bc

THAT GIRL

book_age18+
2.5K
FOLLOW
17.5K
READ
drama
like
intro-logo
Blurb

Adult Area, romance-misteri

Sebuah permainan gila yang dilakukan Han Tae membawanya harus menaklukan seorang gadis yang bahkan tak pernah mengenalnya sebelumnya. Berhasil dengan misinya meniduri gadis itu, Han Tae pun meninggalkannya ke Australia.

Namun, sepeninggalnya, sebuah kasus besar justru terjadi pada Jimmy, sahabat karibnya. Pria itu meninggal dengan Seo Han, gadis yang ditiduri Han Tae sebagai terdakwa.

Sebenarnya ada apa di balik semua peristiwa itu? Bagaimana jika tanpa Han Tae ketahui ternyata permainan yang dia lakukan adalah awal terjadinya sebuah konspirasi besar yang akhirnya merenggut nyawa sahabatnya? Apa yang akan dilakukan Han Tae untuk menyingkap kasus itu dan bagaimana pula nasib Seo Han setelah direnggut kesuciannya kemudian dicampakkan?

chap-preview
Free preview
Part 1.
Bab 1. Gadis itu masih berdiam di sana, sejak hampir 60 menit berlalu, ia masih tampak sibuk memberi pengarahan bagi beberapa mahasiswa. Angin keras menerpa wajahnya membuat rambutnya terbang menutupi sebagian wajah cantik sang gadis. Akan tetapi, sayangnya bukan itu yang jadi perhatian Han Tae, ia hanya penasaran pada sesuatu yang bersembunyi di balik rok pendek gadis manis itu yang berkibar bagai bendera. Jangan salahkan seorang Han Tae, tapi salahkan gadis yang mengambil attensinya. Kenapa ia harus datang ke kampus dengan rok pendek dan G-stringnya yang pasti siapa pun akan menjadi gila jika melihatnya. "Hentikan tatapan mesummu, liurmu bahkan tercecer menjijikan." Tae mendelik ke arah sahabatnya. "Dia terlalu menantang! Kau tak lihat apa yang menyembul tadi di balik roknya? Ah, tapi lebih baik kau tak melihatnya, kalau tidak aku bisa mencongkel matamu sekarang hingga buta." "Dasar bodoh!! Kau pikir aku mau dengannya, memikirkannya saja sudah mengerikan, aku masih sayang nyawa." "Itu namanya tantangan Jimmy, semakin ia jual mahal, semakin menarik untuk mendapatkannya." Tae menatap nanar pada wanita di arah pandangannya "Aku penasaran, sudah berapa pria yang memasukinya." "Kau yakin dia sudah pernah ditaklukkan?" Suno Chan akhirnya turut menatap paha gadis itu yang terekspose mulus. "Dari yang kutahu dia sudah menghajar puluhan orang yang mendekatinya. Kuperingatkan dia itu jagoan kampus, jika kau lupa." "Dan, minggu lalu kau tak lihat bagaimana dia mempermalukan Daniel yang tanpa permisi meremas bokongnya kala lewat di depannya." Jimmy pun menimpali perbincangan mereka. "Jadi aku kecolongan, Jim?". "Maksudmu? Kau kecolongan untuk dihajar?" tanya Suno tak mengerti dan langsung mendapat pukulan maut dari Tae. "Kecolongan si Daniel, bodoh! Tapi baguslah jika dia dipermalukan." "Berani juga dia mempermalukan preman kampus kita, aku jadi makin penasaran membayangkan seberapa seksinya dia saat mendesah," lanjut Tae dengan ekspresi tak tertahankan diselimuti gairah. Maka ia pun berdiri, berjalan mendekati kumpulan mahasiswa yang sedang mendapat pengarahan itu. "Hei kau mau ke mana?" teriak Jeongguk yang jelas-jelas diabaikan oleh Tae. "Apa aku boleh mendaftar?" Wanita itu menoleh. Ia menatap dingin ke arah pria berpakaian sedikit berandalan di sebelahnya. "Kalian akan mengadakan winter camp, ‘kan? Daegu tempat yang bagus untuk itu. Kalau kalian mau aku bisa memberikan kalian fasilitas gratis dan tak perlu membangun tenda di alam liar , tidur saja di resort keluargaku." "Cih, jika kemah tanpa tenda itu bukan kemah. Dan jangan menyombongkan kekayaan di sini." "Tapi itu benar, Sunbae. Saat ini sedang musim dingin. Kalau kita tidur di tenda akan sangat dingin. Kita bisa mati beku," ucap salah seorang peserta yang kemudian diacungi jempol oleh Tae. "Nah, itu tepat sekali, kalau tidak mau tidur di resort, aku masih ada mobil karavan untuk tidur, yang pasti tak akan membuat kita membeku." "Iya itu saja, Seo." Seorang teman menyiku lengan sang gadis, sambil melirik ke arah Tae yang tersenyum ke arahnya hingga membuatnya salah tingkah. "Baiklah, baiklah," jawab gadis itu sambil memutar bola matanya malas. "Sungjae bisa kau catat namanya? Dan sesuai rencana kita akan berangkat minggu depan." Gadis tadi pun bersiap untuk pergi meninggalkan mereka sebelum Tae secara tiba-tiba memegang tangannya, membuat sang wanita mendelik tajam. "Oh ... maaf, aku tak bermaksud bersikap lancang, aku hanya ingin memperkenalkan diri." Tae melepaskan genggamannya. "Tak perlu!" ketus wanita itu. "Oh, oke ... tapi maaf, apa tiga temanku yang lain boleh ikut?" "Terserah, bukankah kau penyedia fasilitasnya jadi kau bebas membawa siapa pun." "Termasuk pacarku?" Sang gadis memutar bola mata jengah, ia memilih tak menjawab dan pergi begitu saja. "Temanmu sangar." Sungjae melirik Tae yang sudah berdiri di dekatnya, seketika jantungnya berdetak kencang. "Jangan macam-macam dengannya kalau tak ingin masa depanmu berakhir di ruang operasi." "Bagaimana denganmu? Apa aku bisa macam-macam denganmu?" Sungjae seketika tersipu mendengar ucapan pemuda tampan yang blak-blakan itu. "Ishh apa, sih," ucap Sungjae sedikit gugup dengan wajah memerah semerah kepiting rebus. Sementara Tae terkikik dalam hati ketika melihat gadis itu salah tingkah. *** Oh Seo Han masih berdiri menatap lurus ke area perkemahan di mana anak-anak sudah berlari antusias menyambut tebalnya salju yang menutupi daerah dataran tinggi itu. "Tak ingin bergabung?" Enggan menjawab pertanyaan pria di sebelahnya, Seo Han malah berjalan pergi. "Ya! Aku bicara denganmu!" teriak Tae sambil berlari mengejar sang gadis. Ia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan gadis berperawakan mungil dan penampilannya yang selalu menggugah selera para pria. "Apa kau suka boneka salju?" Seo Han mengangkat bahu samar tanda tak tertarik pada percakapan itu. Ia terus melangkah, memindai lokasi perkemahan. "Bagaimana kalau kita buat satu?" ajak Tae, tapi kembali diabaikan. "Ck." Tae pun mendecakkan lidahnya. "Bicara denganmu ternyata sesulit bicara dengan Hungsuk." Seo Han menghentikan langkahnya kemudian menatap Tae sambil mengerutkan dahi. Apa telinganya tak salah dengar? Bagaimana bisa ia disamakan dengan Hungsuk, ketua BEM yang super duper ramah pada semua orang, sangat supel dan bersahaja yang berbeda 360' dengan dirinya. "Kau tak salah mengambil persamaan, ‘kan?" tanyanya sedikit ragu. Seketika Tae terkekeh. "Memang aku sengaja, kalau tak begitu mana mau kau menoleh dan bicara padaku." Gadis itu memutar bola matanya jengah. Kemudian kembali melanjutkan perjalanannya "Kita mau kemana, sih?" tanya Tae akhirnya. Ia merasa lelah sudah lebih dari satu jam berjalan mengitari lokasi camp. "Bukan kita, tapi aku. Kenapa kau mengikutiku?" sarkas Seo Han. "Entahlah," Tae berjalan tak acuh di samping sang wanita itu. "Mungkin karena aku menyukaimu," lanjutnya membuat ekspresi wanita itu berubah semakin dingin, bahkan mungkin lebih dingin dari tebalnya salju saat itu. "Apa di sekitar sini ada gudang penyimpanan kayu?" Seo Han enggan menjawab semua kata-kata manis Tae yang bisa dibilang sangat dinantikan oleh setiap wanita, kecuali dirinya. "Di sana!" Tae menunjuk satu tempat jauh di bawah, di sekitaran lembah. "Gudang tua nenekku ada di sana, dulu itu gudang gandum, tapi sekarang tidak lagi, mungkin yang disimpan sekarang hanya kayu-kayu kering dan jerami untuk persiapan musim dingin, aku kurang tau, sudah lama tak ke sana." "Jauh sekali. Kira-kira jika ambil kayu sekarang apa bisa balik sebelum malam?" "Kurasa bisa, kau mau ke sana? Biar kutemani." Seo Han tampak berfikir. Ia memang sedari tadi sedang mencari kayu bakar untuk membuat api unggun nanti malam, pasalnya sejak kedatangan mereka kemarin, malam harinya mereka hanya berdiam di dalam mobil karavan masing-masing, karena Tae tak mempersiapkan kayu bakar untuk acara malam di malam hari. Tae pikir karena cuaca terlalu dingin jadi acara di luar saat malam diabaikan saja. Namun, ternyata Seo Han sebagai ketua dalam camp ini tak ingin mengganti shcedule yang sudah direncanakan. Acara malam tetap harus ada untuk lebih mendekatkan diri antar mahasiswa pencinta lingkungan katanya. "Boleh," jawab Seo Han pada akhirnya setelah memperkirakan jarak tempuh yang ada yang menurut Tae tak akan jadi masalah. "Aku akan panggil beberapa anggota untuk ikut membawa kayunya nanti biar bisa cukup, jika kita berdua itu jelas percuma." Tae kembali terkekeh. "Kau tenang saja, kita bisa pinjam mobil pengangkut kayu milik nenek. Jaraknya tak terlalu jauh dari sana." “Bagus juga Tae ikut, ia memang bisa memberi solusi yang baik,” batin Seo Han sebelum akhirnya mengangguk setuju. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk menggunakan papan ski ice untuk turun menuju lembah yang dikatakan Tae tadi. Setelah berpamitan dengan pengurus camp yang lain mereka kini berada tepat di atas lembah. "Mau bertanding denganku?" Tae menyeringai ke arah Seo Han dengan kacamata masih bertengger di kepala dan dua tongkat di tangannya. "Siapa takut," ucap Seo Han sebelum menurunkan kacamatnya dan meluncur turun tanpa aba-aba. Tae tersenyum kemudian menurunkan kacamatanya dan meluncur turun menyusul pergerakan Seo Han yang bergerak lincah. Mereka bergerak cepat ke bawah sana, meliuk-liuk dengan indah, saling kejar mengejar, banyak orang yang memperhatikannya sambil bertepuk tangan, termasuk juga Jeongguk, Jimmy dan Suno teman Tae yang bukan termasuk anggota Mapala—Mahasiswa Pencinta Alam. Seo Han masih memimpin di depan, meski beberapa kali Tae sempat menyalipnya tapi kembali ia bisa mengalahkan Tae, hingga pada akhirnya gadis itu berhenti sekitar beberapa meter dari gudang tua. Seo Han menoleh ke belakang. Ia sedikit terkejut karena tak mendapati presensi Tae di belakangnya. Seo Han pun segera melepas papan skinya dan mulai berjalan mengitari tempat itu sambil mencari-cari keberadaan Tae. Mendadak ia sedikit cemas, karena saat turun tadi memang ada ditemuinya beberapa turunan tajam yang sedikit berbahaya. "Tae!" "Tae kau di mana?!" "Han Tae tunjukan dirimu, jangan main-main denganku!" Seo Han menatap sekitar, hingga matanya menemukan papan ski yang mengapung di atas danau kecil yang sedikit membeku. "Han Tae!" Seo Han sedikit panik karena mengenali kalau papan ski itu adalah milik Han Tae. "Sial, bagaimana ini?" rutuknya dalam hati, ia masih mencari-cari sosok Han Tae yang kemungkinan tenggelam dan membeku di bawah sana. Setelah menenangkan diri, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi tim SAR, maka ia pun merogoh ponsel di saku celananya. Tepat pada detik ketika ia akan menyentuh tombol hijau tiba-tiba terdengar bunyi ledakan petasan di sebelahnya. "DUAR!" suara Tae terdengar nyaring menggelegar mengagetkannya, hingga membuat Seo Han yang berdiri di tepi danau terkejut dan kehilangan keseimbangannya, maka tak ayal lagi ia pun jatuh ke dalam danau yang dingin bersama ponsel yang tadi digenggamnya. Ponsel itu bahkan telah lebih dulu tercemplung ke sana. Tae mendadak panik, mendapati Seo Han yang menggigil dalam air dan berusaha naik ke permukaan. Dengan segera Tae membantu mengangkat wanita itu. Ia benar-benar merasa bersalah dan berulang kali meminta maaf pada Seo Han. "Maafkan aku, ayo kita harus keringkan tubuhmu, kalau tidak kau bisa terkena hipotermia." Seo Han yang kedinginan tak bisa mendebatnya, yang ia inginkan saat ini hanyalah mencari tempat untuk menghangatkan dirinya. Sialnya rumah nenek Han Tae masih satu kilometer lagi. "Tae, ak ... ku ... sudah ... tak kuaat ... ini dingin sekali." Bibir Seo Han bergemeretak, jalannya sedikit tertatih karena ia benar-benar kedinginan. Maka Tae mengurungkan niatnya untuk membawa Seo Han ke rumah sang nenek. Ia pun memutuskan menuju gudang tua, berharap bisa menemukan sesuatu untuk menghangatkan gadis itu. Han Tae membuka pintu gudang dengan kunci yang memang sudah ia ketahui di mana neneknya biasa meletakkan kunci itu. Manik matanya segera memindai tempat itu. "Seo Han, ada tumpukan jerami kering di sana, ayo ikut." Seo Han mengikutinya. "Buka pakaianmu dan hangatkan dirimu dengan jerami ini." "T‒ta‒pi ...." "Tenanglah aku tak akan macam-macam." Tanpa diminta Tae pun membuka bajunya. "Pakai ini juga, jerami itu mungkin tak cukup hangat." Seo Han menerimanya dengan ragu, ingin protes pun tak bisa karena ia sungguh sangat kedinginan, ia bahkan bisa saja sekarat jika bertahan lebih lama. Perlahan Seo Han melepas seluruh pakaiannya di balik tumpukan jerami kering itu, tubuhnya benar-benar beku, apalagi kala angin dingin menyapanya yang sekarang tanpa perlindungan sehelai benang pun. Kemudian ia memakai jaket Tae yang kebesaran sampai menutupi pahanya, namun tetap saja itu tak akan cukup menghangatkannya. Ia pun berusaha menggulung dirinya dengan jerami kering. "Tae ...," racaunya karena dirinya masih saja kedinginan meski telah melakukan banyak hal. "Bisakah kau menyalakan api unggun?" Sang pemuda diam mematung. "Tapi ini gudang kayu, aku bisa membakarnya jika harus membuat api unggun di sini." "Ak‒ku ... dingin, Tae." suara Seo Han melemah. "Hubungi siapa pun ku mohon." Han Tae pun berjalan mendekatinya sesaat kemudian ia duduk di sebelah Seo Han dan merengkuh gadis itu dalam pelukannya. "Maafkan aku Seo Han, ponselku tadi ikut masuk ke dalam air. Maaf." Tubuh Seo Han kembali mengigil. "Aku akan ke rumah nenek dan mengambil baju hangat di sana." Tae hendak bangkit tapi tangan Seo Han mencegahnya. "Tidak, aku bisa mati jika kau pergi. Peluk saja aku," pintanya memelas. Tae pun tak menolaknya, karena hanya itulah satu-satunya cara agar tubuh Seo Han menghangat, mereka berpelukan cukup erat, hingga bahkan Tae bisa merasakan sentuhan kaki mulus Seo Han di kakinya yang masih menggunakan celana panjang. Membuat geleyar aneh di dadanya. Sementara Tae berusaha menahan gejolak hasratnya, Seo Han malah makin gemetar merasakan hawa dingin, seolah ia benar-benar akan mati. Hipotermia menyerangnya. Tae yang melihat hal itu akhirnya membuka bajunya sendiri, kemudian ia menuntun sang wanita tidur di antara tumpukan jerami sebelum melumat bibirnya pelan. "Tae, apa yang kau lakukan?" tanya gadis itu kala Tae melepas ciumannya. Ia hendak protes tapi tak mampu, napasnya sudah tersengal karena kedinginan. "Maafkan aku, Seo Han, hanya inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkanmu, sentuhanku bisa menghangatkanmu, maka izinkan aku," ucap Tae berbisik di telinga sang gadis sebelum kembali melumat bibir Seo Han yang tampak pasrah dan tak berdaya. Perlahan tangan Han Tae bergerak liar menurunkan resleting jaket yang membungkus tubuh Seo Han. Tak butuh waktu lama bagi Han Tae untuk melucuti pakaian gadis itu. Apalagi sejak tadi Seo Han hanya menggunakan jaket Han Tae saja sebagai pelindung dirinya dari hawa dingin. Sentuhan Han Tae rupanya cukup mampu membangkitkan hawa panas dalam tubuh Seo Han hingga gadis itu pun memutuskan untuk menerima apa yang dilakukan Han Tae padanya. Seo Han dengan serta merta mengimbangi setiap serangan yang dilakukan Han Tae hingga kini tak ada lagi penghalang di antara mereka. Merasa tindakannya mendapat respons positif dari sang gadis, Han Tae pun melancarkan aksinya tanpa canggung. Sejenak kemudian ia sudah berhasil menguasai permainan, memacu meraih kenikmatan dan kepuasan untuk dirinya sendiri. Tanpa ada rasa bersalah sedikitpun Han Tae telah mengambil kesucian gadis itu dan mengoyak kegadisannya. Sementara demi untuk mempertahankan hidupnya Seo Han terpaksa membiarkan Han Tae menyetubuhinya. Namun, meski demikian, secara tidak sadar ia juga menerima dan menikmati permainan Han Tae yang begitu lihai. "Kena kau sayang," gumam Han Tae dalam hatinya, sembari tersenyum puas kala mengetahui kamera kecilnya beraksi di antara tumpukan jerami kering itu. Kali ini ia mampu menyelesaikan target dari Yoonki—kakaknya bahkan dalam waktu kurang dari satu minggu. Ia sangat puas. Dalam hati Han Tae telah membayangkan bagaimana moment romantisnya nanti di atas kapal pesiar bersama Jenifer—kekasihnya. Sekarang, setelah persetubuhan mereka terekam sempurna, ia tinggal meninggalkan gadis bernama Seo Han itu dan kembali lagi ke Australia untuk bersenang-senang dengan cintanya. “Terima kasih, Manis. Tak akan kulupakan jasamu ini,” bisik Han Tae pada Seo Han yang tengah tertidur karena kelelahan setelah dinikmati habis-habisannya. Pria itu mengenakan pakaiannya, kemudian menyelimuti Seo Han dengan selimut tebal yang sudah disembunyikan di dekat situ sejak tadi. Setelah semua beres, Han Tae pun pergi meninggalkan Seo Han tanpa peduli apa yang akan terjadi pada gadis itu setelah terbangun nanti. *** Sesosok pemuda berdiri di ambang pintu jet pribadinya menatap ke arah bandara, juga kakaknya yang turun mendahului dirinya. Setelah menghirup udara dalam-dalam, ia pun melangkahkan tungkainya satu demi satu menjejak tangga sebelum kedua kakinya menyentuh landasan, di mana jet pribadinya landing dengan sangat mulus. "Sudah lama juga ya, Yoonki hyung." Si empunya nama hanya bergumam malas, sembari terus berjalan beriringan. "Kira-kira bagaimana, ya, kabar gadis itu?" "Maksudmu? Seo Han?" "Hmm." "Sudah lima tahun berlalu kau masih memikirkannya, Saeng?" "Bukan memikirkannya, hanya tanpa sengaja teringat padanya saat kembali ke sini. Biar bagaimanapun bercinta dengannya memberikan kesan tersediri, Hyung. Dia gadis perawan satu-satunya yang aku tiduri. Gadis itu sangat nikmat." Yoonki memcibir menatap adiknya yang tersenyum iblis. "Kau memang b******n, Tae. Kuharap kau tak akan terkena karma." Tae terkekeh mendengar ucapan sang kakak. "Bukankah kakak sama saja, setelah menghamili anak sekolahan kemudian malah memaksanya untuk aborsi dan berakhir mencampakkannya." Suara desisan keluar dari mulut Yoonki. "Setidaknya kami berpisah baik-baik. Dan, itu kecelakaan," jawabnya kemudian. Tae terkekeh. "Aku