4. Toko buku dan pertemuan sederhana

1922 Words
Karena merasa referensinya kurang, terpaksa Claudia bersama Rena dan Salsa harus kembali mencari beberapa buku untuk bahan makalah mereka. Siang ini, saat pulang sekolah, ketiganya memutuskan untuk pergi ke toko buku yang berada di sebuah mall terkenal di Jakarta. Sebelum pergi, ketiganya mampir dulu ke rumah Rena untuk ganti pakaian. "Seperti biasa, gue pinjem ya Ren," ujar Salsa sambil mengambil sebuah hoodie kuning yang tergantung di dalam lemari milik Rena. Si empunya lemari hanya bisa memutar kedua bola matanya malas. "Terserah lo deh Sal, mau lo pindahin semua baju gue ke rumah lo juga ridho gue. Beneran dah." Selsa tertawa geli sambil memakai Hoodie kuningnya. Bawahan gadis itu tetap memakai rok sekolah. Sementara itu Claudia hanya geleng-geleng kepala. Dia juga meminjam atasan Rena untuk ke mall, tapi Caludia tidak sebar-bar Salsa. Claudia memakai apa saja yang Rena pinjamkan, dan kini dia kebagian dengan kemeja kotak-kotak yang kemudian dia pakai untuk melapisi kemeja sekolahnya. "Mau makan dulu apa langsung berangkat nih?" tanya Rena setelah selesai dengan make up tipisnya. Biasalah cewek, sisa sekolah tadi kan sudah luntur, jadi harus di dempul lagi sedikit. "Nanti aja makan diluar, sekalian jalan-jalan, ya kan, Clau?" ujar Salsa meminta pendapat kepada Claudia. Rena jadi ikut menatap Claudia. "Makan diluar aja nih?" tanyanya. "Gue sih terserah, yang penting makan. Udah ah berangkat yuk." "Yuk!" Dengan sekali sambar, kunci mobil itu kini sudah berada di tangan Rena. Ketiganya lantas segera pergi ke bawah. Rumah Rena adalah yang paling besar diantara ketiganya. Rena juga yang paling kaya, saat sampai di garasi, mereka seperti tengah berada di sorum mobil saking banyaknya koleksi mobil milik keluarga gadis itu. Dari yang modelnya klasik hingga yang sport keluaran terbaru, semuanya ada. Dari banyaknya mobil yang ada, pilihan Rena memang sejak awal telah jatuh pada sebuah mobil jazz merah dengan bagian atas yang terbuka. Sengaja, itu adalah mobil Rena sendiri, hadiah dari Daddy-nya saat ulang tahun ke tujuh belas kemarin. "Ready guys?" tanya Rena sebelum melajukan mobilnya. "Ready!" balas kedua temannya. "Whoooh!" Mobil pun melaju kencang membela padatnya jalanan ibu kota. Di tengah perjalanan mereka memutar lagu keras-keras lalu ikut menyanyi mengikuti alunan musik pop yang begitu kekinian. Karena memakai mobil yang terbuka jadilah sesekali mereka jadi bahan tontonan pengendara lain karena suara-suara cempreng mereka yang menguar ke udara. Tapi siapa peduli akan hal itu? Kebahagiaan sederhana mereka ya ini, orang lain tidak suka mereka tidak peduli. Kadang tuh kita tidak perlu terlalu mendengarkan orang agar tetap bahagia. Asal tetap patuh lalu lintas saja ya, alis tidak ugal-ugalan. **** "Bun, masa Ade sih yang harus ke mall? Kan Ade cape habis sekolah mana tadi kena hukum beresin perpus, cape Bun," rengek Sky yang sudah guling-guling di atas karpet di ruang tengah. Sky tidak berbohong, dia sangat cape sekarang dan pengen rebahan saja, tapi Bundanya sayang ini malah menyuruhnya untuk pergi ke mall belanja bulanan. Tidak etis sekali. "Ayolah De, mau kamu nggak makan karena nggak ada stok hm?" tanya Bunda masih setia membujuk. "Kan ada Ayah, nanti Bunda minta antar Ayah aja, atau enggak nanti suruh Ayah beli pas pulang kantor. Yayaya? Ayolah, Bunda ngerti Ade kan?" Melihat wajah yang melas-melas lucu seperti itu, Bunda mana yang tega? Tidak, Dela tidak akan setega itu memang. Akhirnya helaan napas keluar dari mulutnya. Ya sudah kalau memang Sky tengah lelah, dia bisa apa memangnya? Kini pilihan terkahir harus jatuh kepada anaknya satu lagi. Entahlah, presentasenya sangat kecil kalau harus menyuruh Langit. Namun, Bunda tidak akan tau bukan jika tidak mencoba dulu? "LANGIT?" teriak Bunda. Kening Sky mengerut, ditariknya daster Bunda dari bawah. Cowok itu sudah mengubah posisi jadi duduk bersila sekarang. "Apasih Sky?" sentak Bunda kepada Sky. "Bunda ngapain manggil Bang Langit?" "Mau nyuruh dia, kenapa emangnya?" Sky malah terkekeh. "Mau taruhan nggak Bun? Kalau Abang mau, nanti Ade pesenin Bunda pizza, tapi kalau Abang nggak mau, Bunda yang harus pesenin Ade pizza, gimana?" Bunda tersenyum miring. "Cari-cari kesempatan kamu ya? Nggak ada! Kemarin baru beli juga sekarang mau lagi. Bulan depan baru boleh makan pizza lagi!" kata Bunda dengan begitu teganya. Sky mengerucutkan bibirnya lucu. Dengan kedua tangan terlipat di depan d**a, Sky memalingkan muka. Merajuk gitu ceritanya. "Nggak asih banget Bunda mah!" Bunda menggelengkan kepalanya, setelah itu ia kembali menatap ke lantai dua yang memang terlihat dari ruang tengah. Ruangan ini tuh letaknya ada di tengah-tengah, benar-benar tengah bukan namanya saja yang ruang tengah tapi tempatnya juga. Jadi dari atas bisa langsung lihat ke bawah, paham kan konsepnya? "LANGIT! TURUN BENTAR SINI BUNDA MAU MINTA TOLONG!" "LANG?" Tak lama setelah itu terlihat Langit yang sudah keluar kamar. Tanpa niat membalas teriakan sang Bunda, Langit segera menuruni anak tangga. Senyum Bunda merekah lebar saat Langit telah berada di sampingnya, duduk menghadap dirinya. "Ada apa?" tanya Langit. Dari ujung matanya Sky berusaha mencuri-curi pandang. Bagaimana pun kan Sky tetap kepo. "Jadi gini, kan persediaan kebutuhan bulanan sudah pada habis nih, Bunda mau minta tolong sama Langit untuk ke mall dong, belanja, ya? Mau ya?" Langit kemudian menatap adik kembarannya yang masih sedikit memunggungi meski Langit tau kalau Sky tengah meliriknya. "Kenapa nggak dia aja?" tanya Langit. Sontak saja mendengar suara itu Sky memutar badannya. "Gue cape! Lagi nggak mau ngapa-ngapain," jawab Sky. "Gue juga," balas Langit ikutan, tapi memang benar kok kalau Langit juga cape, buktinya tadi pagi sampai harus masuk UKS. Dan Masalahnya lagi, Langit malas kalau harus pergi ke mall, apapun alasannya. Pasti nanti di sana akan banyak cewek yang akan memperhatikannya terus mengambil fotonya diam-diam. Langit bukannya besar kepala atau kepedean orangnya, itu benar terjadi dan Langit pernah suatu hari saat harus menemani temannya ngedate, entah salah outfit atau bagaimana langit juga tidak tau, taunya saat pulang tiba-tiba sosial medianya telah ramai dan dipenuhi dengan foto candid serta video dirinya tengah berada di mall tersebut. Entah siapa orang pertama yang menguntitnya, yang pasti Langit tidak suka hal itu. Langit sangat suka dengan sepi, sendiri, pokoknya