Bab 07

1016 Words
Hanung tersenyum saat membaca pesan balasan dari Zahra tidak sabar rasanya lelaki itu untuk mempersunting Zahra menjadi istri. Terlalu banyak mengkhayal membuat lelaki tertawa sendirian karena perasaan berbunga-bunga yang sedang ia rasakan "Jadi begini jatuh cinta.." guman Hanung dengan polosnya siapa sangka lelaki 28 tahun itu baru pertama kali jatuh cinta dalam hidupnya "Ada hal membahagiakan yang terjadi pak?" Tanya Kartika yang ternyata sedari tadi mengamati gelagat bosnya dari muka pintu "Eh..kenapa gak ketok pintu dulu?" Tanya Hanung "Sudah pak, berkali-kali malahan, memangnya Pak Hanung gak dengar." Tanya Kartika yang di balas gelengan polos Hanung "Sial, kok ini laki bikin gemes sih." Batin Kartika saat menatap wajah Hanung "Kartika! Kartika.. Kartika Ayu Pertiwi!" Panggil Hanung saat mendapati sekertaris nya itu tidak kunjung menjawab pertanyaan "Eh...iya pak?" "Kamu ada perlu apa?" "Itu, anu..ini pak dokumen yang bapak minta tadi pagi."jawab Kartika "Oh,kalau gitu yaudah cepat bawa sini.." Kartika mendekat dan meletakan berkas itu di meja kerja Hanung sesaat mata Kartika tertuju pada foto profil kontak seorang gadis "Adik bapak?" Tanya Kartika Membuat Hanung mengerutkan alisnya "Adik? Siapa?" "Itu.." tunjuk Kartika pada photo profil Zahra Hanung tersenyum kecil sebelum menjawab pertanyaan sekertaris nya itu,sedangkan Kartika dengan sabar menunggu jawaban Hanung "Kenapa?cantik ya?" Tanya Hanung "Iya cantik pak." "Jelas... calon istri saya." Jawab Hanung sambil tersenyum lebar sedangkan Kartika terlihat shock dengan jawaban bosnya itu "Calon istri?" "Iya calon istri saya," Kartika meremas roknya dengan kuat. Bisa-bisanya dia lengah dan tidak tau kalau Hanung sudah memiliki tunangan. Jelas-jelas lelaki itu selalu sibuk kapan dia memiliki waktu untuk mengenal perempuan itu atau mereka sudah berhubungan sebelum Hanung bekerja di sini. Kini di pikiran Kartika hanya berputar tentang Hanung dan tunangannya. Dia harus memikirkan cara agar dapat memiliki Hanung, lelaki sebaik Hanung tidak mungkin Kartika lepaskan begitu saja ***** Beberapa pesan beruntun masuk ke ponsel Akbar setelah cukup lama lelaki itu menonaktifkan ponselya Akbar masih enggan membuka pesan itu lelaki itu masih sibuk dengan barang-barangnya seperti yang sudah ia putuskan dia akan kembali dan membicarakan masalah Zahra pada mereka. Selama di sini Akbar banyak berpikir bukan sebuah masalah jika dia mempersunting Zahra saat masih kuliah masalah pekerjaan semua bisa ia rencanakan ulang, tapi Zahra gadis itu akan pergi darinya untuk selamanya jika dia tidak segera melakukan sesuatu Akbar merasa bodoh harusnya dia tidak pergi harusnya dia tetap di sana dan berjuang mendapatkan Zahra Akbar menyelesaikan packing nya dan akhirnya meraih ponselnyaenya sekedar mengecek pesan yang sedari tadi membuat ponsel nya tidak henti berdering "Woi Akbar?" "di mana?" "Zahra mau nikah!kamu dimana kok malah ngilang?" "Anak setan, pacarmu mau nikah bego!!." Akbar terpaku saat membaca pesan yang sahabatnya kirimkan. Apa semua yang Fahri katakan benar? Akbar menatap sebuah pesan dengan nama Zahra yang tertera di sana "Akbar? Kamu dimana? Kamu marah sama aku? Kamu benci? Maaf Akbar aku sudah nyakitin kamu. Kamu dimana Bar...kenapa kamu menghilang begitu aja,kenapa kamu pergi tinggali Aku sendiri kupikir kamu bakal berjuang buat kita seperti yang kamu bilang..." "Akbar, bagaimana kabar kamu? Kuharap kamu sehat selalu, mungkin semua udah terlambat untuk kita, atau ini mungkin udah jalan takdir kita. Aku gak tau kapan kamu akan baca pesan ini. Aku cuma mau bilang terima kasih untuk semuanya dan maaf aku gak bisa jadi masa depan kamu dan ibu dari anak-anak kamu..tapi aku harap kamu dapat perempuan yang baik dan sangat mencintai kamu. Aku tau kita sudah berusaha tapi tetap Tuhan yang menjadikan segala rencana, semoga ini jadi yang terbaik untuk kita berdua." Akbar meremas ponselnya air mata lelaki itu jatuh dengan nafas yang terasa sesak "Gak Ra, kita gak bisa berakhir kaya gini. Kamu cuma milik aku,milikku.." Guman Akbar dengan kemarahan yang menyelimuti hatinya ***** Zahra termenung di salam kamarnya siapa sangkan pernikahannya hanya menghitung hari saja, gadis itu membaringkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar terbesit kenangan nya bersama Akbar yang masih terukir jelas dalam ingatan nya Lagi-lagi air mata itu menetes semakin dia mengingat semakin hatinya sakit, apa semua karena dia terlalu lemah? Atau harusnya dia pergi saja dari rumah ini, terkadang segala cara ia pikirkan namun ujung dari semua itu hanyalah wajah penuh harap dari kedua orang tuanya dia bisa mengkhianati siapapun tapi tidak Tuhan dalam dunianya Tring... Sebuah pesan masuk membuat Zahra meraih ponselnya di nakas ternyata Hanung lah yang mengirim pesan sekedar bertanya apa yang sedang ia lakukan Zahra mematikan ponselnya tanpa membalas pesan Hanung bukan karena ia membenci lelaki itu, ia sadar Hanung adalah lelaki baik dan Zahra pun mulai terbiasa dengannya hanya saja Akbar masih mengisi posisi utama dia hatinya sebaik apapun Hanung padanya, Zahra tidak akan mudah menerimanya. Kini notifikasi kembali berbunyi membuat Zahra menghela nafasnya terkadang jika ia tidak membalas pesan Hanung akan mengirimkan beberapa pesan sampai akhirnya Ia membalas "Akbar."Zahra terperangah saat mendapat pesan singkat dari Akbar,gadis itu masih terpaku dan tidak percaya. Zahra berpikir semua sudah berakhir namun hanya karena 1 buah pesan benar-benar bisa membuatnya kembali berharap "Ra aku mau bicara, apa kamu punya waktu." Zahra meremas ponselnya, dilema mulai menyelimuti hatinya cinta yang berusaha ia kubur begitu cepatnya kembali mencuat kepermukaan Pikiran Zahra berkerja, haruskah dia bertemu akbar? Namun jika iya apa semua bisa berubah, apa akan ada kesempatan bagi cinta mereka sekali lagi, atau ini hanya akan menjadi sebuah kesan perpisahan yang nyatanya hanya menambah luka pada hati mereka masing-masing "Aku gak bisa lepasin kamu Ra, aku salah menghilang selama ini. Aku tau aku terlambat, tapi lebih baik terlambat dari pada aku harus pasrah sama perpisahan ini. Kasih aku kesempatan Ra....aku serius. Aku cinta sama kamu aku gak mau kamu jadi milik orang lain...." Zahra menatap nanar pesan itu membaca satu persatu kata dengan rasa sakit yang menusuk. Terlambat? semuanya mungkin sudah tidak bisa kembali seperti semula. Semua sudah di persiapkan hanya tinggal menghitung hari dari tanggal yang telah di tentukan. "Pada akhirnya pertemuan kita cuma jadi salam perpisahan." Ya! Penyesalan Akbar bukan lagi terlambat tapi sangat terlambat, waktu sudah banyak berlalu Akbar sudah melewati masa perjuangan dengan sia-sia kini lelaki itu hanya bisa menerima
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD