Alika terdiam wajahnya memerah karena malu dan juga grogi, apa yang dikatakan Mas Nathan tulus dari hatinya? gumamnya dalam hati. Tak lama terdengar suara terkekeh tawa Nathan pun pecah.
"Jangan kepedean kamu! Cepat temani Saya makan malam, soal ciuman tadi. Lupakan saja!"
Deg!
Alika mendadak tak bisa lagi berkata-kata saat mendengar Nathan menyuruhnya melupakan soal kecupan mesra yang baru saja terjadi. Rasa hangat bibir Nathan saja masih terasa bagaimana caranya ia bisa melupakan kecupan tadi. Ternyata dia hanya mempermainkan perasaanku bodohnya aku yang terbawa perasaan, batin Alika.
"Cepat temani Saya makan malam!" teriak Nathan dari ruang makan.
"Iya, sebentar," sahut Alika ia turun dari tempat tidur dengan malas, ia mencoba untuk bersikap biasa saja di depan Nathan.
Alika melayani Nathan di meja makan ia mengambilkan makan malam dan menemani Nathan makan, walau hati Alika masih saja memikirkan kecupan mesra tadi Alika tak bisa memalingkan pandangannya ke bibir merah Nathan, saat Nathan mengunyah makanannya hati Alika bergetar, ia masih mengingat jelas saat bibir Nathan melumat bibirnya tadi.
"Kamu nggak makan?" tanya Nathan.
"Ah, Say-Saya belum lapar, tadi 'kan Saya udah makan," sahutnya gugup.
"Mau Saya suapin?" goda Nathan sambil tersenyum lebar.
"Nggak perlu!" ketus Alika.
Andai Nathan tak mengatakan kata-kata romantis tadi mungkin Alika tidak akan jadi salah tingkah seperti ini. Nathan memang paling pandai mempermainkan perasaan wanita termasuk perasaannya. Alika sadar posisinya, ia menikah dengan Nathan bukan karena mereka saling cinta, tetapi karena paksaan warga.
Alika please jangan baper! Pak Nathan itu masih waras mana mungkin dia mau sama wanita miskin dan ceroboh kayak kamu, gumam Alika dalam hati ia mencoba menyadarkan dirinya sendiri agar ia tidak terbawa perasaan lagi.
"Saya sudah selesai, Saya mau mandi. Persiapkan dirimu untuk pertempuran malam ini," goda Nathan ia mengedipkan sebelah matanya ke Alika.
Alika tertunduk ia menyibukkan diri dengan membereskan piring dan mencucinya. Nathan mendekati Alika, lalu membisikan kata-kata yang membuat jantung Alika berhenti berdetak sejenak. "Aku akan membuatmu tak bisa melupakan malam ini, persiapkan dirimu! Aku tunggu di kamar," bisik Nathan nafasnya terasa hangat.
Alika menghela nafas lega saat Nathan sudah berjalan ke kamar, ia menghapus keringat dingin yang mengucur di keningnya. Astaga, please Alika jangan baper! gerutunya dalam hati.
Alika berjalan pelan, saat ia sudah selesai membereskan pekerjaannya di dapur, walau takut dan gugup tetapi ia tau ini adalah kewajibannya sebagai istri ia ingin menjadi istri yang baik dan ia percaya suatu saat nanti, ia bisa mendapatkan hati Nathan.
Tok tok tok!
Astaga! kenapa aku mengetuk pintu, gumam Alika ia menyadari kebodohannya karena gugup.
"Masuk!" teriak Nathan dari dalam kamar.
"Pak," sapa Alika, ia sangat gugup hingga tak tau harus bertingkah seperti apa.
"Ngapain kamu mengetuk pintu? Kamu pikir ini di kantor," ketus Nathan.
"Maaf," sahut Alika.
"Buka pakaianmu!" titah Nathan yang sudah siap dengan posisinya di atas tempat tidur.
"Tap-tapi."
"Apa kamu mau Saya yang membukanya," desis Nathan sambil memicingkan kedua bola matanya.
Nathan mengubah posisinya, ia turun dari tempat tidur lalu mematikan lampu menyisakan lampu tidur yang berada di atas meja, "Suasana romantis ini sangat cocok untuk melakukan malam pertama," bisik Nathan tepat di telinga Alika tangannya mulai melepas tali gaun tidur Alika. Saat Nathan ingin mengecup bibir Alika, tiba-tiba suara ponsel memecah keheningan di dalam kamar.
Nathan menghidupkan lampu dan mengambil benda pipih hitam yang berada di atas kasur, ia melihat panggilan dari Nadine.
"Halo, Mas, tolong aku. Kamu kesini sekarang! Tolong Mas," lirih Nadine nadanya seperti orang yang sedang mengalami kesulitan.
"Kamu kenapa? Kamu dimana sekarang?"
"Kamu kesini sekarang! Aku butuh bantuan kamu," rengek Nadine.
"Oke, oke, aku ke sana sekarang. Kamu tunggu sebentar, kamu sherlock lokasinya!"
Nathan mengambil kunci mobil dan memakai pakaiannya ia tampak sangat khawatir dan terburu-buru bahkan ia sama sekali tak menoleh Alika.
Alika tau yang menelpon Nathan adalah Nadine kekasihnya, ia tau posisinya sekarang adalah istri tetapi posisinya di hati Nathan ia bukanlah siapa-siapa. Bahkan untuk bertanya saja Alika merasa tidak berhak tetapi ia penasaran, lalu ia memberanikan diri bertanya pada Nathan.
"Pak Nathan, mau kemana, Pak?" tanyanya pelan.
"Saya ada urusan, Nadine butuh bantuan. Kalau kamu mau tidur, duluan aja! Jangan tunggu Saya!"
"Tapi, Bapak pulang 'kan?"
"Pulang atau nggak, itu bukan urusanmu! Kamu tau kan pernikahan ini hanya terpaksa, kamu tau posisi kamu dan posisi Nadine, dia itu kekasih, Saya," hardik Nathan.
Alika menganggukkan kepala pelan, hatinya terasa sakit seperti ditikam pisau tajam saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Nathan.
Nathan berlari menuju mobilnya ia keluar rumah dan tak menutup pintunya lagi, Alika menutup pintu sambil terus menghapus air mata yang mengalir deras.
Aku tau posisi aku di hatimu Mas, tapi aku ini istri sah kamu. Apa aku nggak berhak melarang suamiku bertemu dengan wanita lain malam-malam begini, gumam Alika dalam hati.
Sesampainya di apartemen Nadine, ia berlari naik ke atas menuju kamar Nadine.
Nathan mengetuk pintu saat sudah berada di depan kamar Nadine.
"Masuk, Mas!" teriak Nadine dari dalam kamar apartemennya.
"Kamu kenapa? Apa ada maling disini? Mana malingnya?" tanya Nathan wajahnya tampak khawatir.
"Nggak ada tuh, aku cuma kesepian aku minta tolong kamu temani aku malam ini," goda Nadine rencananya untuk membuat Nathan datang ke apartemennya berhasil.
Wajah Nathan tampak kesal karena sikap kekanak-kanakan Nadine, ia jadi gagal melakukan malam pertama dengan Alika. "Nggak lucu!" ketusnya ia melepas genggaman tangan Nadine dan berjalan menuju pintu untuk kembali pulang.
"Mas, jangan pergi! Aku mau kamu temani aku sebentar, kita kan sudah lama nggak ketemu. Oh, iya oleh-oleh yang kamu kirim sudah aku Terima, makasih ya Sayang. Nadine menyandarkan kepalanya di d**a kotak-kotak Nathan.
"Bercandaan kamu ini nggak lucu! Lain kali kalau mau aku temani, ngomong aja langsung, nggak perlu pakai cara seperti ini!" ketusnya.
"Iya, maaf! Kamu duduk dulu, aku ambilkan minum dulu."
Nadine sudah lama tidak bertemu Nathan ia sengaja menjebaknya agar Nathan mau menemuinya karena sudah hampir dua minggu setelah Nathan resmi menjadi suami Alika, ia tidak pernah ada waktu untuk menemui Nadine.
"Minum dulu, wajah kamu sampai pucat begitu. Maaf ya, aku udah bikin kamu khawatir," rayu Nadine sambil tersenyum genit.
Nathan hanya menganggukkan kepala pelan, wajahnya tampak sangat kesal karena merasa di permainkan oleh kekasihnya sendiri. Alika, apa dia sudah tidur sekarang? Apa kata-kata ku tadi keterlaluan? gumam Nathan dalam hati.
Setelah meminum air yang diberikan Nadine kepala Nathan mulai terasa pusing, entah apa yang dimasukan Nadine didalam minumannya.
"Kamu, masukan apa ke minuman ini?" tanya Nathan sebelum tubuhnya roboh dan terjatuh ke sofa.
Nadine tersenyum ia mendekati Nathan lalu berbisik, "Temani aku malam ini, aku akan membuatmu tergila-gila dengan permainanku," bisik Nadine.
Nadine memapah tubuh Nathan yang masih setengah sadar lalu mengajaknya masuk ke dalam kamar ia menjatuhkan tubuh Nathan ke atas tempat tidur, tanpa Nathan sadari ponsel yang ia letakan disaku celananya menekan nomor telepon Alika lalu tersambung, Alika mengangkat telepon ia mendengar suara Nafas Nathan dan Nadine yang tak beraturan, ia juga mendengar suara manja Nadine. "Aku mencintaimu Mas, malam ini adalah malam terindah kita. Aku nggak akan pernah melupakan malam ini, Ah," suara Nadine terdengar jelas membuat Alika mual dan ingin memuntahkan semua isi perutnya, lalu Alika mengakhiri panggilannya.
Perasaannya tak karuan saat ini, rasa sesak, sakit, kecewa, benci, muak, marah, bercampur menjadi satu hingga ia sulit menjelaskan perasaannya.
"Pak Nathan, jahat!"