juga hanya menyelamatkan nyawanya dari serangan hypotermia." "Lalu menukar videonya dengan tour gratis bersama pacarmu menggunakan kapal pesiar selama sebulan penuh?" sinis Yoonki. Kembali senyum iblis terpancar di wajah Tae, sebelum mereka menghentikan percakapan karena harus berurusan dengan pihak imigrasi. Setelah semua selesai, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju mobil jemputan yang akan membawanya ke mansion keluarganya di Daegu. Selang beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu pun memasuki gerbang utama sebuah mansion mewah. Dua pemuda tampan turun dari mobil mewahnya menimbulkan decak kagum para penghuni rumah, yang sebagian besar terdiri dari pelayan wanita. Bukan hanya itu, ketampanan keduanya yang sudah digandrungi sejak lama oleh penduduk sekitar bahkan membuat beberapa dari mereka berdesak-desakan di depan gerbang sedari tadi, sejak kabar kedatangan mereka dikumandangkan. Melihat ketampanan kedua tuan muda Han itu, tak hanya membuat hati para gadis melumer, bahkan mereka yang sudah bersuami pun mendadak lupa akan statusnya. "Eomma!" Tae berlari lebih dulu, kemudian memeluk ibunya yang baru saja keluar dari rumah besar untuk menyambut kedatangan mereka. Sang ibu pun menyambut dengan hangat kedatangan kedua putranya. "Bagaimana kabarmu, Anak nakal?" Tae mencebik, karena sang bunda masih saja menganggapnya anak kecil yang harus dimanja. "Aku sudah dewasa, Eomma, jangan memperlakukanku seperti ini," protesnya. "Ya! Ya! Kau sudah dewasa dan siap untuk menikah. Jadi sekarang menyingkirlah." sang ibu mengabaikan putranya yang tengah merajuk manja, beralih pada putra pertamanya yang menatap dengan datar. "Halo jagoan. Bagaimana kabarmu?" "Ck." Yoonki mendecakkan lidahnya. "Tak bisakah bicara normal. Panggil saja aku Yoonki, itu hanya sebutan untuk bocah lima tahun." Pemuda berkulit putih itu mengabaikan sang mama dan berjalan tak acuh ke dalam rumah. "YA!! Yoonki-ya kau tak ingin memeluk ibumu, haah?!" Tae terkekeh mendengar perdebatan ibu dan anak itu. Hal yang selalu terjadi tiap kali mereka bertemu, tapi itu bukan berarti mereka bermusuhan, hanya saja itulah Yoonki. Ia tak ingin terlalu diperhatikan secara terang-terangan meskipun dalam hati ia menyukainya. Begitu juga sebaliknya Yoonki tak terlalu suka bertele-tele dalam menunjukkan perhatiannya. Ia akan menunjukkan kasihnya dengan caranya tersendiri hingga tak akan ada siapa pun yang bisa lepas dari sikap manisnya itu. Berbeda Yoonki berbeda pula dengan Tae. Tae cenderung suka diperhatikan dengan terang-terangan, tak suka dibantah dan senang menunjukkan kasihnya pada orang lain. Ia pandai menaklukan wanita, itulah kenapa wanita yang terkenal dingin sekelas Seo Han pun takluk dalam buaiannya. "Appa di mana, Eomma?" "Sedang dalam perjalanan pulang, tadi appa mu menunggu kepulangan kalian hingga telepon sialan itu berbunyi dan memintanya segera datang ke kantor." "Apa ada masalah?" tanya Tae yang masih betah mengobrol dengan mamanya di sofa, berbeda dengan Yoonki yang sudah lebih dulu masuk ke kamarnya dan mungkin saja sudah tertidur seperti kebiasaannya. "Hanya masalah dengan keluarga Jang. Sejak putranya meninggal si Jang selalu saja membuat onar." "Itu pasti karena paman sangat frustasi, Eomma. Jangankan paman Jang, aku yang tak punya hubungan darah saja terkadang masih belum bisa menerima tentang kematian Jimmy. Rasanya meski mendengar pembunuhnya telah dihukum aku tetap saja ingin menghajarnya." "Kudengar ia sudah bebas, benar, Eomma?" "Iya, enam bulan lalu. Kurasa itu juga