yang berhubungan dengan kesunyian. Langit tidak suka hal-hal yang ramai, tapi beda cerita juga kalau lagi kumpul dengan teman-temannya. "Jadi, gimana Bang? Mau ya?" tanya Bunda sekali lagi. "Mau aja Bang, emang mau lo nggak makan nanti?" Sky ikut-ikutan kompor. Langit menghela napasnya kasar. "Pesen aja kenapa sih Bun? Beli online, sekarang kan jaman udah pada canggih." "Lang, kalau pesan online nggak bisa milih dong sayang. Ayolah pergi ya? Masa kamu nggak mau sih?" "Nggak, Bun." "Lang, ayolah." "Bunda aja ayo aku anter tapi nanti aku tunggu di mobil gimana?" "Ya nggak mau!" "Sama." "Ck, tau ah ngambek Bunda sama kamu!" Jadi Bundanya ini meniru gaya Sky? Melipat kedua tangan dan memalingkan muka? Saat menatap Sky, cowok itu malah mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Sungguh Langit sangat malas, tapi Bundanya terus memaksa. Apa harus dia pergi ke mall? Jujur Langit juga tengah butuh sesuatu juga sih, Langit ingin cari buku bacaan. Bukunya sudah habis semua dia baca dan Langit mau yang baru. Entah sejak kapan Langit juga tidak tau kenapa jadi suka membaca. "Bang, pergilah," ujar Sky. Sekarang dia malah ikut-ikutan menyuruhnya? Akhirnya dengan sangat amat terpaksa, Langit pun berdiri dari duduknya. "Catat aja apa yang diperlukan, habis ini aku pergi." Tanpa menunggu balasan, Langit langsung kembali melangkah ke arah kamarnya. Sepeninggal Langit, diam-diam Bunda dan Sky tertawa. Keduanya tos setelah itu karena merasa berhasil saja membuat Langit nurut untuk pergi. "Bagus kan cara Bunda?" Dengan semangat Sky mengangguk sambil mengangkat kedua jari jempolnya. "Bunda emang top!" "Sudah-sudah, Bunda mau ambil catatan dulu, nanti keburu Abangmu berubah pikiran." **** Sekarang di sinilah Langit berada, tempat yang seumur-umur paling dia benci. Langit dengan setelan sederhananya sudah berjalan di dalam mall dan benar saja, sudah banyak mata yang memperhatikannya. Langit itu tampan, sangat tampan dengan pahatan rahang tegas yang selalu berhasil membuat kaum hawa tergila-gila. Perihal kenapa di sekolah yang terkenal adalah Sky, itu karena Sky selalu menunjukkan dirinya, berbeda dengan Langit yang tidak pernah tampil di depan umum seperti yang Sky lakukan. Sejak masuk SMA, Langit selalu sendiri hingga dia bertemu dengan teman-temannya yang sekarang. Memasuki supermaket, Langit mulai memilih serta membeli apa-apa saja yang ada di dalam catatan Bundanya. Langit tidak sebodoh itu untuk sekedar belanja. Biasanya juga sering disuruh beli sayur di tukang sayur keliling kalau pagi-pagi, itu pun kalau benar-benar kepepet. Selebihnya Bunda lebih pilih belanja di supermarket karena lebih bagus saja katanya kualitasnya. Usai cari kebutuhan pangan, Langit lanjut mancari kebutuhan laiannya seperti alat mandi atau sebagainya. Cowok belanja bulana seperti Langit ini memang terlihat sangat idaman, cewek-cewek yang sedari tadi menatapnya tidak tau saja kalau langit tengah menahan emosi. Berterimakasih lah kepada kaca mata hitam yang bertengger untuk menutupi tatapannya yang selalu tajam. "Udah semua kayaknya," ujar Langit kembali mengecek. Setelah dirasa cukup, Langit kembali ke mobil untuk menaruh barang belanjaannya. Kedua tangan cowok itu sudah penuh menenteng belanjaan, tidak mungkin kan Langit ke toko buku dengan membawa semua ini? Mengusap keringat sambil menata sedikit rambutnya yang lepek. Usai menaruh belanjaannya, Langit kembali masuk. Mumpung masih ada di sini dan Langit malas kalau harus bolak-balik. Jadi sekalian saja Langit mencari buku untuk stok bacaannya. Langit mulai berjalan-jalan melihat setiap isi rak dalam Gramedia di mall itu. Langit begitu tertarik dengan apapun yang berhubungan dengan benda langit. Entah karena namanya Langit atau ada unsur lain, yang pasti benda luar angkasa selalu dapat menarik perhatiannya. "Menjelajahi Tata Surya," eja langit kepada sebuah judul buku yang sekarang sudah ada di depan matanya. Sebenarnya buku itu telah lama menarik atensi Langit, hanya saja waktu itu dia belum terlalu tertarik. "Ambil deh." Saat Langit hendak meraih buku tersebut, tiba-tiba sebuah tangan ikut terulur menyentuh buku yang Langit juga pegang. Perlahan Langit memutar kepalanya dan betapa terkejutnya Langit saat melihat siapa yang tengah berada di depan matanya sekarang. "Maaf, kamu duluan ya yang pegang, hehe, ambil saja nggak pa-pa," ujar gadis itu itu dengan kikuk. Sama sekali Langit tak bisa mengalihkan pandangannya. Ditatap seperti itu jelas membuat gadis itu salting sendiri. "Emm kalau gitu, permisi." Sambil merutuki dirinya sendiri, Claudia pun berjalan pergi dengan cepat meninggalkan Langit yang masih saja menatapnya. Ya, gadis itu adalah Claudia dan dia adalah orang yang sama yang waktu pulang sekolah kala itu Langit tak sengaja lihat tengah latihan paskib. Jadi Claudia menyukai buku yang sama dengannya? Kok menarik? Di sisi lain, Claudia terus menyumpah serapahi dirinya sendiri. Gadis itu kini berdiri di balik rak yang sebelumnya dia bertemu bahkan bertatap muka dengan cowok yang kelihatannya tidak asing itu. Kayak pernah lihat dan tidak mungkin salah lihat juga. "Tuh cowok mirip banget sama Sky, tapi kalau emang Sky, kok dingin dan cuek banget ya? Mana gayanya juga bukan Sky banget." "Ah, pasti bukan deh, kalau Sky kan pasti udah heboh. Lagian serajah darimana Sky suka buku?" Claudia langsung memukul kepalanya. Apa-apaan Claudia ini, kenapa jadi mikirin si Sky segala coba? "Duhh Clau! Kayaknya otak lo udah terkontaminasi segala macam rayuan tuh buaya deh!" Tapi tidak bisa menyangkal juga kalau Sky itu mood banget anaknya. Menghibur dengan segala tingkahnya. Meski Claudia tau kalau Sky ramah ke semua orang, tetap saja cara Sky selalu bisa membuat orang senyum-senyum sendiri. Selain terkenal karena playboy, Sky juga terkenal karena periang anaknya, tidak pernah sekali pun Sky terlihat sedih atau murung di sekolah. Pembawaan cowok itu selalu happy. "Ih! Tuhkan mikirin dia lagi. Ayo Clau, mana mungkin lo kejerat sama tuh buaya? Nggak, nggak boleh! Ihhh amit-amit deh." Claudia langsung pergi setelahnya untuk menghampiri teman-temannya. Tanpa Claudia sangka, Langit masih mengikutinya. Agaknya Langit benar-benar tertarik dengan gadis itu. Lihat saja senyum yang manis di wajahnya. Sangat tidak ramah, bintang satu! Langit pikir semua cewek kuat mendapat senyuman itu? Tidak! Buktinya banyak yang mleyot saat tak sengaja melihatnya. Tapi Langit peduli apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD