Berbagai rasa berkecamuk dalam diri Tia. Dia tidak mau menyakiti hati siapa pun, tapi apalah daya nasehat Ibunya harus dipegang teguh. Tia harus lulus SMA dulu baru memikirkan hal yang lain termasuk cinta.
Tiba di rumah Tia melihat Adik-adiknya belum mandi. "Kenapa Kalian jam segini belum mandi?" Tanya Tia.
"Air Kita gak keluar Kak, mesin air nya hidup tapi air nya gak naik." Jelas Fitri.
Tia bergegas ke dalam rumah dan berganti pakaian. "Ibu di mana Fit?" Tanya Tia.
Ibu lagi ke tetangga mau coba minta air." Jelas Fitri lagi.
Tak lama terdengar Ibu memanggil Fitri. Fitri dan Tia segera menghampiri. "Iyaaa Bu.." Sahut Mereka.
"Bu Bunga mau kasih Kita air tapi Kita harus pompa manual karena mesin air Dia juga rusak." Kata Ibu.
"Ya udah Fit, Kamu ke dalam ambil ember ya, nanti Kita pompa gantian dan tenteng gantian." Usul Tia. Tia dan Fitri bergegas ke rumah Bu Bunga yang jaraknya hanya 1 rumah di depan rumah Mereka.
Tia terus memompa air hingga penuh dan Fitri menenteng ke luar menuju rumah.
Tak lama, Bang Tiar sampai ke tempat Tia memompa air. "Abang udah pulang?" Tanya Tia.
"Iya Abang baru aja sampe liat Fitri nenteng air. Ya udah Kamu terus pompa ya, biar Abang dan Fitri yang nenteng ember air nya." Kata Bang Tiar.
Akhir nya air di rumah penuh dan Kami semua sudah mandi. Fitri pun sudah selesai juga membilas pakaian. Ibu juga sudah selesai mencuci perabotan dapur.
Rasa letih terasa tapi semua hilang manakala Ibu sudah menghidangkan masakan yang alakadarnya tapi mengundang rasa....
Kami pun makan bersama. Tak lama Kak Mia tiba juga di rumah. Kak Mia pun membersihkan diri dan terus ikut makan bersama.
Sudah satu minggu Kami minta air di rumah Bu Bunga. Bu Bunga tidak keberatan. Apalah daya, persediaan uang Ibu belum ada untuk menservice mesin air yang bermasalah atau apalah.
Pagi ini Kak Mia yang memompa air, Tia dan Bang Tiar yang menenteng ember. Tia menenteng sampai depan rumah, selanjutnya Abang yang membawa ke belakang rumah (estafet ceritanya, hehehe...)
Terdengar suara Kak Mia sedang berdebat di belakang. Bu Bunga menghampiri Tia. "Tia cepet, itu Kakak Kamu ribut sama Bu Anda." Tia bergegas ke belakang rumah Bu Bunga.
Benar saja, Kak Mia dan Bu Anda sedang beradu mulut.
Bu Anda menghina Kak Mia: "Dasar perawan tua gak laku-laku. Pantes aja gak laku, judes nya minta ampun, pinter lagi menjawab omongan Orangtua!" Cibir Bu Anda.
Kak Mia terlihat gak terima dan menyahut: "Kok Ibu yang repot sih ngurusin Saya? Saya mau perawan tua juga gak ngerepotin Ibu kok!!" Ketus Kak Mia.
Tia gak bisa melerai. Dia sudah mencoba menarik Kak Mia namun tenaganya kalah kuat dengan Kak Mia. Dia berlari pulang memanggil Bang Tiar. "Abaaang...!!" Panggil nya ngos-ngosan.
"Ada apa?" Kata Bang Tiar heran.
"Itu Kak Mia sama Bu Anda ribut di belakang rumah Bu Bunga." (memang pompa itu sebelahan dengan pintu belakang rumah Bu Anda. Dulu pompa itu digunakan untuk 2 rumah, tapi karena Bu Anda tidak memakainya lagi maka Bu Bunga yang masih memakai nya untuk jaga-jaga kondisi seperti sekarang)
Bang Tiar berlari ke belakang rumah Bu Bunga. Benar saja, adu mulut itu belum juga berhenti malah terlihat Kak Mia makin tersudut dan mulai menangis dengan hinaan Bu Anda. Bang Tiar menarik Kak Mia ke dalam rumah Bu Bunga.
"Tia, udah Kamu yang terusin memompa." Kata Bang Tiar. Akhir nya Tia yang memompa, Bang Tiar yang menenteng ember dan Kak Mia bebenah di rumah. Sesekali Kak Mia terisak. Kebetulan Ibu gak ada di rumah. Ibu dari pagi pergi menghadiri undangan dari kantor alm. Ayah.
Jam sudah menunjukan pukul 11.00. Tia bergegas mandi dan siap-siap berangkat sekolah. Hari ini sepertinya Bang Tiar dan Kak Mia sedang off bekerja.
Tia tiba di sekolah sangat awal. Siswa kelas 3 dan kelas 2 Sos belum pulang. Tia bergegas ke perpustakaan karena di sana tempat favorit nya manakala menunggu jam pelajaran pagi usai.
Baru saja Tia hendak membuka buku yang baru saja Dia pinjam, seseorang duduk di sebelahnya.
Tia kaget dan segera menoleh. "Kaaamuu???"
"Kenapa kaget? emang ada larangan ya duduk di mana aja?" Kata orang tersebut.
Tia segera merapikan buku-bukunya dan hendak beranjak. Tapi tangannya ditarik keras hingga dia terduduk lagi.
"Tolong, jangan kayak gini." Pinta Tia. "Lepaskan tanganku, sakit tau!"
"Aku gak akan melepaskan tangan Kamu kalau Kamu pergi gitu aja ninggalin Aku tanpa penjelasan." Tegasnya.
"Memang apa yang harus Aku jelaskan ke Kamu?" Tanya Tia.
"Aku sudah bilang padamu kemarin, kalo Aku menyukai mu tapi Kamu tidak ada tanggapan malah main pergi gitu aja." Lambok terlihat sangat kesal.
Tia menghela nafas mencoba melepas sesak yang menghimpit dadanya. "Maaf, Aku tidak bisa membalas rasa mu." Akhir nya Tia berbicara.
"Tapi kenapa? Apa Aku seburuk itu hingga untuk sedikit saja Kamu melirikku tapi tak Kau lakukan?" Tanya nya lagi berharap.
"Menyukaiku itu hak Kamu, Aku gak bisa melarang setiap orang yang punya rasa. Tapi tolong jangan paksa Aku untuk menerima rasa mu." Pinta Tia.
"Tapi kenapa??" Tanyanya penuh harap.
Teeeetttt.... teeetttt.... teeetttt... bel panjang usai pelajaran pagi berbunyi.
"Siaalll!!" Gumamnya.
Tia segera bangun dari duduknya, tapi kembali Lambok menarik tangannya. "Aku mohon, tunggulah Aku sepulang sekolah nanti di depan gerbang atau di depan jalan kalo Kamu malu terlihat teman-teman lain." Pinta Lambok yang seakan mengerti dengan keterbatasan Tia. Tia mengangguk.
Lambok melepas tangan Tia. Tia segera pergi meninggalkan Lambok yang masih dipenuhi rasa penasaran.
Di dalam kelas. Tia kembali dengan raut wajah yang sangat wajar. berteman dengan siapapun termasuk dengan Lambok. Tapi entah kenapa, saat istirahat, Tia mencoba mencairkan suasana hati nya dengan Lambok dan coba berbicara seperti dengan teman-temannya yang lain. Lambok malah mengacuhkannya. Beberapa kali Tia memanggil Lambok tapi Lambok seperti tak menggubrisnya. Sampai pada jam pelajaran terakhir usai.
Suasana sekolah sudah sepi, tidak terlihat lagi siswa siswi yang keluar dari sekolah. Tia masih berdiri di depan jalan sekolah pinggir jalan menuju halte, tapi sosok yang telah memintanya menunggu belum juga menampakkan diri.
Hari makin sore menuju gelap. Sudah hampir maghrib tapi Lambok belum juga datang. Akhir nya Tia berjalan dengan cepat menuju halte dengan tanya yang tak terjawab.
Baru kaki nya hendak melangkah menaiki bus, tiba-tiba Seseorang menariknya dari belakang. Hampir saja hilang keseimbangan Tia, tapi buru-buru orang yang menariknya memeluknya.
Bus pun berlalu. Tia masih dalam dekapannya. Tia tersadar segera melepas pelukan orang tersebut.
"Yaasiiinn??!!" Jerit Tia. Seutas senyum keluar dari wajah Yasin dengan kerinduan yang mendalam.
"Haaaiii.. Apa kabar??" Tanya Yasin yang masih memegang kedua pundak Tia.
"Alhamdulillaah.. Aku baik." Kata Tia sambil mencoba melepas tangan Yasin dari pundak Tia.
"Kita ke Musholah dulu yuk, udah maghrib." Ajak Yasin yang diikuti anggukan Tia. Yasin menggandeng tangan Tia, walau Tia sudah berusaha melepasnya namun Yasin tak membiarkannya terlepas.
Seseorang melihat semua dengan pandangan penuh sesal dan kecewa. Lambok sudah berada di sana mengikuti Tia yang berjalan dengan lunglai karena dirinya tidak menampakkan diri dari tadi.
Niat nya ingin mengikuti Tia tanpa sepengetahuannya, tapi yang dilihatnya justru meninggalkan kecewa...