yang membuat Jung Baek semakin stres. Keinginannya untuk membunuh wanita itu terasa menyesakkannya, karena ia tak mau berakhir di penjara. Dan, appamu selalu saja menekannya untuk melupakan masa itu." "Ya, dan tadi hampir saja ia mentransfer seluruh uang perusahaan untuk menyewa pembunuh bayaran guna membunuh wanita itu." Bariton berat seorang pria mengintrupsi parcakapan mereka. "Oh, Daddy, sudah pulang." "Aku sudah datang dari tadi, tapi karena kau sibuk dengan putramu itu maka kau mengabaikanku." Sang istri mengulum senyum. "Maafkan aku, Han Sihyuk, kami hanya terlalu asik mengobrol." "Hhm ... tak masalah, bisa buatkan aku secangkir kopi sekarang?" "Tentu saja," jawab Heijin sebelum melangkah menuju dapur. "Mana hyungmu, Tae?" "Aku di sini appa." Suara Yoonki terdengar dari lantai dua, ia tersenyum pada ayahnya dan berjalan menuju tangga. Tubuhnya tampak segar dengan kaos putih dan celana pendek mengekspose kakinya yang putih mulus. Sepertinya ia telah mandi. Pletak. "Aww!" Tae berjengit menatap kakaknya yang tiba-tiba memukul kepalanya. "Mandi dulu sana, baru kita mengobrol, kau ingin tahu siapa pembunuh Jimmy sahabatmu, ‘kan?" "Jadi hyung tahu?" tanya Tae penasaran. "Makanya ganti pakaianmu dulu." "Appa, bagaimana kabar Paman Baek?" Yoonki bicara pada ayahnya, mengabaikan presensi Tae yang mencercanya dengan pertanyaan perihal pembunuh itu. Hingga akhirnya si adik menyerah dan memilih untuk pergi mengikuti intruksi sang kakak, karena kalau tidak bahkan sampai dunia kiamat sekalipun Yoonki tak akan peduli dengan keingintahuannya yang sudah sampai di ubun-ubun. "Begitulah, kurasa si Jang jadi semakin gila karena istrinya yang depresi akan kematian putra tunggalnya akhirnya meninggal dunia." Tae masih mendengar hyungnya berbicara dengan ayahnya, tapi ia memilih mengabaikan dan berjalan menuju kamarnya. "Apa? Bibi Jang juga telah wafat? Kapan? Kenapa Appa tak memberitahuku." "Beliau meninggal sebulan lalu." Dari arah tangga samar Han Tae masih bisa mendengar cerita yang dipaparkan ayahnya. Membuatnya menggeram marah. Han Tae mengepalkam tinjunya hingga buku kukunya memutih, rasanya ia ingin segera membalaskan dendam sang sahabat. Sejatinya itu pula yang menjadi alasan untuk datang kembali setelah lima tahun berlalu, karena ia tahu si pelaku telah dibebaskan. Tidak! Lima tahun masih terlalu ringan menurutnya. Karena itulah Han Tae memutuskan untuk menghukum dengan caranya sendiri. Setelah sampai di dalam kamarnya Tae pun masuk ke kamar mandi untuk membasuh diri. Ia mulai mengingat setiap informasi yang diterima dari anak buahnya yang ia sebar untuk mengusut kasus pembunuhan itu. Di mana Jimmy—sang sahabat ditemukam terkoyak di dasar jurang dengan ke dalaman kurang lebih lima belas meter. Sungguh kejam. Jika bukan karena keberuntungan mungkin jenasah itu tak akan pernah ditemukan. Itulah kenapa Tae begitu mendendam. Jimmy adalah teman tumbuhnya sejak kecil. Menerima kenyataan bahwa pemuda itu telah disiksa dengan sangat keji sebelum dilemparkan ke sana membuat hatinya kembali mendidih. Di bawah guyuran air shower Han Tae kembali meremat jemarinya, hati pria itu menggeram marah. Maka ia kembali bersumpah dalam dirinya. "Aku akan menghabisimu, Oh Seo Han!" TBC.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Trip To a CEO's Heart

read
5.4K
bc

The Don's Father

read
12.9K
bc

FINDING THE ONE

read
29.8K
bc

The Bastard Billionaire

read
66.8K
bc

Hujan, ajarkan aku lupa

read
1.8M
bc

I'm Not Rapunzel

read
83.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook