Terik matahari berhasil masuk hingga menembus ke dapur. Seolah sengaja menyorot Dela, bunda Sky dan Langit yang tengah memasak. Aroma wangi masakan sampai di kamar Sky membuat cowok itu selalu semangat bangun di pagi hari.
"Bundel masak apa nich?"
Bundel, adalah sebutan Bunda Dela dari Sky. Ibunya itu hanya geleng-geleng kepala karena mendengar sebutan yang Sky beri untuknya.
"Bun, jawab napa ada anak ganteng tanya ya kali cuma dianggurin. Lagi masak apa sih serius amat?" tanya Sky yang kini telah duduk di meja makan sambil terus memperhatikan Ibunya memasak.
"Bunda! Dicuekin beneran nih?"
"Apa sih, Sky? Bisa diem nggak kalau Bunda lagi masak?" kesal Dela.
Sky mengerucutkan bibirnya kesal. Cowok dengan seragam sekolah lengkap itu lalu berjalan mendekati Dela. Dengan iseng dia duduk di atas meja tempat masak. Sungguh anaknya satu itu selalu bisa membuat Dela naik darah.
"Ngapain kamu di situ?" marah Dela kepada Sky.
"Habisnya Sky tanya malah dikacangin!"
"Bunda lagi masak ayam, puas?"
Sky menggeleng. "Belum," katanya.
"Apa lagi!"
"Nggak ada masakan lain apa selain ayam kecap? Bosen kali Bun makan item-item mulu. Kalau nggak cumi ya kecap. Sekali-kali bikin yang colour full gitu loh biar nafsu makan Sky meningkat," ujar Sky panjang lebar kepada Dela.
"Lo udah gede! Kalau nggak bisa masak mending diem!"
Perkataan datar dan dingin itu berasal dari saudara kembarnya. Langit, cowok itu lebih tenang jika dibanding dengan Sky yang petakilan. Dela memutar kepalanya, tersenyum sembari menatap Langit.
"Anak ganteng Bunda udah siap ternyata. Bentar ya Lang, dikit lagi masakannya siap. Tinggal nunggu kuahnya agak kental."
Sky semakin menekuk wajahnya kesal. Selalu saja jika dengan Langit bundanya itu selalu bersikap manis, sedangkan dengan dirinya?
"Bun, sebenarnya Sky ini anak siapa sih? Kalau sama Abang aja sok manis, bareng Adek? Boro-boro manis ngomong lembut aja nggak pernah," gerutu Sky sambil turun dari atas meja lalu berjalan duduk di sebelah Langit.
Dela berjalan menghampiri kedua anak kembarnya itu sambil membawa lauk yang telah siap.
"Siapa suruh kamu berisik, nggak bisa diem anteng kayak Abang," ujar Dela.
Tak lama suara decitan pintu berhasil menarik perhatian ketiganya. Angga, ayah Sky dan Langit baru saja keluar dari kamar. Pria itu lalu berjalan menuju anak istrinya.
"Tuhan itu adil kasih kita anak kembar yang sifatnya kontras, coba kalau dua-duanya kayak Sky, bisa runtuh rumah ini. Kalau dua-duanya pendiem kayak Langit juga buat apa? Mending nggak usah punya anak aja sekalian. Del, Langit dan Sky itu saling melengkapi dalam rumah ini."
Perkataan Angga sukses membuat Sky terbang tinggi. Dia tersenyum kepada Angga yang duduk di sebelah Dela, tepat di depannya.
"Ayah emang the best! Sering-sering belain Sky ya, Yah?" kata Sky.
Sebelah alis Angga terangkat mendengarnya. "Siapa yang belain kamu?"
"Lah? Kan, barusan Ayah bilang."
"Ayah nggak belain kamu Sky, Ayah juga nggak dukung Bunda. Kamu dan Abang, kalian berdua sama di mata Ayah dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing."
Sky tersenyum tipis. "Gini ya rasanya dijatuhkan oleh Ayah sendiri. Nyess sampe to the bone."
"Udah jangan banyak drama. Cepat habiskan sarapan kamu, nanti telat baru tahu rasa!" omel Bunda.
"Iya-iya Bundel bawel," balas Sky.
Selanjutnya Dela menatap Langit, dia melakukan hal yang sama kepada cowok itu, menaruh nasi dan lauk di piringnya.
"Makan yang banyak Lang, habiskan."
"Tuh kan, emang Bunda mah pilih-pilih giliran sama Abang baik bener, alus kek putri Solo. Dahlah kalau gini caranya Sky mending berpihak ke Ayah aja."
Sky lalu menatap Angga. "Yah, Ayah ada di pihak Sky kan?" tanya cowok itu.
Angga tersenyum singkat. "Sama dua-duanya," jawab Angga.
"Aish!! Dahlah selamat makan Sky, makan yang kenyang ya Sky, pura-pura bahagia juga perlu tenaga ekstra!"
Dela dan Angga tak bisa lagi mentahan tawanya saat melihat Sky tengah menyemangati dirinya sendiri. Sementara Langit, dia hanya tersenyum tipis dan kembali melanjutkan sarapannya.