Mobil yang dikemudikan oleh Langit kini telah sampai di parkiran SMA Kencana. Sebelum turun, Sky yang numpang semobil dengan Langit menyempatkan untuk merapikan dulu rambutnya, menata ulang sambil sedikit memberi pomade. Langit yang melihat ulah saudara kembarnya itu hanya bisa berdecak, sudah hafal dengan sifat Sky. Pasti cowok itu akan tebar-tebar pesona di sekolah ini.
"Nah cakep! Bang, hayuk turun," ajak Sky.
Tanpa menjawab ajakan Sky, Langit langsung keluar dari dalam mobil. Sementara Sky masih terdiam. Langit memang cowok yang sangat pendiam dan irit bicara. Rasanya Sky ingin menyumbangkan sedikit suaranya untuk Langit agar Abangnya itu bebas bersuara.
"Bang, lo duluan kelas gih, gue mau biasalah, cari cewek dulu. Ya Bang? Bye!"
Setelah itu Sky langsung berlari meninggalkan Langit. Melihat Sky yang begitu ceria membuat Langit iri. Kenapa dia tidak bisa seperti itu? Langit sangat ingin jadi seperti Sky, namun bibirnya selalu keluh bila harus memulai obrolan terlebih dahulu, kepada siapa pun itu. Langit akan membuka suara jika dia ditanya, jika tidak dia akan diam.
Langit menghela nafasnya kasar. Dia juga akan beranjak pergi. Namun, sebuah tepukan di pundaknya berhasil membuat Langit sedikit tersentak lalu berbalik badan. Terlihat Galaksi, sahabatnya itu berdiri sambil nyengir kepadanya.
"Pakabar?" tanya Galaksi sambil merangkul bahu Langit.
"Baik," jawab Langit singkat.
Keduanya lalu berjalan bersaman menuju kelas masing-masing. Pasalnya Galaksi masih duduk di bangku kelas sebelas sementara dirinya ada di kelas dua belas.
Saat sampai di koridor tak sengaja Langit dan Galaksi melihat Sky tengah menggoda cewek di depan kelas. Dengan gaya songongnya, cowok itu terus mengganggu gadis yang Galaksi ketahui namanya Maudi, anak cheer leader SMA Kencana. Langit dan Galaksi berhenti sejenak memilih untuk menonton aksi Sky.
"Hai Maudi, cantik banget hari ini heran," sapa Sky sambil bersandar pada tembok kelas Maudi.
"Emang biasanya gue nggak cantik ya, Sky?" tanya Maudi.
"Weeeh cantik lah! Cantik parah. Tapi khusus hari ini cantiknya kayak beda gitu."
"Sa ae lo buaya!"
"Eh Maudi, jangan salah justru buaya itu jadi simbol keseetiaan tau!"
"Iya setia, setiap tikungan ada!" sentak Maudi.
"Mana ada, enggaklah! Gue mah beda. Gue beneran setia kok orangnya. Kalau Maudi mau, bisa kita coba pacaran," kata Sky dengan gampangnya.
Maudi lantas terkekeh. "Lo nembak gue barusan?"
"Mungkin. Jadi gimana? Mau nggak jadi pacarnya Sky?"
"Sky? Bukannya gue nolak, cuma lo kan udah punya pacar, masa iya lo mau nembak gue juga? Mana yang katanya lo setia, ha?"
Sebelah alis Sky terangkat karena bingung. "Pacar? Gue nggak ada pacar?"
"Terus yang lo nembak Adiva kemarin di kantin itu apa?" tanya Maudi sambil memutar kedua bola matanya jengah.
"Adiva siapa sih? Nggak tau gue. Gue nggak ngerasa ada nembak cewek."
"Adiva anak kelas sepuluh! Teman cheer leader gue, ya kali lo lupa."
Sky langsung menegakkan badannya. Dia benar-benar tak mengerti apa yang Maudi maksud. Siapa Adiva juga Sky tidak tahu.
"Coba jelaskan kapan gue nembak cewek namanya Adiva?"
"Allahuakbar! Sky, baru aja kemarin lo nembak Adiva di kantin. Di depan teman-temannya pula, masa lupa? Gue yang nggak sengaja lihat aja inget Sky."
Lagi Sky berusaha mengingat. Namun, hasilnya tetap sama. Dia tak ingat apa-apa. Sementara itu di anak tangga, Galaksi yang melihatnya tak bisa lagi untuk menahan tawanya.
"Gila sih kembaran lo satu itu, gue nggak percaya kalau dia beneran lupa sama cewek yang dia tembak kemarin," ujar Galaksi kepada Langit.
Langit sendiri tak percaya, bisa-bisanya Sky lupa. Pasti itu hanya akal-akalan cowok itu saja.
"Lo kok bisa betah sih sama dia?" tanya Galaksi.
"Mau gimana lagi? Namanya juga takdir," jawab Langit.
Kembali lagi kepada Sky dan Maudi, cowok itu masih terus berusaha merayu Maudi agar gadis itu mau manjadi kekasihnya.
"Sky, mending lo inget lagi deh kemarin lo ngapain aja," kata Maudi.
"Gue nggak ngapa-ngapain."
Terdengar helaan nafas kasar dari Maudi. "Terserah lo deh Sky, dasar buaya!"
Saat Maudi akan beranjak pergi, dengan cepat Sky menarik tangannya.
"Mau ke mana si Mod?" tanya Sky.
Kebiasaan buruk Sky adalah sangat suka memanggil nama orang dengan julukan asal darinya.
"Nama gue Maudi bukan Mod!" protes gadis itu tak terima.
"Yaelah, Mod lucu kok. Mod cantik, jadi gimana? Mau nggak jadi pacarnya Sky?"
"KAK SKY!"
Refleks keduanya langsung melihat ke arah belakang Sky. Ada seorang gadis dengan rambut digerai sepunggung berjalan mendekati Sky. Gadis itu tersenyum manis kepada Sky membuat Sky kebingungan di tempatnya.
"Sorry, lo siapa ya? Kok kenal sama gue?" tanya Sky.
Gadis itu terdiam menatap Sky bingung. "Ini aku Kak, Adiva pacar Kak Sky!" jelas gadis itu.
Di satu sisi Maudi terkekeh sambil melipat kedua tanganya di depan d**a. "Lihat Sky, tuh ada cewek lo! Masih mau gombalin gue?" tanya Maudi.
Sky kini menatap Maudi meminta penjelasan. Setelahnya Maudi menghela nafasnya kasar.
"Sky, dia Adiva, cewek yang kemaren lo tembak di kantin. Kalau lo emang bener-bener lupa sama dia, kelewatan lo Sky!" kata Maudi.
Sekarang Sky ganti menatap gadis bernama Adiva itu. Menatapnya lekat sambil berusaha mengingat.
"Kak Sky katanya cinta sama aku, katanya sayang, tapi kenapa Kakak malah jalan sama cewek lain?" tanya Adiva dengan nada sedih.
Sky menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Emm ... gimana ya? Gini deh, sorry banget kalau emang gue pernah nembak lo tapi serius gue lupa kapan. Jadi untuk meluruskan semua ini, Adiva maaf ya, hubungan kita berakhir sampai di sini. Maaf banget."
Mata Adiva mengerjap tak percaya. Padahal dia sudah berharap lebih kepada Sky. Namun, kakak kelasnya itu dengan gampang melupakannya. Memang dipikir hati Adiva ini apa?
"KAK SKY JAHAT! AKU BENCI KAK SKY!" pekik Adiva lalu berbalik badan dan berlari pergi.
******
Rooftops sekolah kini tengah ramai-ramainya, ada inti anak Reouwals di sana, termasuk Langit. Dia ikut membolos bersama Galaksi, Rigel, Panji, dan Alvaro. Awalnya Sky yang satu kelas dengan Langit ingin ikut, namun Langit melarang keras karena Langit tak mau jika Sky ikut dalam pergaulannya. Kumpulan Langit bisa dibilang bahaya, dunia Langit begitu keras untuk Sky yang seperti itu. Langit juga tidak mau direpotkan oleh Sky nantinya jika ada apa-apa.
Geng yang Langit ikuti ini sering melakukan tawuran antar pelajar hanya karena masalah kekuasaan. Setiap orang yang mau gabung dalam geng motor tersebut harus memiliki kemampuan bela diri, Langit mengusai beberapa cabang bela diri, sementara Sky tidak sama sekali.
"Bang, ntar malem ada balapan, hadiahnya lumayan, lo mau turun nggak?"
Langit yang tengah membaca bukunya lantas mengangkat kepalanya menatap Galaksi.
"Lihat aja ntar," jawab Langit.
"Emang hadiahnya apa bos?" tanya Rigel pada Galaksi.
"Duitlah! 10 juta, lumayan banget kan bisa buat isi di basecamp. Buat beli peralatan bengkel juga yang pada rusak."
"Kenapa lo nggak nurunin Farel aja? Dia kan udah hafal sama macam-macam trek balap?" celetuk Alvaro.
"Dia nggak bisa katanya," jawab Galaksi.
"Yaudah lo aja yang turun bos," sahut Panji.
"Gue sih bisa aja, tapi gue rasa Langit lebih jago daripada gue." Galaksi lalu menatap Langit yang juga tengah melihatnya. "Gimana Bang? Maulah," rayu Galaksi.
"Gue pakai motor lo tapi," ujar Langit.
Seketika kedua bola mata Galaksi berbinar senang. "Pulang sekolah gue langsung siapin motor buat lo!"
Sepertinya hari ini Langit tak akan menginjakkan kakinya lagi di rumah. Langit sudah sering melakukan semua ini. Pulang pagi hanya untuk ikut balapan liar. Kadang juga pulang dengan babak belur karena tawuran. Namun Langit merasa senang akan semua aktivitasnya, Langit merasa cocok ada diantara orang-orang ini.
"Eh Gal, bu Jane kemarin chat gue, nanyain kapan kita ke panti? Udah lama juga kan nggak ke sana? Mungkin anak-anak pada kangen hadiah dari kita," ujar Alvaro.
"Kok bu Jane chat lo bukan gue, Bang?" tanya Galaksi.
"Katanya nomor lo nggak aktif."
Seketika Galaksi teringat satu hal. "Iye lupa kan hp gue kejual buat bahan taruhan," katanya sambil nyengir.
"Si g****k!" sentak Rigel.
"Kasihan mana masih muda tapi udah pikun," balas Panji.
"Lah mending guelah daripada si Sky, nih kembarannya Bang Langit, bisa-bisaan dia lupa sama cewek yang baru dia tembak kemarin," ujar Galaksi.
"Terus lo percaya? Kayak nggak ngerti Sky aja, dia kan playboy, pasti cuma alasan doang biar bisa menang banyak," sahut Panji.
Mendengar teman-temannya membicarakan Sky saudara kembarnya, Langit hanya tersenyum tipis. Sudah biasa mereka membicarakan ulah Sky di sekolah. Tiap hari pasti ada satu cerita rusuh Sky tidak pernah tidak.
"Lang, ajakinlah Sky masuk Reouwals, mayan buat ramein basecamp. Dia kan kocak anaknya. Mood banget ya nggak, Gal?" saran Alvaro.
Galaksi mengangguki ucapan Alvaro. "Reouwals terbuka lebar kalau Sky mau masuk. Nggak jago berantem nggak masalah, backingan banyak di Reouwals."
Langit lantas menipiskan bibirnya. "Nggak usah, dia nyusahin entar," jawab Langit.
"Nyusahin apanya? Dia kan cowok Bang, nggak pa-pa kali biar pernah kelihatan sangar tuh adek lo," ujar Galaksi.
"Nggak usah."
Keempat cowok itu lalu saling tatap. Sudah sering mereka meminta Langit untuk membawa Sky masuk dalam geng motornya. Namun, Langit selalu menolak. Galaksi sebagai ketua geng itu tau alasan Langit menolak adalah karena cowok itu tak mau kembarannya kenapa-kenapa. Cuek-cuek seperti itu Langit sangat perhatian kepada orang yang dia sayang.
"Yaudahlah kantin yuk, lima menit lagi istirahat," ajak Galaksi lalu semuanya bangkit mengikuti Galaksi menuju Kantin.
*****
"Latihan hari ini selesai. Besok gue nggak mau tahu jangan sampai ada yang telat lagi kayak tadi! Jadi seorang anggota paskib harus disiplin, harus tepat waktu, jangan seenaknya! Kalau besok masih ada yang telat, gue nggak akan segan buat kasih hukuman sama kalian!"
Perkataan tegas dan terkesan garang itu membuat semua anak paskib menundukkan kepalanya takut. Claudia Anaya memang terkenal disiplin dan tegas dalam hal apa pun.
"Yaudah, sekarang kalian boleh pulang. Jaga kesehatan buat senin depan," kata Claudia mengakhiri latihan siang ini.
Setelah semuanya pergi kembali ke rumah masing-masing, Claudia langsung duduk di tepi lapangan sambil mengaliri tenggorokannya yang terasa kering dengan air mineralnya. Hari ini panas matahari sangat terik tak seperti biasanya. Peluh gadis itu terus mengalir membasahi wajahnya. Kulit wajahnya mengkilat karena keringat.
Ketika akan pergi, tak sengaja Claudia melihat seseorang tengah memperhatikannya. Cowok itu sudah tak asing lagi di sekolah. Claudia tak terlalu memperdulikannya, dia menggelengkan kepala lalu segera pergi. Gadis itu rasanya ingin cepat-cepat berendam air dingin di rumah.
"Hayoloh lihatin paan Bang?"
Sontak Langit langsung memutar badannya. Menatap tajam Rigel yang dengan sengaja telah mengejutkannya.
"Lo naksir sama cewek itu ya Bang?" tanya Rigel.
"Siapa?"
"Cekilah! Itu yang lo lihatin barusan!"
"Gue nggak ada lihat siapa-siapa," kata Langit mengelak.
Rigel tersenyum penuh arti. "Iyadeh, kalau suka ngaku aja nggak pa-pa kali Bang. Hati lo sekali-kali kudu diisi sama yang namanya cinta biar nggak bersarang," kata Rigel.
"Hm," balas Lengit hanya dengan deheman.
Rigel tak terlalu mempermasalahkan Langit, dia telah hafal dengan sikap kakak kelasnya itu.
"Nggak balik lo Bang?" tanya Rigel kemudian.
"Nunggu Sky."
Rigel mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Oke deh, kalau gitu gue cabut duluan ye Bang," pamit cowok dengan kawat gigi biru itu.
"Hm, hati-hati lo," pesan Langit.
"Yoi!"
Setelahnya hanya ada Langit yang masih bersandar di pintu mobil. Langit hendak masuk ke dalam namun sebuah teriakan mengurungkannya.
"ABANG!"
Terlihat Sky berlari ke arahnya. Setelah sampai Sky langsung mengulurkan sebelah tangannya ke depan. Menyuruh Langit untuk membiarkan dirinya bernafas dulu. Langit memutar kedua bola matanya jengah. Saat di rasa telah enakan, Sky langsung kembali menatap Langit.
"Bunda tadi bilang sama Sky, katanya dia pulang malem, lembur, kerjaan kantor banyak," ujar Sky.
"Ayah?"
"Ya samalah! Bunda sama ayah kan udah sepaket."
Langit berdehem singkat sebagai jawaban. Setelahnya Langit langsung melempar kunci mobil kepada Sky yang berhasil di tangkap oleh cowok itu.
"Lo yang nyetir," kata Langit lalu berbalik badan dan masuk ke dalam mobil meninggalkan Sky yang menggerutu kesal.
Selama perjalanan mereka hanya diam, Sky malas dalam posisi ini. Dia selalu mencari topik untuk mengajak Abangnya itu bicara tapi jawaban Langit selalu menjadi penutup pembicaraan itu. Kini hanya ada suara musik bercampur suara Sky yang ikut bernyanyi. Sementara Langit hanya diam memperhatikan jalanan. Sesekali Sky melirik Langit, kadang Sky bingung bagaimana bisa Langit betah berdiam diri tanpa bicara?
"Bang?" panggil Sky.
Langit menoleh singkat. "Apa lagi?"
"Lo ... nggak capek apa diem terus? Ngomong kek, cerita ada apa gitu."
Mendengar itu Langit tersenyum miring. "Lo sendiri nggak capek ngomong terus? Gue yang denger aja capek," balas Langit.
Sky mengerjap tak percaya dengan jawaban itu. "Ya nggak gitu maksud gue—"
"Stop sini aja jangan masukin mobilnya," ujar Langit memotong perkataan Sky.
Sky menoleh bingung. "Lah kenapa?"
"Mau gue pakai."
"Mau ke mana lo?" tanya Sky.
"Basecamp, ntar malam ada balapan."
"Lagi? Kan minggu lalu udah, masa iya gue harus di rumah sendirian. Aelah Bang tega banget lo sama gue."
"Lo udah gede! Jangan manja. Turun sana!" usir Langit.
Sky mencibikkan bibirnya kesal. Lalu satu ide muncul di kepalanya. "Gue ikut lo ya Bang?" kata Sky sambil menaik turunkan alisnya.
"Nggak!"
“Ck, sekali doang. Lagian mumpung Bunda sama Ayah nggak ada di rumah. Gue ikut lo ya?"
"Enggak!"
"Please," rayu Sky sambil menunjukkan puppy eyesnya.
"Gue bilang nggak, ya enggak!" sentak Langit.
"Kenapa sih, selalu aja nggak boleh. Gue kan juga mau kenalan sama teman-temen lo yang pada sangar-sangar gitu mukanya."
"Bahaya!"
Sky menghela nafasnya kasar sambil menatap Langit lekat. "Bang, gue ini cowok udah SMA kelas dua belas bentar lagi tamat, jangan perlakuin gue kayak anak bayi mulu napa Bang. Ikut ini nggak boleh, itu nggak boleh, gue juga mau Bang jadi kayak lo yang bisa keluyuran malam."
"Dunia malam nggak seasik yang ada di pikiran lo! Di sana banyak bahaya yang selalu mengintai dan gue nggak mau lo terlibat dalam bahaya itu!" ujar Langit emosi membuat Sky terdiam.
"Sekarang turun!"
"Bang," panggil Sky sebelum benar-benar turun dari dalam mobil.
"Apa?"
"Gue tau lo khawatir kan sama gue? Gue juga sama Bang, gue khawatir sama lo. Tiap lo pulang malam gue selalu nggak bisa tidur nyenyak. Orang bilang saudara kembar punya ikatan batin yang kuat, dan gue rasa itu benar. Gue ngerasain apa yang lo rasa Bang, kadang gue juga ikut pusing pas lo pulang dengan muka bonyok, gue ikut sedih pas Ayah marahin lo habis tawuran. Meski lo ngelarang gue ikut berantem, tetep aja Bang gue ngerasin sakit yang lo rasa."
Langit membeku di tempatnya. Dia tak pernah kepikiran akan hal itu. Dia memang sering mendengar tentang ikatan batin yang kuat antara anak kembar. Hanya saja dia tak terlalu memikirkan hal tersebut. Memang pernah beberapa kali Langit merasa sakit saat Sky sakit dan Langit kira itu hanyalah sebuah kebetulan.
"Bang, jaga diri lo ya? Ayah sama bunda tuh sedih tau Bang kalau setiap pulang lo selalu bonyok."
Tak kunjung mendapatkan respon. Sky lalu tersenyum tipis, tangannya mulai meraih handle mobil. Dia membukanya, tapi saat akan turun perkataan Langit berhasil menahan pergelangan Sky.
"Kalau di rumah nggak ada makanan, ntar chat gue biar gue yang beli," ujar Langit datar sambil terus menatap ke depan.
"Ck gue kirain mau ngomong apaan!" kesal Sky.
Sebelah alis Langit terangkat. "Lo pikir gue mau ngomong apa?"
Dengan cepat Sky menggeleng. "Nggak ada! Yaudah kalau gitu gue nitip pizza aja deh. Yang paket komplit. Kalau bisa ntar makannya sama lo juga. Jadi cepatan kelarin balapannya biar bisa makan malem kita."
"Hm."
"Ham hem ham hem, repot emang punya kembaran turunan master limbad!" gerutu Sky sambil turun dari mobil.
Setelah Sky turun, Langit segera bergeser duduk di kursi kemudi.
Tin! Cowok itu membunyikan klakson sebagai bentuk pamitan, setelahnya mobil melaju kencang meninggalkan kediaman Delangga.
Sky masih terdiam di tempatnya. Entah kenapa perasaannya tiba-tiba merasa tak enak. Namun, Sky terus mencoba berpikir positif dan memilih masuk saja ke dalam rumah.