basah. “Katakan, sebenarnya ada apa?”
Dia malah memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya. Perlahan pipi tu basah lagi oleh air matanya. Aku menempelkan bibirku ke bibirnya. Menciumnya dengan sangat lembut.
Kenapa dia selalu menangis? Apakah sakit saat mencintai aku? Padahal aku sangat bahagia bisa dicintainya.