Han Tae berjalan memasuki kantornya, wajahnya tampak semakin tampan dengan senyum kebahagiaan terpancar di sana. Penyebab kebahagiaannya saat ini hanya satu, ia bisa menyiksa Seo Han dengan bebas.
Terhitung sudah hampir dua minggu ia menyekap gadis yang terbilang jagoan kampus pada masanya dulu, yang sekarang bertekuk lutut dengan mudah di bawah kendalinya.
Han Tae tanpa sadar tersenyum sambil menjilati bibirnya, ingatannya merotasi bagaimana ia menikmati wanita itu semalaman.
"—Akh, harusnya kau menikmatinya juga Seo,” gumam. Sambil menatap lampu di pintu lift yang berkedip menunjukkan perpindahan dari lantai satu ke lantai yang lainnya, hingga suara deting lift terdengar dan lampu itu berdiam disatu tempat menandakan ia telah sampai di tujuannya.
Baru saja tangannya terulur hendak menekan salah satu tombol agar pintu terbuka tiba-tiba saja pintu itu terbuka lebih dulu. "Ah, Sajangnim, selamat pagi." Seorang wanita berpenampilan seksi berdiri di depan pintu lift.
"Pagi, Wendy, kau mau ke mana?"
"Tuan Yoonki minta dibelikan sarapan di restahurant depan kantor, apa anda mau saya belikan juga?"
"Tidak usah." jawabnya "Jadi, Yoonki hyung ada di sini?" tanyanya lagi.
"Nde, Sajangnim, sudah setengah jam yang lalu, beliau tak mengizinkan saya menghubungi Anda."
"Oh, baiklah." Han Tae pun melangkah meninggalkan sekretarisnya, dilihatnya sang sekretaris membungkuk hormat sebelum masuk ke dalam lift, dan menekan tombol untuk sampai di lantai dasar.
"Sudah lama, Hyung?" Yoonki yang tengah memainkan ponselnya sedikit mendongak menatap adiknya yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruangannya. Kemudian ia berdehem sambil mengangguk ringan, sebelum kembali menatap ponselnya, dan memainkan jarinya di sana.
"Kenapa tak bilang mau kemari? Kalau tahu kau akan datang, aku bisa berangkat lebih padi tadi." Han Tae, berjalan melewatinya menuju meja kerjanya, ia meletakkan tasnya di atas meja, kemudian kembali berjalan menuju sang kakak dan mendudukan pantatnya berhadap-hadapan hanya dibatasi meja persegi panjang dari bahan kaca dengan pas bunga sakura imitasi di atasnya.
"Aku hanya iseng, tak ada keperluan khusus, jadi rasanya tak perlu sampai mengganggumu."
Kekehan kecil terdengar dari arah Han Tae, "Maafkan aku, Hyung, jadi ceritanya kau tengah merajuk? Karena aku tak pulang selama dua minggu ini."
Yoonki mendecakkan lidahnya. "Tidak juga, aku malah suka kau tak pulang, jadi aku bisa membawa Somi, menginap."
"Song Somi? Trainee cewek pertama yang mau kau orbitkan?" Han Tae kembali terkekeh "Rupanya PD-Min mulai bersikap berengsek dengan artisnya sendiri."
"Jangan bicara sembarangan, aku hanya menunggu dia hamil sebelum menikahinya. Dia kandidat untuk kunikahi, bukan untuk aku jadikan idol."
"Tapi, nunggu dia hamil begitu? Kalau tidak hamil juga?"
"Sebaiknya dia berusaha untuk hamil, kalau tidak ingin aku buang, memang siapa yang mau menikah dengan gadis mandul."
"Hahahaha ... kau lucu, Hyung, yang sudah berhasil malah kau buang, sekarang malah mengharapkan kehamilan dari wanita yang tak pasti."
Yoonki kembali mendesis mendengar ocehan adiknya. "Diamlah, aku sedang tak ingin mengungkit masa lalu."
"Oh, ya Namjin datang jam berapa?" tanya Yoonki mengalihkan topik pembicaraan yang hanya berputar-putar pada wanita yang jadi pemuas nafsu mereka.
"Namjin?" Han Tae mengerutkan dahi. "Oh, sial, aku lagi-lagi lupa memberitahumu, Namjin tak jadi datang, dia bilang sedang ada masalah dengan kekasihnya."
Mendengar hal itu Yoonki mendelik kesal, bagaimana pun tujuan utamanya datang memang untuk bertemu Namjin, sudah lama sekali mereka tak bertemu. Ia berharap bisa reuinian barang sebentar bersama teman-teman lamanya.
"Ya, sudah kalau begitu, aku pulang saja," ucapnya pada akhirnya, namun baru saja ia hendak melangkah pergi sekretaris Han Tae datang membawa sarapan pesanannya, maka jadilah ia memutuskan untuk diam di sana dan memakan makanannya, karena ia terlalu malas harus membawa makanan itu keluar dan memakannya di kantor atahupun di apartementnya.
"Han Tae, boleh kutahu kabar gadis itu?" tanya Yoonki, disela-sela acara makan. Han Tae memang selama ini sangat terbuka pada Yoonki perihal rencana balas dendamnya atas kematian Jimin.
Meskipun sang kakak sudah berusaha keras menghalanginya, tapi jika Han Tae bersikukuh akan keputusannya maka Yoonki bisa apa, selain melihat akhir dari rencana gila adiknya. Selama Han Tae masih bisa menjaga agar gadis itu tidak mati Yoonki tak akan lagi mencegah adiknya melakukan apapun.
"Hmmm ... bagaimana, ya," Han Tae mengetuk-ngetukan jemarinya di dagu seolah sedang memikirkan sesuatu. "Dia, masih saja nikmat hyung. Apa hyung mau mencobanya?"
"Tutup mulutmu!" hardik Yoonki, biar bagaimanapun kali ini ia sedang menjalani hubungan yang serius, bersama Song Somi, salah seorang calon artis di agencynya yang kemungkinan debutnya sangat kecil, karena Yoonki sibuk menanamkan benihnya dirahim gadis itu.
Han Tae terkekeh dari mejanya. Ia juga tak serius, entah kenapa ia jadi egois akan kepemilikan Seo Han. Ia mengklaim bahwa Seo Han hanya miliknya seorang, dan ia tak akan segan menghajar siapapun yang ingin menyentuhnya. "Aku hanya bercanda, Hyung, memangnya siapa yang mau mebaginya denganmu."
"Kau tidak berencana membuatnya hamil, ‘kan?"
"Gila saja, jika aku membuatnya hamil, Hyung. Bisa bisa anakku jadi psikopath sepertinya."
Mendengar ucapan Han Tae, Yoonki hanya melirik sekilas dari sudut matanya.
"Lalu sampai kapan kau akan menyekapnya?"
"Tentu saja, sampai aku bosan, atau mungkin sampai aku menemukan gadis yang cocok untuk kujadikan istri."
"Hmm ...." Yoonki mengangguk sambil mengunyah makanannya yang hanya tinggal sesuap.
Ting.
Satu nada notifikasi pada ponselnya mengalihkan pandangannya. Ia membaca sesaat sebelum bangkit membawa sampah makanannya ke tong sampah.
"Seokman temanku baru saja mengirim pesan, ia ingin bertemu denganku, kau mau ikut?" tanya Yoonki, namun dilihatnya Han Tae menggeleng.
"Dia punya adik yang cantik dan menggemaskan, mau kukenalkan?" imbuh pemuda berkulit putih itu. Maka seketika itu pula Han Tae mengangguk antusias yang membuat sang kakak geleng-geleng kepala, mengingat kebejatan adiknya yang malah melebihi dirinya.
*
"Mana gadis itu, Hyung?" bisik Han Tae kala ia sudah terlalu bosan menunggu, sang kakak berbicara pembicaraan yang sedikit serius dengan orang yang bernama Seokman itu, dan tidak ia mengerti sama sekali arahnya ke mana. Karena yang ia dengar hanya sesuatu yang berputar-putar mengenai comeback stage, atahu apalah itu, ia tidak mengerti dunia glamor yang justru ditekuni kakak tersayangnya.
"Dia kenapa?" Han Tae mendongak kala ia menangkap pemuda berpembawaan tenang itu menatapnya dengan terheran-heran.
"Abaikan saja, ia hanya tak sabar bertemu dengan Lisa adikmu."
"Oh, jadi kau sudah mempromosikan adiku padanya." kekeh Seokman. "Itu bagus, siapa tahu kita jadi saudara ipar, jadi kau bisa menanamkan sedikit sahammu di perusahaanku, dan aku tak perlu bernegosiasi banyak dengan kakakmu jika menginginkannya menandatangi kontrak kerjasama."
Yoonki mendesis, sementara Han Tae malah berbinar senang "Kurasa itu bisa diatur nanti setelah aku bertemu dengan adikmu, Seokman-sii."
Setelah percakapan tentang 'bisnis' mereka barusan akhirnya Han Tae pun mendapatkan momentumnya untuk ikut bergabung dengan pembicaraan dua orang tampan yang lebih tua darinya. Mereka tengah asik mengobrol ketika attensinya teralihkan oleh suara lembut seorang wanita.
"Oppa, maaf aku terlambat, tadi sedang ada masalah di kantor." ketiga pemuda itu menoleh berbarengan.
Han Tae menatap tanpa berkedip, wanita sepantarannya yang datang dengan busana kantornya yang sedikit seksi.
"Tak, masalah Lisa, kemarilah duduk di sini." Seokman menggeser bangku kosong yang ada di antara dia dan Han Tae.
Tanpa terlihat canggung sama sekali gadis bernama Lisa itu duduk setelah sebelumnya membungkuk hormat dan memberi salam pada Yoonki, dan pria asing yang belum dia kenal.
"Dia siapa, Oppa?" tanya Lisa pada Seokman, karena sedari tadi ia penasaran dengan pemuda asing dengan senyum khasnya itu.
"Oh, kenalkan dia adiknya Yoonki, namanya Han Tae."
"Hai, kenalkan namaku Han Tae." Han Tae mengerutkan dahinya menatap Lisa yang menampilkan mimik seperti orang yang bingung, ada banyak tanya tergambar di wajah gadis itu. Tapi gadis itu tetap menyambut uluran tangan Han Tae.
"Aku Lisa, Park Lisa." Lisa masih mematut diri menatap Han Tae seolah sedang mencoba mengingat sesuatu. "Sepertinya aku pernah melihatmu." ucapnya yang sontak menimbulkan gelak tawa tertahan diantara ketiga pria itu.
"Kau ini aku kira kenapa kau melihatnya dengan tatapan aneh begitu." ucap Seokman sang kakak yang sepertinya sadar akan keanehan adiknya sejak tadi.
"Dia memang tampan, melebihi ketampanan seorang idol, jadi siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan memiliki pikiran yang sama, bahkan tak jarang dari mereka yang menerka Han Tae adalah seorang idol." sombong Yoonki memuji adiknya yang memang kelewat tampan.
"Bukan, bukan itu. Aku ingat pernah melihatnya di televisi, tapi bukan sebagai idol."
Mereka bertiga akhirnya mengerutkan kening.
"Ah, aku ingat!!" teriak Lisa.
"Bukankah kau pemeran pria dalam film Daegu bergoyang lima tahun lalu, kau yang jadi patner s*x Oh Seo Han mahasiswi kampus kami, yang akhirnya didrop out karena video porno itu."
“Hei, apa maksudmu, Nona?” tanya Han Tae gusar. Bagaimanapun ia merasa porn video itu tidak mungkin bisa beredar, apalagi sampai di seluruh kampus. Dalam perjanjian permainan waktu itu taka da hal yang seperti itu.
Han Tae menatap geram pada kakaknya menuntut jawaban, tetapi Yoonki malah menampakkan raut wajah yang sama membingungkannya.
“Hyung, apa maksudnya ini?”
Yoonki tak menjawab, melainkan ia permisi dengan Seokman sahabatnya untuk segera meninggalkan tempat itu, karena ia sedang punya urusan penting dengan adiknya.
Sementara itu baik Seokman maupun Lisa tak ada yang mencegah kepergian mereka berdua.
“Ada apa ini sebenarnya, Hyung? Bukankah dalam perjanjian taka da hal seperti ini. Bagaimana bisa video itu beredar di kampus? Dan apa yang tadi Lisa bilang? Itu membuat Seo Han didrop out? Jangan katakana aku mendapat informasi yang salah tentang dikeluarkannya Seo Han dari kampus itu. Jangan katakana kalau sejatinya Seo Han bukan pemakai. Hyung!!”
Pemuda itu berubah berang, saat mendapati Yoonki hanya diam saja dan malah sibuk memainkan setir kemudinya.
Mendengar adiknya berteriak kasar Yoonki pun menghela napas. “Tenanglah, kita akan bicarakan masalah ini di rumah.”
Jawaban Yoonki barusan bukannya menenangkan Han Tae tetapi malah membuatnya semakin gusar. Hatinya bergolak. Bagaimana jika yang dikatakan Lisa benar adanya. Bukankah itu artinya ia benar-benar sudah mengahncurkan hidup Seo Han sejak lima tahun yang lalu. Sekarang rasa bersalah malah menyentil hatinya.
“Hyung, bagaimana jika itu benar?” gumamnya penuh keraguan. Sementara Yoonki hanya bisa menarik napas panjang.
“Aku juga tidak tahu, lagi pula kau sudah terlanjur menyiksa wanita itu. Aku juga bingung, Tae.”
Kini mereka berdua pun terdiam. Sama-sama terjebak dalam pemikiran masing-masing. Mereka bingung harus menentukan sikap pada Seo Han. Biar bagaimanapun video itu ada karena permainan mereka.
***
"Sungjae, berikan Hanjung padaku, kau beristirahat saja." pemuda itu tersenyum pada istrinya, menampilkan gigi kelincinya yang menggemaskan.
Mereka baru saja keluar dari pesawat setengah jam lalu, dan kini tengah mengantre dibagian imigrasi. Istrinya pun menyerahkan putra kecil mereka yang baru berusia kurang lebih lima tahunan itu ke tangan ayahnya. Anak itu tengah tertidur sambil mengemut jarinya yang sudah menjadi kebiasaan si kecil, maka kedua orang tuanya lebih memilih mengabaikan saja dari pada ia menangis karena rewel.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka pun berhasil keluar dari antrian pemeriksaan surat-surat itu.
"Sudah lama juga ya kita tidak pulang," ucap Sungjae sang istri, yang turut dijawab dengan anggukan kepala oleh suaminya. "Hanjungie halmonim pasti akan sangat senang bertemu denganmu." ia mengelus lembut kepala putranya yang masih terlelap di gendongan sang ayah.
"Yeobo, itu jemputan kita. Ayo." sang suami berjalan lebih dulu sambil menggeret satu koper besar, sementara istrinya dibelakang menggeret koper milik sang anak yang ukurannya jauh lebih kecil.
"Paman Wang, apa sudah lama menunggu? Tadi pesawatnya sempat delay." ucap Jeongguk sambil memasukkan koper ke dalam bagasi dibantu sang sopir pribadi yang tersenyum ramah. Sementara putranya sudah tertidur dipangkuan sang istri yang kini telah duduk di dalam mobil.
"Tidak juga tuan muda, tadi tuan besar sudah bilang kalau pesawat anda mengalami delay."
"Paman kenapa kaku sekali, panggil aku Jeongguk seperti biasa, aku sungguh keberatan dengan panggilan formal begitu." ujar Jeongguk sopan.
"Maaf, Nak Jeongguk, paman sering lupa."
Setelah semuanya berhasil dimasukkan kini mereka menyusul masuk kedalam. "Sungjae, apa biar aku saja yang memangku Hanjung?"
"Tidak usah, Jeong, aku akan tidurkan dia di kursi saja."
"Oh, baiklah kalau begitu." dari bangku depan, Jeongguk masih memerhatikan istrinya menata beberapa bantal yang memang dibawa paman Wang atas perintah nyonya besarnya, katanya itu bantal kesayangan Hanjung waktu kecil dan sang nenek yakin bahwa cucunya pasti akan ketiduran dan butuh bantal itu. Secara perlahan Sungjae pun menidurkan Hanjung ke tempat tidur yang sudah disusunnya. Kemudian dirasanya juga mobil mulai berjalan pelan menuju rumah mertuanya.
Dalam perjalananya Sungjae lebih memilih untuk diam saja, ia mencoba mengistirahatkan tubuh lelahnya akibat perjalanan panjang dari Amerika tempat tinggal mereka selama ini.
Hampir empat puluh menit berlalu kala mobil mewah itu memasuki garase sebuah rumah besar di salah satu tempat di Busan. Mobil itu merapat dan berhenti di sana, kemudian disusul paman Wang yang keluar lebih dulu berniat membuka pintu untuk tuannya tapi tidak jadi karena Jeongguk telah lebih dulu mebuka pintu disampingnya, juga membuka pintu untuk istri dan anaknya "Appa, Hanjung mau kencing." rewel anaknya yang sudah beberapa menit terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Baiklah, kalau begitu masuk ke rumah dengan eomma, kita ke toilet, ya." anak itu mengangguk sembari berlari dengan tergesa ke dalam rumahnya diikuti oleh sang mama yang berjalan lebih pelan.
"Eh, cucu halmonim mau ke mana?" teriak neneknya yang baru saja keluar rumah hendak menyambut putra dan menantunya, tapi malah diabaikan saja oleh si kecil yang terus berlari sambil memegang burung kecilnya yang masih bersembunyi di balik celana panjang yang ia kenakan.
"Hanjung kebelet pipis, eomonim." Sungjae pun berujar menjelaskan situasi yang dihadapi putranya, sebelum akhirnya ia bergegas ke dalan karena mendengar teriakan putranya memanggil. Kemudian wanita itu terkekeh karena ternyata sang anak masih kebingungan untuk mencari letak toilet mereka.
*
"Jeongguk." panggilan wanita paruh baya yang sangat dicintainya mengalihkan attensi ayah satu anak itu yang kini tengah sibuk menurunkan barang-barang bersama sopir pribadinya.
Maka ia pun berjalan mendekat "Eomma." ia memeluk mamanya melepas kerinduannya. "Kau nakal sekali meninggalkan eomma sampai selama ini."
"Maaf, eomma, mulai sekarang kami tak akan pergi lagi."
"Benar?"
"Iya, eomma benar."
Akhirnya sang mama pun tersenyum bahagia. Ia pun menuntun putra semata wayangnya untuk masuk kedalam rumah, setelah memberi perintah kepada beberapa pelayan untuk membawa beberapa koper yang dibawa putranya dan menantunya untuk diletakkan di kamar pribadi mereka.
"Appa di mana, Eomma?"
"Appamu masih berganti pakaian di kamar, soalnya ia baru saja datang dari kantor." jawab sang mama sambil terus berjalan beriringan.
"Jeongguk-ah, kau kasi makan apa cucuku ini hingga seberat ini."
Jeongguk tertawa kala dilihatnya Hanjung tahu-tahu sudah duduk dipunggung renta ayahnya dan menjadikan pria paruh baya itu kudanya, sementara disebelah mereka tampak Sungjae yang berusaha mengehentikan kegiatan mereka, takut kalau mertuanya kesakitan. Tapi bukannya mengikuti perintah ibunya, Hanjung dan si kakek malah semakin kegirangan dengan permainan mereka. "Sudahlah, Sungjae, appa itu kuat tubuh kecil Hanjung tak akan membuat appa sakit."
Mendengar ucapan Jeongguk akhirnya Sungjae pun menyerah. Ia mendekat ke arah mertuanya dn berpelukan sebentar melepas rindu, sebelum akhirnya undur diri ke kamarnya untuk membersihkan dirinya yang lengket.
Sungjae bergegas masuk ke kamar mandi, untuk segera membasuh diri menghilangkan gerah ditubuhnya. Tapi baru saja ia hendak memelorotkan penutup tubuhnya yang terakhir, suara ketukan terdengar dari arah pintu "Yeobo kau didalam?" itu suara Jeongguk "Aku mau cuci wajah sebentar."
"Itu cuman alasan, kan? Kau bisa cuci muka di bawah jangan di sini."
Jeongguk terkekeh dari luar pintu "Periodmu sudah berakhir, kan, ayolah ini sudah lama sekali. Hanya sebentar mumpung Hanjung lagi asik dengan kakek dan neneknya."
"Dasar mesum." gerutu Sungjae, tapi pada akhirnya ia langsung membuka pintu untuk suaminya. Maka tanpa basa-basi Jeongguk memeluk istrinya yang hanya tinggal berbalut celana dalamnya saja.
Ia menyandarkan tubuh istrinya di pintu kamar mandi, sambil melumat bibir sang wanita dan satu tangannya mengunci pintu kamar mandi. Sementara kedua tangan Sungjae sudah melingkar manis dilehernya.
"Apa kau tak lelah?" tanya Sungjae kala ciuman mereka terlepas. Obsidiannya masih saling menyapa, dan tagan lembut wanita itu membelai rambut hitam milik Jeongguk yang dibiarkan sedikit memanjang hingga melewati hidung.
"Justru inilah caraku melepas lelah, sayang. Seperti Hanjung yang membutuhkan asupan energi dari susunya maka akupun butuh energi dari sumbernya, Jeongguk mengerling nakal.
Sungjae sedikit malu mendengar ucapan suaminya, maka ia memukul ringan kepala suaminya. Tapi Jeongguk malah terkekeh lalu tanpa aba-aba menggendongnya dan menidurkannya didalam bathtub yang sudah diisi air oleh Sungjae.
Kemudian secepat kilat ia melepas semua pakaiannya hingga tubuhnya tak tertutup sama sekali dan belalainya sudah mulai tegak berdiri hanya karena ciuman mereka tadi.
"Yeobo, manjakan dia." pintanya sambil mengurut benda kenyal berurat itu.
Tanpa ragu Sungjae mendekatkan wajahnya, dan membersihkan benda itu dengan lidahnya "Akh.. shitt. Kau sangat pintar Sungjae." desah Jeongguk dengan mata yang sekali-sekali terpejam merasakan kenikmatan yang diberikan oleh istrinya.
Setelah berulangkali benda itu hampir membuat Sungje tersedak akhirnya kini Jeongguk telah ikut masuk ke dalam bathtub. Ia pun mulai meraup p******a istrinya menikmati sumber energi yang ia maksudkan tadi. Sementara benda andalannya sudah merangsek masuk kedalam inti milik istrinya.
"Assh aahh Jeongguk aaahh.." desahan istrinya terdengar begitu menggoda ditelinga sang suami, membuatnya bergerak semakin liar dan menusuk semakin dalam dan semakin cepat.
"Jeongguk ... aahhh ini ... nikmaat aahh ... teruskan aaahh sshiit.."
"Kau masih saja sempit Sungjae.. assh aahh aku suka aah." racau Jeongguk membalas desahan sang istri.
"Jeongguk aahh fasster aahhh." raung istrinya makin tak tahan, kala benda itu menyentuh G-spotnya.
"Bersama sayang, tahan sebentar lagi.. aahhh ... aahh."
Akhirnya mereka mendapatkan pelepasannya bersama-sama. Mereka saling berpelukan sesaat setelahnya. Barulah mereka saling memandikan.
*
"Appa, Hanjung, nginap sama aboji boleh?" tanya Hanjung sambil meminun s**u di depannya. Sementara seluruh keluargnya menatap tingkahnya yang sangat menggemaskan dengan pipi cubby.
"Tentu saja, sebelum kamarmu selesai dirapikan kau boleh tidur dengan kakek dan nenek, biar mom and daddy bisa buat adik."
Sungjae langsung mendelik ke arah Jeongguk sementara Hanjung terlihat antusias "Adik? Dad?"
Jeongguk mengangguk "Yeeaayyy adik!!" seru Hanjung sambil menari-nari. "Aku mau dua adik dadyy."
"Tentu saja jagoan." jawab Jeongguk sambil mengusap rambut anaknya gemas. "Minta sama mom juga."
"Mom, Hanjung minta adik dua ya."
"Ah ... itu ... tentu saja."
"Yeay ... Kalau begitu aku mau buat adik juga sama aboji," "Aboji ayo kita buat adik juga." ajak Hanjung dengan mata berbinar ceria.
"Bagaimana caranya?"
Hanjung menggendikan bahunya ringan sebelum menjawab "Aku tanya daddy dulu."
"Dad—"
"Tanya mom saja sayang." potong Jeongguk sebelum sang anak menyelesaikan pertanyaannya.
"Mom ba—"
"Ah nanti biar aboji dan halmonim yang jelaskan ya, sekarang kita makan dulu." jawab Sungjae menghindari pertanyaan anaknya yang akan semakin menjebaknya. Hal itu sontak membuat anaknya mencebik kesal. Jeongguk yang memerhatikannya pun terkekeh yang kemudian dihadiahi tatapan tajam istrinya.
Sementara disisi lain kedua mertuanya mendelik ke arah Sungjae. Memang siapa yang mau repot-repot menjelaskan cara membuat anak pada anak umur lima tahunan, toh setelah dewasa nanti dia akan bisa sendiri.
Dengan demikian bisa dipastikan Hanjung kecil tak akan pernah tahu bagaimana caranya kedua orang tuanya membuat adik untuknya, ia akan melupakannya secara perlahan meski pun sesungguhnya ia sangat ingin tahu.
*
Setelah acara makan malam itu, Jeongguk dan keluarganya pun berkumpul di ruang keluarga. Mereka bercengkrama tentang banyak hal sambil menonton televsi dan menjaga Hanjung yang tengah asik bermain dengan mainan baru yang dibelikan kakeknya.
Sesekali anak itu menarik kakeknya dan mengajaknya bermain bersama. Meski kelelahan, tetapi sang kakek tak kuasa menolak permintaan cucu kesayangannya itu. Alhasil ia pun terus menemani cucunya bermain sampai anak itu benar-benar puas.
"Oh, ya, Apa kalian sudah tahu kabar mengenai Seo Han?" pertanyaan mama Jeongguk spontan menarik attensi Jeongguk dan Sungjae. Bagaimanapun mereka dulu berteman baik jadi ia pun ingin tahu apa yang terjadi pada temannya setelah terkena kasus pembunuhan yang dituduhkan padanya.
"Memang Seo Han kenapa, Eomma?" tanya Jeongguk.
"Seo Han Sudah bebas, enam bulan yang lalu ...," sahut sang mama membuat Jeongguk dan Sungjae bungkam dan saling memandang dengan raut wajah berubah pias.
TBC
Tbc.