Pembatalan Pertunangan

1517 Words
Hari-hari berikutnya masih tidak ada kabar mengenai Viviane, Viviane bahkan sama sekali tidak datang menjenguk Cakra. Cakra pun terlihat makin frustasi dan tersiksa seorang diri. Ia sudah berusaha melawan gengsinya, ia menghubungi Viviane duluan namun wanita itu tidak pernah mengangkat teleponnya, chat yang Cakra kirim bahkan hanya dibaca saja. Pria tampan itu tentu saja merasa sangat kesal, oh apa mungkin Viviane sedang balas dendam padanya sekarang? Tapi Cakra tahu betul jika Viviane bukan wanita seperti itu. Viviane mungkin memang benar-benar sudah lelah, lelah menghadapi Cakra yang sangat labil dan seenaknya. "Mau kemana sayang?" Tanya Melly pada sang putra yang tengah mengenakan jaket. "Mau ke... Mau ke rumah Vivi ma." Jawab Cakra membuat Melly mendelik heran. "Tumben? Emang ada apa?" "Eum..." "Kamu nggak usah khawatir tentang pembahasan mama sama Tante Rani, semuanya udah clear kok. Viviane sekarang juga udah dekat sama teman kecilnya namanya itu lho, Rohit, iya. Mereka juga katanya ada kerja sama, Vivi bilang sama mama kalau dia sibuk banget sampai nggak ada waktu, dia kebetulan jadi BA salah satu brand elektronik milik perusahaannya Rohit." Jelas Melly membuat Cakra membulatkan kedua matanya. "Viviane nggak bilang sama aku ma, dia... Dia nggak minta izin, biasanya dia kalau mau kerja sama siapapun dia pasti akan laporan dan izin sama aku ta-" "Ka... Kan itu dulu sayang, sekarang kalian sudah masing-masing, jadi dia nggak perlu izin segala dari kamu. Lagipula untuk apa juga? Kamu kan bukan siapa-siapanya Vivi." Sahut Melly membuat d**a Cakra kembali dipenuhi sesak yang semakin menusuk-nusuk. "Tapi ma..." Lidah Cakra kembali kelu, suaranya seolah tersendat karena rasa tak nyaman dikerongkongan dan dadanya yang kembali sesak seperti terhimpit sesuatu. Bahkan untuk menelan ludah saja rasanya sakit, sakit sekali. "Kamu sebaiknya istirahat ya di rumah. Mama mau buat kue kesukaan kamu." Ujar Melly. "Aku mau ke rumah Viviane bentar ma, bentar aja." Pinta Cakra. "Ya udah kalau gitu terserah kamu, semoga aja dia ada di rumah." "Hm, aku pergi ma!" Pamit Cakra, lalu iapun segera pergi menuju rumah Viviane. Sedangkan Melly yang melihat itu sebenarnya merasa kasihan, tapi kembali lagi, ini semua demi kebaikan putranya. *** Hanya dengan berjalan kaki saja melewati beberapa rumah, Cakra sudah hampir sampai di rumah Viviane. Saat hampir sampai, pria itu tampak ragu saat ingin berkunjung ke rumah Viviane. Ia bahkan belum pernah datang ke sana seorang diri kecuali bersama dengan mamanya. Ada debaran aneh dalam hatinya, dan rasanya sungguh tidak nyaman, Cakra ingin kembali pulang tapi... Ia juga rindu dengan Viviane. Ini sudah tiga hari dan belum ada kabar juga mengenai tunangannya itu. Tidak! Bukankah Viviane sekarang sudah bukan tunangannya lagi? Tapi kenapa? Kenapa? Sontak langkah Cakra tiba-tiba terhenti saat ia tak sengaja melihat adegan yang sangat menyayat-nyayat hatinya. Adegan yang belum pernah ia lihat sebelumnya, adegan yang bahkan tak pernah terlintas sedikitpun didalam benaknya dan iapun tak pernah mau membayangkannya. "Lihatlah perempuan cantik ini, aku bahkan tidak pernah menyangka kamu akan bisa menjelma menjadi bidadari seperti ini. Padahal dulu kamu itu cukup tomboy." Ujar Rohit pada Viviane. Mereka saat ini sedang berada didepan rumah Viviane, Rohit baru saja membukakan pintu mobil untuk Viviane, mereka berdua baru saja keluar bersama karena suatu pekerjaan. Viviane pun tampak tersipu malu saat Rohit memujinya dengan sedemikian rupa. "Itu dulu Rohit, ya jelas bedalah sama yang sekarang. Aku bukanlah Viviane yang dulu lagi, yang suka kamu usili dengan sesuka hati." Tutur Viviane. "Oh ya? Masa?" Tanya Rohit dengan nada menggoda, tatapannya pada Viviane bahkan membuat Cakra mengepalkan kedua tangannya, Cakra paham betul tatapan yang Rohit tujukan pada Viviane bukanlah sekedar tatapan biasa, itu adalah tatapan penuh nafsu dan hasrat yang tersembunyi. Lihatlah tangan Rohit bahkan sudah mulai terangkat untuk menyentuh lengan Viviane yang hanya diam saja, hal itu tentu saja membuat Cakra naik pitam, pria itu tentu saja tidak suka wanitanya sampai disentuh-sentuh oleh pria lain. "Kurang ajar!" Buagh! "Astaga!" Pekik Viviane dengan penuh kepanikan. "Apa yang kamu lakukan b******k?" Seru Rohit tak terima. Pria itu juga langsung melayangkan pukulan ke sudut bibir Cakra hingga pria tampan itu hampir saja terjatuh. Cakra lalu memegangi sudut bibirnya, bau anyir langsung tercium, tidak! Bibirnya berdarah, Cakra tidak suka ini, tapi ia juga tidak mungkin menunjukkan kelemahannya sekarang. "Rohit, kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Viviane pada Rohit dengan tatapan khawatir, melihat itu tentu saja membuat hati Cakra seperti tertusuk sembilu. "Tidak apa-apa Vi, sebenarnya siapa dia? Kenapa dia tiba-tiba memukulku?" Tanya Rohit pada Viviane. "Jangan lagi kamu berani-beraninya menyentuh tunangan saya, saya tidak akan pernah membiarkan laki-laki manapun berbuat seenaknya pada Viviane." Tegas Cakra pada Rohit, mendengar itu, tentu saja Viviane merasa kaget. Tidak biasanya Cakra seperti ini, bahkan sampai bertindak diluar batas. "Oh ya? Benar dia tunangan kamu Vi? Kata ayahmu kamu single, jangan-jangan dia cuma ngaku-ngaku lagi, kamu kan model dan banyak fansnya." Tanya Rohit pada Viviane. "Rohit, sebaiknya kamu pergi sekarang, besok kita ketemu lagi, ya! Maaf kalau dia tiba-tiba pukul kamu." "Kenapa kamu minta maaf Vi? Dia pantas dapatin itu." Protes Cakra. Viviane bahkan tak mempedulikan Cakra sama sekali. "Rohit please..." Pinta Viviane dengan penuh permohonan pada Rohit. "Baiklah, besok aku jemput kamu seperti biasa. Aku pergi dulu. Kalau dilihat-lihat, dia tidak ada apa-apanya. Wajahnya bahkan seperti bayi, pukulanmu kurang keras dude! Belajar bela diri lebih giat lagi ya!" Tutur Rohit pada Cakra sambil menatap Cakra dengan tatapan remeh, lalu pria India itupun segera pergi meninggalkan Viviane dan juga Cakra. "b******k!" Umpat Cakra dengan suara yang hampir tak terdengar. Tatapan Cakra lalu beralih kearah Viviane. Ia menatap Viviane dari atas sampai bawah, ia tak suka, demi Tuhan ia tak suka melihat wanitanya memakai pakaian seksi seperti ini, Viviane selalu saja, selalu saja membuat Cakra kesal setengah mati karena pakaian yang ia kenakan. "Bisa nggak sih, bisa nggak nggak pakai baju kayak begini lagi? Udah berapa kali sih aku bilang jangan suka pakai pakaian yang mempertontonkan bagian tubuh sensitif kamu. Pakai pakaian sewajarnya aja, kenapa sih harus selalu pakai baju ketat dan terbuka kayak begini? Ini alasan kamu nggak jenguk aku selama tiga hari, kamu bahkan nggak bisa aku hubungi, kamu juga nggak pernah hubungi aku. Kamu kerja sama sama pria itu, dan kamu nggak cerita apa-apa sama aku, kam-" "Udah cukup bicaranya? Masih mau bicara lagi?" Sahut Viviane dengan tatapan tak suka, bukan lagi tatapan teduh yang selalu ia berikan pada Cakra selama ini, tapi sekarang Viviane menatap Cakra dengan tatapan penuh kebencian. "Vi..." Suara Cakra seperti tercekat, sakit sekali melihat sikap Viviane yang seperti ini kepadanya. "Kita udah selesai ya kalau kamu lupa." Tegas Viviane. "Selesai? Selesai apa mak-" "Kamu nggak perlu pura-pura nggak tau kayak gitu deh, Tante Melly pasti udah jelasin semuanya sama kamu. Semuanya udah sesuai keinginan kamu, kami semua udah nggak mau maksa-maksa kamu lagi. Lagipula aku juga pengen bahagia, aku mau kejar kebahagiaan aku sendiri. Kalau akhirnya kita emang nggak berjodoh lalu aku harus apa? Aku sadar kalau sampai kapanpun kamu nggak akan pernah bisa cinta sama aku, aku juga sadar kalau kita ini berbeda." Jelas Viviane dengan nada menggebu-gebu, rasa sesak yang semakin menghimpit d**a Cakra membuat pria itu merasa amat tersiksa. Ia ingin sekali menyangkal semua ucapan Viviane tapi, tapi lidahnya seakan kelu. "Tapi... Tapi aku, tapi aku ci..." "Rohit dan aku sama-sama orang India, kami punya culture yang sama, dan kami pun satu frekuensi. Kamu nggak bisa ngatur-ngatur aku seenaknya lagi sekarang, kita udah nggak bisa sama-sama lagi. Dipaksa kayak apapun juga hubungan kita nggak akan pernah bisa berhasil karena cuma aku aja yang berjuang, sedangkan kamu selalu aja nolak aku. Caka... Mulai sekarang kamu bisa bebas pilih wanita manapun yang kamu suka, kamu bisa bebas menentukan dengan siapa kamu akan menikah. Aku udah relain kamu, dan aku udah benar-benar bisa lepasin kamu." Jelas Viviane panjang lebar. "Enggak Vi, a-" "Jangan cari aku lagi, aku tau kamu cari aku karena kamu cuma butuh aku. Sekarang udah ada Tante Melly, Tante Melly akan selalu ada untuk jagain kamu. Aku sekarang sibuk, aku sibuk banget sama kerjaan aku, dan aku ingin membangun karir aku, aku pengen jadi model internasional." Tutur Viviane sebelum masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Cakra yang masih terdiam terpaku setelah mendengar perkataan Viviane. "Jangan biarin mas Cakra masuk pak!" Ujar Viviane pada satpam yang langsung menutup pintu gerbang. "Siap non." Balas satpam tersebut. Cakra yang sadar pun segera menghampiri gerbang rumah Viviane, menggedor-gedornya dengan kencang. "Enggak Vi! Viviane! VIVIANE!!!" Teriak Cakra dengan penuh rasa frustasi. "Maaf mas Cakra, saya cuma jalanin tugas aja, mas Cakra nggak boleh masuk." Tutur satpam tersebut pada Cakra. "Iya pak." Balas Cakra dengan senyuman paksa. Cakra lalu bersandar pada pintu gerbang, mengusap wajahnya dengan kasar, tak mempedulikan sudut bibirnya yang masih mengeluarkan darah segar. "Enggak Vi, bukan begini yang aku mau, bukan seperti ini." Ungkap Cakra dengan penuh rasa frustasi. Airmatanya perlahan jatuh, ia menangis dalam diam, dalam kehampaan yang luar biasa tanpa Viviane. Viviane yang sudah ia sakiti hatinya, dan kini lebih memilih pergi meninggalkannya. Cakra yang t***l dan bodoh, kini ia sadar jika bukan ini yang ia inginkan, kepergian Viviane harusnya bisa membuatnya semakin bebas, namun ternyata dugaannya salah besar. Hatinya tak sekuat itu, ia salah besar mengira perasaannya, ia sejatinya sudah jatuh sejatuh-jatuhnya pada Viviane, tapi ia tidak pernah mau mengakuinya. Namun sekarang... Semuanya mungkin sudah terlambat...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD