Albert mengambil selimut bermotif kotak-kotak dengan beragam warna itu, ia menjinjing tinggi selimut itu. Sama seperti Syahquita, Albert pun tak percaya dengan hadiah yang di berikan oleh mertuanya.
“Apa maksud dari selimut ini, Syah?” tanya Albert.
Syahquita menggeleng tidak tahu, “Aku tidak mengerti mengapa Mom memberikan itu pada kita.”
Syahquita mengambil selimut itu dari tangan Albert, ia pernah melihat selimut ini sebelumnya. Ia memejamkan matanya dan mencoba untuk mengingat baik-baik di mana ia pernah melihat selimut ini sebelumya. Syahquita mengepalkan tangan kanannya setelah mengingat semuanya.
“Aku tahu maksud dan alasan Mom memberikan ini.” sahut Syahquita membuka matanya dan menatap Albert.
“Apa?” tanya Albert lagi.
Syahquita menghela nafas pelan dengan pandangan tertunduk karena alasan dibalik pemberian selimut ini adalah masalah dalam dirinya bahkan hidupnya, “Maaf, Albert. Aku belum bisa memberimu keturunan.”
Albert mengangkat dagu Syahquita agar wanita itu menatap wajahnya, “Kau tidak perlu minta maaf, sayang. Apa aku pernah mempersalahkan hal itu?”
Syahquita menatap dalam manik mata suaminya, “Tidak sama sekali.”
Albert memegang kedua bahu istrinya dengan senyuman manisnya, “Kau tahu, ini bukan salahmu tapi ini salahku. Aku bukan manusia lagi jadi..”
Syahquita menutup mulut Albert dengan tangan kanannya agar suaminya tidak melanjutkan apa yang ingin dikatakannya, “Aku tidak peduli kau manusia atau Vampire. Ibumu bisa melahirkan lima anak laki-laki dan aku yakin aku juga akan memiliki anak darimu suatu hari nanti.”
Albert menatap wajah istrinya lalu menarik Syahquita ke dalam pelukannya, “Kau memang mutiara yang aku temukan di keruhnya sungai. Aku tidak tahu bagaimana aku saat ini jika tidak ada kau dalam hidupku.”
“Kau akan tetap menjadi Albert Pietters Wilde.” sahut Syahquita dalam pelukan suaminya dan membuat Albert tertawa kecil mendengar perkataannya.
Albert mencium pucuk kepala Syahquita hingga beberapa lama, sungguh ia Vampire paling beruntung memiliki wanita sebaik dan selembut Syahquita. Tak peduli seberapa hitam dirinya, Syahquita tetap mau berada di dekatnya dan membawa cahaya dalam kehidupan kelam Albert.
“Tapi, apa hubungannya selimut ini dengan kita yang belum mempunyai anak kandung?” tanya Albert melepaskan pelukannya perlahan.
Syahquita menatap selimut di kedua tangannya, “Keluargaku punya kepercayaan yang bisa dibilang sedikit aneh. Selimut ini yang dikenakan oleh nenekku saat sedang mengandung Dad, kakek dan nenekku percaya saat kita melakukan hal itu dengan berbalut selimut ini maka akan membuatku hamil dengan cepat. Entahlah ini terdengar sangat aneh saat aku mendengarnya dari Mom.” jelasnya dengan membuat tanda petik saat mengatakan melakukan hal itu di atas kepalanya.
“Apa kau percaya akan hal itu?” tanya Albert penasaran.
Syahquita menggeleng pelan dengan wajah ragunya, “Akupun tidak tahu hal itu benar atau tidak. Tapi yang jelas itu sangat aneh entah bagaimana mereka bisa mempercayai hal itu.”
Albert mengangguk paham dengan yang Syahquita katakan, ia menarik selimut itu dari tangan Syahquita. Albert dengan senyuman hangatnya memegang selimut itu dengan kedua tangannya, “Tidak ada salahnya mencoba, bukan? Aku pun sedikit penasaran dengan kebenaran dari selimut ini.”
Syahquita terkekeh mendengar perkataan Albert yang terdengar begitu bodoh di telinganya, “Ini hanya selimut biasa, Al. Mungkin saja saat Mom dan Dad melakukan itu memang sudah ditakdirkan memiliki anak dalam waktu dekat. Itu hanya mitos dan sebuah kepercayaan keluarga yang aneh.”
Syahquita mengambil kembali selimut di tangan Albert, ia melipat selimut itu lalu memasukkan selimut ke dalam kotaknya. Ia menyimpan kotak berisi selimut ke dalam lemari yang berisikan bed cover dan seprei.
“Ya, walaupun itu hanya sebuah kepercayaan keluargamu tidak ada salahnya jika kita mencobanya.” kata Albert lagi.
Syahquita menutup pintu lemari dan membalikka tubuhnya, ia berjalan mendekat ke arah Albert lalu mendorong tubuh suaminya membawa pria itu keluar dari kamar bersamanya.
“Yaa, tidak ada salahnya jika mencobanya. Tapi aku tidak terlalu mempercayai hal itu.” jawab Syahquita setelah menutup pintu kamar mereka.
“Kita harus mencobanya.” ucap Albert begitu semangat.
Syahquita memperhatikan Albert dengan seksama, ia tertawa kecil mendengar permintaan suaminya itu. “Oke, baiklah.”
“Kita akan mencobanya malam ini.” seru Albert.
“Dalam mimpimu.” sahut Syahquita berjalan meninggalkan Albert.
“Syah, aku serius.” teriak Albert.
“Aku juga, sayang.” balas Syahquita berhenti sejenak dengan senyuman jahatnya lalu kembali berjalan menuruni anak tangga.
Albert mengejar Syahquita secepat mungkin bahkan hampir saja terjatuh dari tangga karena tidak memperhatikan langkahnya, untung saja Syahquita berhasil menarik kerah baju belakang suaminya itu.
“Thanks, God!” seru Albert menghela nafas pelan karena tidak jadi terjatuh.
“Kau bodoh!” geram Syahquita.
“I’m sorry. Aku hanya…”
“Okee, aku tidak ingin memarahi dirimu. Sebaiknya kau kembali ke kamar dan bersiaplah.” titah Syahquita.
“Baiklah.” kata Albert menundukkan kepalanya. Albert tidak mau merepotkan Syahquita apalagi jika tadi ia terjatuh maka perhatian Syahquita akan berpusat pada dirinya sedangkan masih banyak persiapan untuk pesta yang belum selesai.
Syahquita mencium pipi kiri Albert sebelum melanjutkan langkahnya, “Berhati-hatilah. Aku tidak ingin kau terluka di hari yang begitu besar untuk kehidupan kita.”
Albert terdiam dan hanya mengangguk paham dengan perkataan Syahquita. Wanita itu kembali menurunin anak tangga hingga di ujung bawah dan Albert masih berdiam diri di tempatnya melihati punggung istrinya menjauh dari pandangannya.
***
Pesta yang sudah dirancang dan dipersiapkan sedemikian rupa akhirnya berjalan sesuai keinginan Syahquita, satu per satu tamu undangannya mulai memadati halaman kastil perbatasan. Semua anggota keluarganya dan Albert pun sudah berkumpul di sana, bahkan Yashita, Devian dan Drake juga berada di kerumunan para tamu.
Syahquita berhasil meyakinkan semua anggota keluarganya mengenai perubahan ketiga musuhnya yang sudah menjadi temannya dan keluarganya. Apa yang dikhawatirkan oleh keluarganya mengenai ketiga orang itu ternyata salah, mereka bertiga sudah berubah menjadi seseorang yang lebih baik lagi.
“Hii, Syah.” sapa Yashita begitu melihat Syahquita yang sedang berbincang dengan tamu lain.
Syahquita menoleh ke wanita cantik berbalut mini dress berwarna hitam berdampingan dengan suaminya, Devian. Ya, Yashita dan Devian sudah menikah jauh sebelum Syahquita dan Albert menikah, meski pernikahan keduanya tak banyak yang mengetahui.
“Hii. Kapan kalian datang?” tanya Syahquita mengalihkan fokusnya ke dua pasangan itu.
“Belum lama. Lihatlah dirimu, kau sangat cantik.” puji Yashita.
Syahquita tersenyum kecil mendengar pujian dari Yashita, “Kau juga sangat cantik, Yashita. Aku senang kalian datang.”
“Tentu kami akan datang. Jika tidak wanita ini akan merengek untuk bertemu teman barunya.” sahut Devian menggoda Yashita.
Yashita menyikut lengan Devian pelan, “Ya, tentu aku akan merengek. Ini pesta pernikahannya, bagaimana mungkin aku tidak datang.”
Syahquita menggeleng kecil sembari tertawa melihat tingkah lucu dari dua orang di hadapannya, “Sudah, sudah. Aku sangat senang kalian bisa datang ke acara ini.”
Yashita meraih kedua tangan Syahquita, “Happy anniversary, Syah. Semoga pernikahan kalian berdua lancar, aman dan langgeng selamanya.”
“Terima kasih, Yashita. Dan begitupun dengan pernikahan kalian berdua.” haru Syahquita.
“Terima kasih, Syah. Oh ya, di mana Ollie?” tanya Yashita.
Syahquita mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari di mana keberadaan bocah kecil itu, “Dia di sana bersama Albert.” ucapnya menunjuk ke serong kanan Devian.
Yashita dan Devian mengarahkan pandangannya mengikuti tangan Syahquita yang menunjuk ke tempat di mana Oliver berada. Syahquita menarik tangan Yashita dan Devian, ia membawa keduanya menemui anak mereka.
“Hii, Ollie.” sapa Syahquita.
Albert yang sedang menggendong Oliver membalikkan tubuhnya menghadap Syahquita, “Hii, Mommy.”
Albert menurunkan Oliver dari dalam gendongannya, Syahquita melepaskan tangan kedua orang tua asli dari Ollie. Ia berjongkok di depan bocah kecil yang begitu lucu dengan balutan tuxedo hitam.
“Ollie, lihat siapa yang datang.” seru Syahquita menarik pelan tubuh mungil Oliver mendekat dengannya. Syahquita menggerakkan tangannya memberi isyarat kepada Yashita dan Devian untuk ikut berjongkok.
“Hi, Ollie.” sapa Yashita meraih tangan kiri anaknya.
Oliver menarik tangannya saat Yashita memegangnya, ia memeluk tubuh Syahquita dan merengek ketakutan, “Hei, sayang. Ada apa? Lihatlah itu bibi Yashita dan paman Devian.”
“Ollie, bibi punya hadiah untukmu.” kata Yashita memberikan kotak berbentuk persegi panjang.
“Lihat, bibi Yashita punya hadiah untukmu.” bujuk Syahquita berusaha membalikan tubuh Oliver.
Oliver menatap hadiah yang diberikan oleh Yashita, anak itu tidak mau mengambil kotak itu hingga Syahquita yang mengambilnya dan memberikannya pada Oliver.