Jam 09.00, Tia baru sampai rumahnya. Baru hendak memberi salam tiba-tiba Nindi sudah berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. "Kakak!! Nindi kangen." Katanya.
Tia meletakkan barang bawaannya di lantai dan berjongkok mensejajari posisi adiknya. "Kakak juga kangen sama Nindi." Sambil memeluknya.
"Ayoooo... Kakak nya pulang bukannya masuk dulu malah di luar." Sahut Ibu yang datang dari dalam rumah.
Mereka pun masuk ke dalam rumah. Tia meletakkan barang bawaannya pada tempatnya. Tia juga mengeluarkan baju-baju kotor di ember tempat baju kotor dan merendamnya. Tia segera membersihkan diri dan mengganti pakaian. Tia pergi ke belakang, Ibu sudah menyiapkan makan. "Terima kasih ya Bu." Kata Tia.
Setelah makan, Tia langsung mengistirahatkan tubuhnya dan memejamkan mata yang memang beberapa hari ini kurang tidur.
Adzan dzuhur berkumandang, Tia merasa ada yang mengoyak tubuhnya. Dengan berat Dia buka matanya. Nindi sudah berada di sisinya. "Kakak bangun! Shalat dzuhur dulu kata Ibu, nanti bobo lagi!"
Tia hanya mengangguk dan bergegas mengambil wudhu.
Selesai shalat, Tia langsung ke kamar mandi untuk mencuci pakaian yang tadi Dia rendam. Selesai mencuci, Dia menjemurnya, dan pergi ke kamar untuk beristirahat.
_______
Hari ini, hari rabu, pagi-pagi sekali Tia sudah bersiap-siap ke sekolah, karena hari ini hari perpisahan dan pengumuman kelulusan sekolah.
"Sudah siap semua Nak? Tidak ada yang tertinggal?" Tanya Ibu.
"Sudah Bu." Kata Tia.
"Ya sudah berangkat sana nanti ketinggalan bus." Kata Ibu.
Tia mengangguk dan mencium tangan Ibunya dan mengucap salam. Nindi melambaikan tangan sambil berteriak: "Kakak jangan lupa oleh-oleh ya...?!"
Tia menoleh dan tersenyum.
Pukul 06.00, Tia sudah sampai di sekolah. Perpisahan Kami diadakan di Tangkuban Perahu dan pengumuman kelulusan juga akan diumumkan di sana. 1 Bus besar mengangkut Kami ke sana, karena memang murid di kelas Tia hanya 36 orang.
Pak Sardi mengintruksi untuk segera naik ke bus setelah sebelumnya Kami berdoa bersama sebelum berangkat.
Di sepanjang perjalanan Kami bernyanyi bersama. Tia duduk sebangku dengan Halimah. "Halimah." Panggil Tia.
"Iya Tia, ada apa?" Tanya Halimah.
"Aku gak liat Rina dan Yasin tadi, apa Mereka tidak ikut?" Tanya Tia.
Halimah menghela napas. "Tadi Aku gak sengaja mendengar Pak Jamal berbicara pada Bu Ningsih, kalo Rina dan Yasin gak ikut karena Jumat Mereka akan menikah." jelas Halimah.
Tia terperangah. "Jadi benar kata Rina?" gumamnya.
"Heeyyy kok melamun?? Patah hati ya?" Kata Halimah.
"Ng..gak kok." Kata Tia pelan sedikit sedih.
Halimah merangkul Tia. "Sudahlah, mungkin Yasin bukan yang terbaik buatmu."
Tia mengangguk sambil menunduk, mengusap airmatanya.
Halimah menyodorkan tissu pada Tia seakan Dia tahu dengan situasi hati Tia.
Jam 9.30, rombongan Kami sudah tiba di parkiran tangkuban perahu.
Pak Sardi mengumpulkan Kami di sebuah pendopo yang sepertinya sudah di booking oleh panitia perpisahan.
Kami pun bergegas untuk sekedar beristirahat. Acara demi acara sudah dilalui. Kini sampailah pada acara pengumuman kelulusan. Pak Sardi mengabsen nama Kami satu persatu dan Pak Sardi memberikan Kami sebuah amplop yang sudah tertera nama Kami.
"Jangan dibuka dulu ya. Nanti bukanya bareng-bareng. Nunggu aba-aba dari Pak Sardi." Teriak Bu Ningsih.
Setelah semua mendapat amplop. Pak Sardi memerintahkan Kami untuk membukanya.
"Bismillaahirrahmaanirrahiim." Ucap Kami berbarengan. Sontak semua siswa berdiri dan melakukan sujud Syukur sambil mengucap: "Alhamdulillaah..."
Panitia memberikan Kami kotak makan siang. Kami pun makan bersama sambil bersenda gurau dan berbincang kira-kira nanti diterima di SMA Negeri.
Setelah makan, Kami bergegas melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Setelahnya Kami beristirahat, ada juga yang keliling jalan-jalan melihat keindahan tangkuban perahu. Ada juga yang mengabadikan moment ini dalam sebuah tustel ( maklum Readers, masih jaman jadul).
Tak terasa hari semakin sore, Kami segera melaksanakan shalat ashar berjamaah. Dan setelahnya masih tetap keliling.
Pukul 5 sore. Kami sudah kembali ke Bus untuk pulang ke Jakarta. Bus Kami berhenti di tempat peristirahatan bus untuk melaksanakan shalat maghrib. Setengah jam kemudian Kami sudah kembali ke dalam bus.
Panitia memberikan Kami sekotak kue untuk cemilan. Kami pun bersuka cita menyantapnya. Tidak berapa lama, bus berhenti kembali di area tempat menjual oleh-oleh khas kota Bandung.
Jam 8.00 Malam, kami sudah berada di dalam bus. Bus melaju dengan kecepatan sedang. Di dalam bus sudah mulai hening, karena kelelahan sebagian sudah berada di alam mimpinya masing-masing.
Pukul 22.30 Bus memasuki lapangan sekolah. Kami terlihat begitu lelah tapi bahagia. Aku dan Halimah menuruni bus.
"Tia." panggil Halimah.
"Iya Mah?" Sahut Tia.
"Kita pulang naik taxi aja ya? sepertinya udah gak ada angkutan umum deh." Kata Halimah.
Tia mengangguk tanda setuju. Ada beberapa temannya yang searah pulangnya berbarengan dengan Tia dan Halimah naik taxi biar lebih irit.
Kami menunggu taxi lama sekali, karena memang waktu itu sudah malam dan lokasi sekolah Kami yang sedikit agak ke pinggir Jakarta, jadi jarang sekali taxi yang lewat.
Guru-guru sudah kembali ke rumah Mereka masing-masing. Tinggal Pak Sardi yang memang rumahnya tidak jauh dari lokasi sekolah, masih menemani Kami.
Sebuah mobil berhenti tepat dihadapan Kami. Seseorang keluar dari dalam mobil. Tia sedikit terkejut, Halimah menyenggol tangan Tia.
"Tia, Halimah!! Ayo Ku antar naik mobil papaku." Ajak Yasin.
Tia dan Halimah saling memandang. Yasin bersalaman dengan Pak Sardi dan mencium tangannya. Pak Sardi menepuk pundak Yasin memberi semangat.
"Ya sudah Kalian ikut saja naik mobil Yasin, daripada nunggu taxi gak lewat-lewat." Kata Pak Sardi.
Kami akhirnya naik mobil Yasin dan beberapa teman Kami ikut juga.
Di perjalanan Tia yang duduk di kursi paling belakang hanya diam saja. Sesekali Tia melihat dari kaca spion supir, Yasin tengah memperhatikannya. Cepat-cepat Tia menunduk menutupi rasa kecewa yang dalam.
Satu persatu teman-teman turun dari mobil Yasin dan mengucapkan terima kasih. Tinggal Tia dan Halimah di dalam mobil bersama Yasin dan Pak Supir.
Yasin menyuruh Tia dan Halimah pindah ke kursi tengah. Mereka menuruti. Tiba-tiba Yasin duduk di bangku tengah. Tia terkejut. Halimah langsung pindah ke kursi belakang lagi.
Tia makin gugup manakala Yasin memegang tangannya.
"Tia..." Panggilnya. Dia mengangkat dagu Tia untuk melihat matanya. "Aku minta maaf." Kata Yasin. "Semua yang terjadi adalah kesalahan, Aku difitnah." Tegas Yasin.
Tia pura-pura tidak mengetahui cerita yang pernah disampaikan Rina. "Maksud Kamu apa? Aku gak ngerti." Tanya Tia.
"Rina sudah menceritakan kejadian di perkemahan padaku. Aku kaget dan merasa kesal, karena sesungguhnya, Rina hamil bukan karena Aku." Jelas Yasin.
Halimah terlonjak kaget mendengar ucapan Yasin. "Hhhaaaahhh!! Jadi Kamu married because accident???!!" Kejut Halimah.
Yasin menatap Halimah. "Tapi semua bukan perbuatanku." Yasin kembali menatap Tia. "Please Tia, percaya padaku. Ini fitnah. Tapi tak ada yang percaya padaku. Tolong Kamu jangan memusuhiku dengan berita yang tidak benar itu."
Tia tak sanggup berkata, matanya sudah berkaca-kaca membendung air yang siap akan tumpah ke pipi nya. Yasin menyeka air mata Tia, cepat-cepat Tia menepisnya.
"Yasin, Aku tidak marah padamu, Aku juga tidak membencimu. Sebentar lagi Kamu akan menikah dengan Rina, bahagiakan Dia. Aku sudah ikhlas sejak hari itu, Kamu bukanlah untukku. Walau Kau berdalih itu bukan perbuatanmu, tapi Kita bisa berbuat apa? hanya waktu yang akan menjawab kenyataan yang sebenarnya." Jelas Tia, nampak tegar menahan gejolak rasa di d**a yang seakan akan meledakkan semua isinya.
"Suatu saat nanti Aku akan buktikan kalau Aku tak bersalah." Janji Yasin.
"Aamiin." Kata Tia dan Halimah.
Ternyata Mereka sudah sampai di halte tempat biasa Tia dan Halimah turun dari bus.
"Kita sudah sampai." Kata Halimah. Halimah segera turun begitupun dengan Tia, tapi Yasin menarik tangan Tia dan menggeleng. Halimah yang tahu Mereka butuh waktu segera berpamitan.
Tia menepis tangan Yasin. Tapi terlalu kuat Yasin memegangnya. "Tolong Yasin, biarkan Aku melangkah ke depan dengan tenang." Mohon Tia. "Perjalananku masih panjang, Aku juga punya cita-cita, Aku ingin membahagiakan Ibuku dan juga membuat Ayahku disana bangga. Lanjutkanlah hidupmu terus maju ke depan, jangan menoleh kembali ke belakang karena akan membuat Kamu akan tersandung." Lanjut Tia.
"Tidak semua yang menengok ke belakang akan tersandung Tia, tapi ada kalanya Kita menengok ke belakang untuk mengambil sesuatu yang baik yang tertinggal." Tukas Yasin.
"Kamu memang keras kepala, sama kerasnya denganku. Aku mohon berbahagialah dengan Rina, mungkin ini sudah kehendak Allah SWT. Dengan kejadian ini akan ada hikmah yang akan didapat, bagaimana Kamu akan bersikap ke depannya." Pinta Tia.
Yasin hanya diam. Bergegas Tia hendak membuka pintu tapi ditahan oleh Yasin. "Aku anter Kamu sampe depan gang rumah ya, Aku mohon untuk terakhir kalinya." Pinta Yasin.
Tia hanya mengangguk pasrah. Yasin memeluk Tia sebagai tanda perpisahan. Tia cepat-cepat melepasnya. Mobil sudah masuk ke dalam komplek. Tia mengeluarkan sesuatu dari plastik belanjaannya. "Ini untuk Kamu, tadi Aku membeli nya di Tangkuban Perahu. Anggaplah ini kenangan dariku, tapi kalau Kamu tidak suka, Kamu boleh membuangnya."
Yasin menerima oleh-oleh dari Tia. Sebuah gantungan kunci yang sangat mungil dengan motif pemandangan tangkuban perahu yang indah.
"Terima kasih." Ucap Yasin. "Aku akan menyimpannya sampai kapanpun." Janjinya.
Tia hanya tersenyum.
Mobil tiba tepat di depan gang rumah Tia. Tia menurunkan barang bawaannya di bantu Yasin. Yasin hendak membawanya ke rumah Tia tapi Tia melarang. "Sampai sini aja ya, please..." Pinta Tia.
Yasin hanya bisa pasrah. "Baiklah."
"Terima kasih ya. Hati-hati di jalan. Assalamu alaikum...." Kata Tia.
"Waalaikumussalam." Jawab Yasin dan Pak Supir.