Pria Yang Lemah

1559 Words
Memimpin perusahaan konstruksi besar seperti PJP sendirian tidaklah mudah bagi seorang Cakra. Meskipun ia memiliki gelar yang mumpuni, koneksi yang luas dan partner kerja yang berkompetensi. Namun tetap saja, menjadi pemimpin untuk nama besar seperti PJP bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan seorang diri. Cakra sudah berusaha mati-matian selama tiga tahun terakhir ini, ia bekerja keras tanpa kenal lelah. Bekerja, bekerja dan terus bekerja tanpa kenal waktu, sampai ia lalai mengurus dirinya sendiri. Dan puncaknya, adalah saat ini. Cakra sepertinya sudah tidak sanggup lagi. Cakra sedang berada di kantor, ia harus mempelajari berkas sebelum meeting bersama perwakilan perusahaan konstruksi asal Swiss. Lihatlah pria tampan itu bahkan bisa belajar dan bekerja dimana saja, Cakra hanya sedang lelah dan suntuk, namun otak jeniusnya harus dipaksa berpikir dengan keras untuk proyek besar ini. "Selamat pagi pak Cakra, meetingnya sepuluh menit lagi pak, mohon bersiap-siap." Ujar Ardan, sekretaris Cakra. Cakra tidak suka sekretaris perempuan karena ia tak mau sampai ada skandal, Cakra lebih suka bekerjasama dengan sesama jenis dari pada lawan jenis. "Kamu siapkan berkas yang kemarin sudah saya periksa, saya mau telepon Frans dulu." Tutur Cakra. "Baik pak, oh ya apa bapak butuh sesuatu? Sepertinya bapak kurang sehat hari ini." Ardan memang cukup perhatian pada Cakra, melihat Cakra yang bekerja sendirian untuk perusahaan milik dr. Hansel membuatnya merasa prihatin. "Buatin aja saya kopi kayak bi-" "Nggak ada kopi-kopian, mas Ardan tinggalin aja dia sendirian! Biar saya yang urus dia." Sahut Viviane yang baru saja datang dengan membawa tas berisi makanan dan minuman sehat untuk calon suaminya itu. "Ck!" Melihat kedatangan Viviane, Cakra pun langsung berdecak kesal. "Baik mbak, pak Cakra, baik-baik ya sama calon istrinya." Ungkap Ardan menggoda Cakra. "Diam kamu!" Seru Cakra dengan nada kesal, Ardan pun tampak tersenyum geli, lalu segera pergi meninggalkan Cakra dan Viviane setelah mengambil beberapa berkas yang harus ia siapkan. "Pagi-pagi tadi aku harus pergi ke tokonya papi untuk pemotretan, tadi aku sempet telepon Susi supaya siapin makanan kamu, Tante Melly kan lama di Surabayanya, jadi aku takut Susi kelupaan nyiapain makanan kamu sayang." Jelas Viviane sambil menyiapkan makanan yang ia bawa untuk calon suaminya itu, Viviane memasak sendiri makanan itu, ia sudah berkonsultasi pada ahli gizi Cakra dan sudah membuat makanan yang pas sesuai anjuran dokter. "Masakannya Susi nggak enak, aku makan ramen." Cakra memang sengaja memancing emosi Viviane, ia tahu Viviane pasti akan marah dan pergi, tapi rupanya Viviane tetap bersikap tenang. "Nggak apa-apa, sekali-kali makan ramen yang penting nggak sering." Gumam Viviane. "Kamu nggak marah?" Tanya Cakra. "Kamu mau aku marah? Mau buat aku marah supaya aku pergi gitu kan? Jangan harap!" Viviane menatap Cakra agak kesal. "Sepuluh menit lagi aku ada meeting Vi, kamu balik aja!" "Ini udah jam satu siang ya kalau kamu nggak tau, udah waktunya kamu makan, sekarang aku tanya, kamu udah makan siang belum? Jawabannya pasti belum kan?" Desak Viviane. "Nanti aku makan Vi... Setelah meeting aku pasti makan ya ampuuun..." Cakra mengusap wajahnya dengan kasar lalu mendekat kearah Viviane dan melihat makanan yang disajikan oleh wanita seksi itu. "Makan apa kamu? Makan yang bikin perut kamu kumat lagi? Lihat wajah kamu pias gini, ini pasti gara-gara ramen instan tadi pagi kan?" Viviane kembali kesal saat melihat wajah pucat Cakra, demi Tuhan pria itu baru saja membaik setelah maagnya kambuh, dan sekarang Cakra malah membuat ulah lagi. "Kalau kamu mau makan mie atau sejenisnya, kamu bisa bilang sama aku. Mie ramen yang sehat sekarang udah banyak dijual di restoran terkenal, rasanya bahkan jauh lebih enak bila dibanding sama ramen instan yang kamu makan itu. Aku bisa orderin kamu setiap hari kalau kamu pengen sayang... Please dong kamu tuh care sama diri kamu sendiri, kamu tuh pengen mati muda atau gimana sih sebenernya?" "Ya enggak lah Vi, kamu jangan ngomong kayak gitu! Sini-sini aku makan, kamu jangan ngomel-ngomel terus ya, nih aku makan nih masakan kamu, udah ya cukup ya ngomelnya, aku sebentar lagi meeting Vi, nanti kepala aku bisa pecah kalau kamu ngomel-ngomel mulu." Ucapan Cakra barusan bukannya membuat Viviane marah namun ia justru menahan senyuman gelinya. Mudah sekali sih ia diluluhkan oleh seorang Cakra, hanya dengan melihat wajah imut dan tampannya saja, Viviane sudah merasa gemas sendiri. "Kamu harusnya masih makan makanan lembut dulu, nasi lemes, bubur ayam, kayak gitu-gitu." "Bubur ayam buatan Susi nggak enak Vi, yang ada bikin aku mual." "Tapi kamu bisa makan bubur ayam buatan aku." "Ya karena bubur ayam buatan kamu enak, rasanya beda." Upsss... Kenapa Cakra malah keceplosan. "Yang bener enak? Kamu suka kan?" Tanya Viviane dengan tatapan menggoda. Sial demi apapun, bagaimana mungkin Cakra bisa keceplosan seperti ini, yang ada Viviane akan semakin besar kepala dibuatnya. "Ngomong apa aku tadi? Salah denger kali kamu." Mendengar itu Viviane pun tampak tersenyum gemas, sudah kepergok tapi masih aja ngeles. "Gemes deh." Gumam wanita itu sambil mencubit pipi Cakra yang memerah karena malu. "Vivi... Aku lagi makan nih!" Seru Cakra dengan tatapan kesalnya, namun Viviane justru malah semakin gemas melihatnya. "Iya-iya maaf, lanjut makan gih!" Viviane malah mengelus-elus pipi halus Cakra yang seperti p****t bayi, dan hal itu malah membuat Cakra seperti tersengat oleh listrik bertegangan tinggi. "Kita cepetan nikah yuk! Biar aku bisa ngurus kamu dan masakin kamu tiap hari, aku akan rawat kamu, aku akan selalu pastiin kesehatan kamu, kamu nggak akan sakit-sakit lagi kayak gini, ada aku yang selalu jagain kamu." "Kamu pikir aku selemah itu apa?" "Aku nggak bilang kamu lemah Caka sayaaang..." "Kita udah pernah bahas kan sebelumnya kalau aku belum bisa mastiin hubungan kita berdua, ini semua ulah mama Vi, keinginan mama, bukan keinginan aku." Tegas Cakra membuat Viviane hanya bisa tersenyum kecut, ya selalu saja seperti ini ketika Viviane menanyakan perihal pernikahan, memangnya apa yang bisa ia harapkan dari seorang Cakra yang tidak jelas itu? Viviane sudah tahu akan seperti ini tapi ia selalu saja masih nekad juga. "Kita kayak gini aja dulu kalau gitu, aku nggak apa-apa kok. Yang penting aku bisa deket sama kamu. Aku siapin minuman herbal kamu dulu, makan yang banyak yah!" Setelah mengatakan hal itu Viviane pun buru-buru berdiri menuju meja yang lain tempat dimana ia meletakkan termos berisi minuman herbal milik Cakra. Tanpa bisa wanita itu cegah, airmatanya pun jatuh begitu saja, selama lima bulan ini ia sudah berusaha begitu keras, ia selalu ada untuk Cakra kapanpun pria itu membutuhkannya, namun kenapa hal itu masih saja belum cukup mampu untuk membuka hati pria oriental itu untuknya. Entah sampai kapan Viviane akan menunggu, yang jelas akhir-akhir ini ia sendiri mulai merasa lelah dan jenuh dengan semua ketidak pastian ini. *** Meeting dengan perwakilan PT. Indoswiss Internasional berlangsung agak lama dan terjadi negosiasi yang cukup sulit. Bagaimana tidak, pimpinan perusahaan itu menginginkan CEO PJP untuk meninjau proyek secara langsung, mereka tidak mau ada perwakilan atau pun utusan dari PJP. Yang mereka inginkan adalah CEO nya langsung jadi mau tidak mau Cakra harus menghubungi Hans untuk kembali ke perusahaan atau setidaknya membantunya untuk kali ini saja. Setelah meeting selesai dan berhasil membuat kesepakatan, Cakra yang sejak tadi menahan rasa mualnya pun segera berjalan cepat menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya. "Huek!" Pria tampan itu muntah beberapa kali hingga tubuhnya meluruh dan berpegangan pada closet dengan erat. "Mas! Mas Cakra baik-baik saja mas?" Frans terdengar menggedor-gedor pintu toilet memastikan keadaan Cakra. Cakra meremas perutnya yang tiba-tiba melilit, keringat dingin mulai bermunculan dipelipisnya. Cakra pun merutuki kebodohannya, inilah akibatnya jika ia tidak menurut dan meremehkan nasehat Viviane, disaat ia sakit seperti ini, wajah Vivianelah yang selalu muncul didalam benaknya. Karena selain sang mama, hanya Viviane sajalah yang selalu mampu memahami dirinya. Mamanya punya bisnis sendiri dan tentu saja jarang ada waktu untuknya, sedangkan Viviane tidak, Viviane selalu berada disampingnya meskipun Cakra mengusirnya sekalipun. "Saya nggak apa-apa Frans." Dusta Cakra setelah keluar dari dalam toilet dengan sempoyongan. Frans pun buru-buru memapah pria tampan itu. "Kita ke rumah sakit saja mas." "Nggak-nggak! Nggak perlu, saya baik, nggak perlu ke rumah sakit segala." Tolak Cakra. Frans pun segera mendudukkan Cakra di atas sofa. "Saya bisa mengatasi masalah ini bersama Ardan mas, mas bisa istirahat selama mungkin di rumah." "Nggak bisa Frans, ini proyek besar, ini menyangkut wasiat almarhum Pak Darmawan." Tutur Cakra. "Saya akan menemui Tuan Hansel mas, beliau harus tau dan mau kembali lagi kesini untuk memimpin perusahaan. Mas Cakra sudah terlalu lelah, mas Cakra nggak bisa memaksakan diri lagi mas." Ujar Frans. "Hhh... Apa dia mau kembali lagi kesini Frans? Saya masih mampu u-" "Saya akui mas Cakra memang mampu dan jenius, tapi mas Cakra juga manusia biasa, mas Cakra bukan robot. Robot saja bisa rusak jika terlalu sering bekerja. Sudah cukup selama tiga tahun ini mas, mas Cakra harus segera mengambil tindakan." Sahut Frans. "Besok aja Frans, besok kamu temui pak Hansel di rumah sakit tempatnya bekerja." Ucap Cakra. "Baik mas." Angguk Frans. Cakra lalu terdiam sejenak, dari tadi ia tak melihat kehadiran Viviane apakah wanita itu sudah pulang? "Vivi-" "Sudah pulang sejak tadi mas, dia berpesan supaya mas Cakra meminum obat selesai meeting." Sahut Frans. Cakra pun menghela nafas berat, perutnya sudah sesakit ini minum Antasida pun percuma saja. Ini memang salahnya makan mie instan padahal lambungnya belum sembuh benar. 'Aku sakit Vi, kamu dimana?' gumamnya dalam hati sambil meletakkan tangan kanannya diatas kepala. "Saya permisi dulu mas!" Pamit Frans. "Hm." Balas Cakra dan Frans pun segera pergi meninggalkan Cakra yang sedang menangis dalam diam. Ya hanya Viviane dan mamanyalah yang tahu bahwa Cakra akan selalu menangis ketika dirinya sedang sakit dan butuh pelukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD