Menyesakkan

1304 Words
Viviane memasuki rumah seperti biasa, seperti rumahnya sendiri. Melly ada kegiatan bersama temannya pagi ini, oleh sebab itu Melly meminta Viviane untuk datang pagi-pagi ke rumahnya. Viviane pun tampak terkejut bukan main saat melihat Cakra sudah rapi dengan setelan kantor dan juga sepatu kulitnya. "Sayang... Kamu mau kemana?" Tanya Viviane penasaran. Pagi-pagi sekali, bahkan petang ia sudah bangun guna membuat makanan kesukaan Cakra, Viviane cepat-cepat datang karena tak ingin calon suaminya itu sampai telat makan. "Mau ke kantor." Viviane tentu saja terkejut mendengarnya, bagaimana tidak, Cakra baru pulang tiga hari dari rumah sakit, dokter bilang ia harus bed rest di rumah selama satu bulanan untuk memulihkan keadaannya seperti semula, apalagi Cakra terserang malnutrisi juga, tubuhnya mengalami komplikasi dan tentu saja membutuhkan perawatan yang agak lama. Viviane tampak marah mendengar jawaban calon suaminya itu, sedangkan Cakra tampak santai sambil memasang Alroji mewah miliknya. "Nggak boleh sayang, aku nggak ijinin." Tegas Viviane. "Apa hak kamu melarangku Vi?" Kini Cakra malah menatap Viviane dengan tajam. "Tentu ada dong, aku calon istri kamu, aku berhak larang kamu melakukan hal yang nggak seharusnya kamu lakukan selama masa pemulihan." Ujar Viviane marah. "Nggak ada hak kamu Vi, kamu belum jadi siapa-siapaku, kecuali kamu jadi istriku, tapi sayangnya kita tunangan cuma terpaksa." Lagi-lagi, Viviane harus kembali diingatkan oleh kenyataan pahit itu, padahal ia pikir Cakra sudah mulai bisa menerima dirinya. "Apa lagi sih kurangnya aku? Kamu mau aku kayak gimana supaya kamu bisa terima aku?" Tanya Viviane dengan mata berkaca-kaca. "Kita berbeda Vi, kebudayaan kita bahkan sangat jauh berbeda." "Lagi-lagi kamu bahas masalah culture. Aku rela kok operasi plastik demi kamu, kamu pengen aku operasi mirip siapa? Jennie? Song Hye Kyo? Han Soo Hee? Atau siapa?" "Masalahnya nggak semudah itu Vi, bukan masalah fisik atau apa. Kamu nggak akan ngerti!" "Makanya kalau aku nggak ngerti tuh jelasin dong, bilang kurang aku dimana? Aku bi-" "Udahlah Vi, aku nggak mau debat pagi-pagi. Aku berangkat dulu ke kantor karena ada masalah penting." Sahut Cakra sembari berjalan meninggalkan Viviane. Viviane tentu saja tak tinggal diam, ia berjalan cepat mengimbangi langkah Cakra yang lebar. "Ya udah kamu boleh ke kantor tapi aku temenin, nanti kalau ada apa-apa sama kamu gimana? Kalau kamu sakit siapa yang peluk kamu?" "Kamu pikir aku selemah itu apa?" "Tap-" "Udahlah, kamu jangan terlalu berlebihan begini. Tolong jangan terlalu berharap lebih tentang hubungan kita, aku nggak mau terlalu menyakiti kamu." Bahkan ini saja sudah sangat sakit bagi Viviane, kenapa berjuang sendiri rasanya seberat ini, ia pikir Cakra sudah ada didalam genggamannya, tapi ternyata... "Kamu udah makan belum? Kalau kamu sampai telat makan, nanti... Nanti kam-" "Taruh aja situ, nanti aku makan." Setelah mengatakan hal itu, Cakra pun berlalu pergi meninggalkan Viviane yang tampak terpaku dan tercengang atas semua sikap Cakra pagi ini. "Sayang! Jangan lupa minum obatnya ya nanti siang, aku ada pemotretan, aku nggak bisa datang. Jangan makan sembarangan ya, jangan kerja terlalu keras, jangan lupa makan buahnya, jangan..." Viviane menghentikan ucapannya ketika mobil sport Cakra sudah melaju kencang meninggalkan dirinya. Sontak airmata wanita cantik itu jatuh tak terbendung lagi, ia menangis dalam diam, terasa sakit sekali hati ini ketika kita memperjuangkan orang yang tak ingin diperjuangkan. Padahal Viviane sudah berusaha sekeras ini, sejak kecil ia hanya menatap satu pria yaitu Cakra. Cakranya yang sangat sulit untuk ia raih, harus dengan cara apa lagi dan harus seperti apa lagi. "Beri aku alasan yang kuat supaya aku bisa menyerah dengan semua ini, tolong..." Gumam Viviane yang tampak terlihat rapuh dan putus asa. *** Kepulangan Cakra ke rumah disambut bahagia oleh Melly, Rani dan Viviane. Tuan Kapoor bahkan ikut menjenguk pria yang masih berstatus sebagai tunangan putrinya itu. Tuan Kapoor memang tidak meragukan ketampanan dan kerja keras seorang Cakra. Pria itu begitu matang dan dewasa, jangan ragukan bagaimana putrinya akan sangat terjamin jika menikah dengan Cakra. Namun bagi Tuan Kapoor, harta bukanlah segalanya, yang terpenting baginya adalah kebahagiaan sang putri, putrinya bisa diratukan oleh pria yang benar-benar tulis mencintainya, itulah yang sangat ia inginkan saat ini. Ada jarak yang sedang Viviane bangun dengan Cakra, apalagi setelah tadi pagi ia sempat berdebat dengan calon suaminya itu, dimana Cakra memilih untuk pergi ke kantor padahal ia baru saja pulang dari rumah sakit. Katanya ada urusan penting yang sangat mendesak dan tidak bisa diserahkan kepada siapapun, Viviane sudah berusaha mencegah Cakra pergi, namun Cakra malah kembali mengungkit-ungkit status hubungan mereka dan berakhir menyakiti perasaan Viviane. Semua orang masih belum tahu, terutama Melly dan Rani yang seolah menulikan telinga mereka atas fakta yang terjadi antara Cakra dan Viviane, ambisi mereka untuk menjadikan Cakra dan Viviane pasangan begitu besar, sehingga mereka tidak mempedulikan lagi tentang fakta-fakta yang terjadi disekeliling mereka. "Jadi begini, soal pernikahan Cakra dan Vivi, kita udah bahas masalah ini kan Ran?" Tanya Melly pada Rani. "Iya, bulan depan kita adakan pernikahannya." Balas Rani. "Bulan depan?" Tanya Tuan Kapoor dengan tatapan terkejut, istrinya ini memutuskan segalanya secara sepihak tanpa mau berdiskusi dulu dengannya. "Bulan depan apa nggak terlalu cepat?" "Lebih cepat lebih baik Pi... Jangan lagi menunda-nunda acara sakral ini, mami udah siapin semuanya dan mami udah bicara sama WO langganan mami." Jelas Rani pada sang suami. Viviane tampak diam saja, ia yang biasanya antusias kini terlihat lebih diam. Sedangkan Cakra sejak tadi juga diam namun tanpa Viviane ketahui pria itu juga diam-diam memperhatikannya. "Kita berdua belum membahas masalah ini di rumah." Tuan Kapoor tampak menatap sang istri dengan tajam. "Nanti kita bahas bersama di rumah ya!" Bujuk Rani mencoba menenangkan sang suami. Tiba-tiba saja telepon Viviane berdering membuat semua orang yang ada disana agak terkejut tak terkecuali Cakra. "Maaf, aku terima telepon dulu." Pamit Viviane sebelum pergi meninggalkan semuanya. Melihat Viviane yang pergi entah kenapa membuat Cakra merasa tidak suka, sepertinya pembahasan tentang pernikahan mereka sudah tidak penting lagi bagi Viviane, buktinya sejak tadi Viviane hanya diam saja tanpa mau merespon seperti biasanya. "Ran, tadi aku beli manisan dijalan." Seolah memberikan kode pada Rani, Melly terus menatap sahabatnya itu tanpa henti. "Oh, iya ayo kita lihat sama-sama." Rani dan Melly pun akhirnya pergi menuju dapur meninggalkan Cakra dan Tuan Kapoor hanya berdua saja. Tuan Kapoor tampak menatap Cakra penuh akan intimidasi, hal itu tentu saja membuat Cakra menjadi agak risih, bahkan ia merasa horor saat melihat kumis pria India itu. "Jangan mengira saya tidak tau tentang perlakuan buruk kamu terhadap putri saya selama ini." Tutur tuan Kapoor secara tiba-tiba membuat Cakra langsung terkesiap dibuatnya. "Maksud om apa?" Tanya Cakra sok polos. "Kh, jangan pura-pura tidak tahu kamu. Kamu selama ini mencari Viviane hanya saat kamu sedang membutuhkannya saja, jika kamu sedang tidak membutuhkannya, maka kamu akan mencampakkannya, ya benar begitu kan?" "Om-" "Kamu tidak pernah menyukai putri saya, kamu terpaksa menerima pertunangan ini karena desakan mama kamu. Cakra, saya tidak pernah memaksa kamu untuk menikah dengan putri saya, saya juga tidak mau menyerahkan putri saya kepada pria seperti kamu. Viviane terlalu berharga untuk orang seperti kamu, saya ingin putri saya bahagia bersama dengan pria yang benar-benar tulus mencintainya, saya ingin dia diratukan oleh suaminya kelak, dan saya sudah memiliki calon yang pantas untuk Viviane. Kamu tau dia sedang menerima telepon dari siapa? Dari Rohit, teman kecilnya, pria bertanggung jawab dan pria yang akan mencintai Viviane dengan sepenuh hatinya. Kamu tidak suka orang Hindi kan? Maka setelah ini kamu bisa bebas menentukan sesuka hati kamu pasangan mana yang akan kamu nikahi, karena Viviane akan segera pergi dari kehidupan kamu." Setelah mengatakan hal itu, Tuan Kapoor pun segera pergi meninggalkan Cakra yang sedang memegangi dadanya. Rasa sesak, bahkan teramat menyesakkan itu tiba-tiba ia rasakan setelah mendengar penuturan tuan Kapoor. Membayangkan Viviane bersama pria lain bahkan tak pernah terlintas sedikitpun dalam benak Cakra selama ini, dan membayangkan hal itu ternyata membuatnya hampir saja kehilangan nafas. Viviane yang biasa mengurusinya selama lima bulan ini akan segera pergi dari kehidupannya. "Enggak, Ma! Mama!" Dan sejak saat itu, kesadaran Cakra tiba-tiba saja menghilang seolah dunianya berputar seratus delapan puluh derajat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD