Malam yang indah baru saja dilewati Nadine dan Nathan, mereka masih terbuai oleh mimpi walau matahari sudah mengeluarkan sinarnya.
"Astaga! Apa yang sudah aku lakukan semalam? Apa aku dan Nadine ... " ucapan Nathan terhenti saat ia melihat Nadine membuka mata, lalu tersenyum cerah.
"Pagi, Mas," sapa Nadine yang hanya terbalut selimut tanpa memakai pakaian.
"Apa yang kita lakukan semalam?" tanya Nathan ketus kedua bola matanya membulat sempurna, tubuhnya mendadak gemetar. Ia bangun dari tempat tidur melihat bagian bawahnya yang tak memakai apa-apa.
"Semalam, kita hanya bersenang-senang kenapa sih kamu kok syok gitu? Kayak baru pertama kali aja melakukannya!" ketus Nadine.
Nathan memang sudah beberapa kali melakukan hubungan dengan wanita, tetapi ini adalah kali pertama ia melakukannya dengan Nadine. Ia ragu kalau semalam ia melakukannya dengan Nadine, karena semalam kepalanya sangat sakit entah obat apa yang sudah diberikan Nadine, yang pasti Nathan tak mengingat apapun sekarang.
"Apa kamu sudah gila! Kamu menjebak aku ya! Apa rencanamu sebenarnya? Hah!" bentak Nathan sambil memakai kembali pakaiannya.
"Kamu kenapa sih? Kita 'kan sudah lama berpacaran jadi wajar dong kalau kita melakukannya, lagipula kita ini sudah sama-sama dewasa. Jangan Munafik deh!" sahut Nadine kesal.
"Aku kecewa sama kamu, aku pikir kamu wanita baik-baik tapi ternyata kamu nggak ada bedanya dengan wanita panggilan!" hardik Nathan, lalu berlari kecil menuju pintu keluar.
"Apa katanya, aku wanita ... Mas tunggu!" teriak Nadine. Ia tidak terima dikatakan wanita panggilan oleh Nathan.
Nadine berlari mengejar Nathan dan menahan tangannya yang hendak membuka pintu apartemen, "Lepas!" bentak Nathan.
"Tarik ucapanmu tadi! Aku ini bukan perempuan seperti itu, aku hanya ingin berterimakasih untuk semua yang sudah kamu berikan ke aku," teriak Nadine matanya terlihat berkaca-kaca.
"Lapas! Aku udah nggak ada waktu untuk main-main denganmu, aku mau kita putus, sekarang!" Nathan menarik tangannya kasar berjalan meninggalkan Nadine.
"Putus katamu? Setelah apa yang kita lakukan semalam, kamu mau putus? Aku nggak akan melepaskan-mu Mas! Nggak akan! Kamu itu aset berharga bagiku," gumam Nadine sambil tersenyum puas. Ia kembali masuk ke dalam dan menutup pintu, rencananya untuk mengikat Nathan berhasil ia juga sudah mendapatkan bukti video. Video itu adalah senjata Nadine, seandainya ia hamil dan Nathan tidak mau bertanggung jawab.
Nathan sama sekali tak mengingat apa yang sudah ia lakukan semalam kepalanya masih terasa sakit ia yakin tak melakukan apapun pada Nadine, lalu kenapa ia dan Nadine tak memakai pakaian, kenapa ia dan Nadine berada di atas tempat tidur? Seingatnya ia memang melihat Nadine berada di atas tubuhnya, tetapi setelah itu ia sudah tak mengingat apapun lagi.
"Aaarrrggghh! Sial! Wanita itu sudah menjebak-ku!" teriak Nathan. Ia sama sekali tak memiliki perasaan apapun pada Nadine ia hanya menganggap Nadine sama seperti perempuan matre pada umumnya. Ia hanya hobi mempermainkan perempuan matre dan rela menghabiskan banyak uang untuk mereka.
"Alika," ucapnya pelan ia mulai menyadari kesalahannya ia merasa bersalah pada Alika, tetapi ia tak ingin menunjukkannya penyesalannya di depan Alika.
Setelah tiba di apartemen ia melihat Alika sudah memakai pakaian kerja, Alika terlihat sangat cantik hingga membuat jantung Nathan berdebar tak karuan.
"Pak Nathan," sapa Alika, ia mencoba mengatur nafas agar tak emosi saat melihat Nathan baru pulang. Melihat penampilan Nathan yang berantakan sudah jadi jawaban, sepertinya semalam mereka habis melakukan pertempuran hebat.
"Tunggu Saya sebentar! Kita berangkat kerja sama-sama," kata Nathan.
"Nggak usah Pak, biar Saya berangkat naik taksi," sahut Alika karena percuma kalaupun ia berangkat kerja bersama Nathan ia pasti akan diturunkan dijalan karena Nathan tak ingin status pernikahan mereka diketahui oleh orang kantor.
"Ya sudah kalau itu mau kamu, Saya mau mandi dulu." Nathan berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap, ia sama sekali tak memaksa Alika untuk ikut satu mobil dengannya. Wajah Alika terlihat sangat kecewa ia semakin menyadari posisinya.
"Saya sudah bikinin sarapan, Pak Nathan sarapan dulu ya sebelum berangkat!" teriak Alika.
"Iya, nanti Saya makan," sahut Nathan.
Nathan berdiri di bawah kucuran air shower ia menyadari kesalahannya pada Alika, itu sebabnya ia tak berani menatap Alika. "Maafkan aku," gumamnya pelan sambil memejamkan kedua bola matanya.
Alika berjalan menuju parkiran untuk mencari taksi, setelah ia menjadi istri Nathan dan tinggal di apartemennya ia diberikan satu kartu ATM oleh Nathan itu adalah nafkahnya selama satu bulan diluar gajinya sebagai sekretaris Nathan.
Mau tidak mau Alika menerima pemberian Nathan karena ia tidak memiliki uang sama sekali, lagipula Nathan sudah menjadi suaminya jadi wajar kalau Nathan memberikan nafkah lahir padanya.
Sesampainya Alika di kantor ia mulai mengerjakan pekerjaan yang sudah tertunda beberapa minggu, saat ia sedang sibuk mengetik dan mengecek beberapa berkas ia dikejutkan dengan kedatangan wanita cantik bertubuh seksi seperti seorang model, sudah berdiri di depannya.
"Mas Nathan mana?" tanya wanita cantik itu Alika mengangkat wajahnya ke atas ia melihat wanita yang ternyata. Mbak Nadine, batinnya.
"Pak Nathan belum datang, mungkin dia datang terlambat hari ini," jawab Alika. Ia mencoba mengatur nafasnya agar bisa bersikap biasa saja saat ini, walau hatinya terasa sakit dan ingin menangis melihat wanita yang baru saja menghabiskan satu malam dengan suaminya.
"Oh ... kalau gitu aku tunggu dia di dalam. Oh iya, apa akhir-akhir ini ada wanita yang datang kesini selain aku?" tanya Nadine ia mendekati Alika.
"Setau Saya nggak ada yang datang ke sini selain Mbak Nadine," jawab Alika, lalu mulai menyibukkan diri lagi.
"Oh, bagus kalau gitu. Jangan bilang sama Mas Nathan kalau aku ada di dalam! Aku mau bikin kejutan untuknya," pinta Nadine sambil tersenyum cerah.
"Iya, Mbak," sahut Alika pelan.
Tak lama setelah Nadine masuk ke dalam ruangan Nathan, terlihat dari kejauhan seorang lelaki tampan sedang berjalan menuju Alika. Lelaki itu adalah Nathan yang berlari tergesa-gesa karena baru kali ini ia terlambat datang ke kantor. Ia selalu memberikan contoh baik pada karyawan dan mengedepankan kedisiplinan, tetapi hari ini ia yang datang terlambat.
"Bagaimana? Apa kamu sudah mengecek ulang semua berkas?" tanya Nathan dengan nafas yang tak beraturan.
"Sudah, Pak," sahut Alika.
"Bawa semuanya ke ruangan Saya. Sekarang!" titah Nathan sebelum masuk ke dalam ruang kerjanya. Kedua bola matanya membulat sempurna saat ia melihat Nadine sedang duduk di atas meja.
"Hay, Mas," sapa-nya sambil tersenyum manja.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Nathan, ketus.
"Aku mau minta maaf," sahut Nadine.
Apa Alika tau tentang keberadaan Nadine, lalu kenapa dia diam saja? Astaga! Mau apa sebenarnya wanita ini? Bagaimana kalau Alika tau tentang kejadian semalam? gumam Nathan dalam hati sambil menghapus keringat dingin yang mengucur di keningnya.
"Cepat keluar dari sini! Aku banyak kerjaan," hardik Nathan.
"Mas! Kamu apa-apaan sih! Aku datang ke sini karena mau meminta maaf." Nadine berjalan mendekati Nathan hingga kedua mahkotanya menempel di tubuh kekar Nathan. "Ayo kita lakukan lagi di sini," bisik-nya manja.
"Cepat keluar dari sini!" hardik Nathan sambil menunjuk pintu.
"Jangan galak-galak dong! Perlakukan aku seperti semalam," bisik Nadine sambil mengecup bibir Nathan dengan mesra.
Tiba-tiba suara pintu terbuka, Alika lupa mengetuk pintu. Kebiasaan buruknya terulang kembali di momen yang tidak pas, ia melihat bibir Nathan dan Nadine sedang beradu mesra.
Nafasnya terasa sangat sesak ia sudah berusaha memalingkan wajah agar tak melihatnya, tetapi bayangan kemesraan mereka berdua sudah terekam jelas di kepalanya.
"Ma-maaf, Pak. Saya lupa mengetuk pintu," ucap Alika pelan, ia kembali menutup pintu berjalan ke meja kerjanya, lalu terduduk lemas.