"Ini sudah banyak, Pak. Sebaiknya kita pulang sekarang," pinta Alika wajahnya tampak sangat letih karena ia belum terlalu beristirahat selama beberapa hari ini.
"Oke, aku juga sudah lelah. Lagipula aku ingin mengumpulkan tenaga untuk pertempuran malam ini, kayaknya aku harus minum jamu," goda Nathan sambil terkekeh.
Alika hanya bisa menyempitkan kedua bola matanya karena malu dan takut. Kali ini ia tidak bisa beralasan lagi, biar bagaimanapun Nathan adalah suami sahnya.
"Kamu akan sangat menikmatinya, aku yakin kamu pasti akan meminta lagi dan lagi nanti," bisik Nathan ia masih saja menggoda Alika karena ia tau Alika sangat amat ketakutan.
Alika dan Nathan berjalan menuju parkiran, lalu naik ke mobil.
Di sepanjang perjalanan, Nathan tampak asyik mendengarkan musik sambil menggoyangkan kepalanya.
Sangat berbeda jauh dengan Alika yang masih memasang wajah tegang dan ketakutan, ia belum siap kalau harus melayani Nathan malam ini. Tetapi ia tak punya pilihan lain ia juga takut kalau Nathan akan marah besar dan memecatnya dari pekerjaannya.
Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan nanti malam? Aku sama sekali tidak tau dan tidak mengerti, apa sebaiknya aku mencari tau dengan menonton film ++? Astaga Alika! Kamu mikir apa sih, batinnya.
Alika terus bergumam dalam hati sambil memegang dan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Ini adalah kali pertama dalam hidupnya, walau ia tau ini pasti akan terjadi saat ia sudah menikah, tetapi pernikahannya dengan Nathan adalah pernikahan yang tidak diinginkan.
"Cepat turun! Buatkan aku makanan yang enak nanti!" titah Nathan saat mobilnya sudah terparkir di parkiran apartemen.
"Iya Pak. Saya mau turunkan barang belanjaan dulu," sahut Alika dengan nada yang sangat pelan.
"Biar aku saja yang menurunkan barang belanjaan tadi, sebaiknya kamu cepat masuk ke apartemen sebelum ada orang yang mengenaliku dan melihat kita!"
Alika menganggukkan kepala, perasaan sakit hati datang lagi karena sikap Nathan. Alika merasa seperti istri gelap bosnya itu, padahal Nathan dan Alika sama-sama berstatus sendiri, tetapi Nathan memperlakukan Alika seolah-olah Alika adalah selingkuhannya.
Alika berjalan tanpa memperdulikan Nathan lagi, sesampainya di unit apartemen milik Nathan. Alika merebahkan dirinya di atas sofa empuk untuk melepaskan kepenatan yang ia rasakan.
Andai saja aku menikah dengan lelaki yang mencintaiku pasti aku akan menjadi wanita yang sangat bahagia, gumam Alika dalam hati sambil menatap ke atas langit-langit apartemen.
"Alika, bantu aku!" teriak Nathan saat ia sudah berada di dalam apartemen.
"Iya, Pak," sahut Alika ia berlari kecil ke arah Nathan yang terlihat sangat kerepotan membawa barang-barang miliknya.
"Bawa baju kamu ini ke kamar! Jangan lupa susun bahan makanan ini, masak makan malam yang enak untukku!" titah Nathan.
"Iya, Pak."
Nathan tersenyum tipis perasaan bahagia mulai ia rasakan. Pernikahan adalah impian Nathan dari dulu, itu sebabnya ia selalu bergonta-ganti pasangan ia ingin mencari wanita yang benar-benar mau menerimanya dengan tulus bukan karena harta yang dimilikinya.
Nathan juga mencari wanita yang bisa mengurusnya dan memperhatikan dirinya. Namun, ia belum pernah bertemu wanita seperti itu, sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alika.
Alika adalah wanita idaman Nathan dan mungkin ia juga wanita idaman para lelaki lainnya, Nathan melihat Alika sangat amat piawai dalam mengurusnya saat mereka berdua berada di Bogor waktu itu. Diam-diam Nathan memperhatikan Alika saat mereka berdua berada di vila.
"Pak Nathan, mau makan apa?" tanya Alika. Ia berjalan mendekati Nathan yang sedang duduk santai di balkon apartemen sambil menghisap rokok putih.
"Masak apa saja yang kamu bisa, tapi aku mau masakan itu spesial dan juga enak! Jangan kecewakan aku, ini adalah pertama kalinya aku makan masakanmu."
"Ya udah kalau gitu, saya masak dulu. Apapun masakan saya pasti Bapak makan 'kan?" tanya Alika sambil tersenyum tipis.
"Tergantung, kalau kamu masak tikus lebih baik kamu aja yang makan! Saya bisa pesan makanan di restoran mahal," ketus Nathan sambil mematikan rokoknya.
Alika berjalan sambil tertawa kecil. Dia belum tau aja kalau aku ini pinter masak, gumam Alika dalam hati sambil terus tersenyum mengingat omongan Nathan tadi.
Setelah selesai memasak makan malam, Alika berjalan ke arah Nathan. Kali ini Nathan sedang duduk santai di depan televisi, sambil menikmati segelas kopi buatan Alika.
"Makan malam sudah siap, Pak," kata Alika pelan, Nathan menoleh ke arah Alika, lalu melihat jam dinding yang tertempel di atas televisi.
"Ini belum waktunya makan malam, sebaiknya kamu temani aku di sini. Ambilkan cemilan lainnya! Aku mau makan cemilan lagi." titah Nathan ia sama sekali tak memperdulikan Alika yang sudah kelelahan.
Alika kembali sambil membawa beberapa cemilan yang diminta Nathan, "Ini Pak, cemilannya. Boleh nggak Saya istirahat sebentar di kamar?" tanya Alika wajahnya sudah terlihat pucat.
"Kamu sakit?"
Nathan berdiri dan memeriksa kening Alika, badannya terasa sangat panas, dia terkejut saat merasakan suhu badan Alika yang panas tinggi.
"Sebaiknya kita ke Dokter! Badan kamu panas sekali." Nathan terlihat sangat panik karena mengkhawatirkan kondisi Alika.
"Saya, baik-baik aja Pak. Saya hanya sedikit lelah," sahut Alika pelan.
"Ayo kita ke kamar. Nanti Saya ambilkan obat penurun panas."
Nathan menggendong tubuh Alika dan membawanya ke dalam kamar. Alika sangat terkejut melihat perhatian Nathan apalagi saat Nathan menggendongnya. Jantung Alika tak berhenti berdetak kencang ia memejamkan matanya karena wajahnya sangat dekat dengan wajah Nathan.
"Tunggu sebentar aku ambil obat dulu," kata Nathan setelah ia membaringkan tubuh Alika di atas tempat tidur. Nafas Alika masih terasa berat karena perasaan grogi yang ia rasakan.
Apa dia benar-benar pak Nathan? Kenapa sikapnya bisa berubah-ubah secepat itu. Apa dia punya dua kepribadian, gumam Alika dalam hati.
Alika masih merasakan hangatnya dekapan tangan Nathan saat ia digendong tadi. Wajah Nathan yang tampak khawatir terlihat semakin tampan dan menggemaskan.
"Ini obatnya, apa kamu sudah makan?" tanya Nathan ia memberi obat penurun panas kepada Alika.
"Udah, Pak," sahut Alika ia membuka mulutnya memakan obat yang diberikan Nathan.
"Minum airnya, kalau kamu sakit begini bagaimana malam pertama kita? Sebaiknya kamu cepat sehat, aku tidak mau kamu beralasan lagi! Mungkin sakit kamu ini teguran dari Tuhan, karena kamu nggak mau melayani suami kamu," gerutu Nathan.
Alika memalingkan wajahnya, dan berucap dalam hati. Memang ada hubungannya sakit aku sama malam pertama. Syukurlah aku sakit, jadi malam ini aku nggak akan melayani pak Nathan.
"Maaf, mungkin malam berikutnya Saya baru bisa melayani, Bapak," ucap Alika pelan sambil menundukkan kepala.
Nathan memegang dagu lancip Alika dan mengangkat wajahnya ke atas, lalu memberikan kecupan hangat ke bibir mungil merah mudahnya. Mata Alika membulat sempurna, ia terkejut dengan apa yang dilakukan Nathan.
Nathan tampak menikmati dan terus melumat bibir Alika, ia sama sekali tak memperdulikan tentang kondisi Alika yang sedang sakit.
"Maaf, Pak. Nanti Pak Nathan ketularan dan ikut sakit," ujar Alika ia berhasil memalingkan wajahnya dan melepaskan bibirnya dari kecupan Nathan.
"Saya lebih rela kalau Saya yang sakit, daripada Saya harus melihat kamu sakit," bisik Nathan. Alika menoleh ke arah Nathan dan melihat wajah lelaki tampan itu, untuk memastikan yang dikatakan lelaki di hadapannya tulus dari hati atau tidak.