Bab 06

1405 Words
"cie...cie.. yang udah mau jadi manten." Ucap Nisa sambil bersandar di pintu kamar Zahra "Kok mukanya murung gitu? harusnya senang dong sudah dapat pendamping." Sambung Nisa yang kini mendudukkan dirinya di samping Zahra yang sedari tadi seolah tidak menanggapi apa yang kakak keduanya itu ocehkan. "Ra,kamu sakit?." tanya Nisa saat merasa ada yang aneh dengan raut wajah adiknya itu. "gak Kak, aku gak apa-apa kok." jawab Zahra yang tentunya hanya sebuah kebohongan saja. saat ini hati Zahra hancur semenjak hari itu Akbar menghilang dari kehidupannya tanpa salam perpisahan ataupun sekedar pesan singkat. Akbar... Zahra rindu, hanya itu yang gadis itu suarakan setiap kali membuka matanyadi pagi hari. mengapa Akbar pergi begitu saja tanpa kabar apa keblaki itu sangat besar padanya hingga memilih menghilang begitu saja,lagi-lagi Zahra terhanyut dalam pikirannya hingga dirinya lupa saat ini ia tidak sedang sendiri sedari tadi ada Nisa yang mengamatinya dalam diam "kamu gak suka perjodohan ini ra?" cetus Nisa begitu saja. "kamu sudah punya pacar?" kali ini Zahra menatap Nisa dengan tatapan heran apa kakaknya ini bisa membaca pikirannya memang diantara kedua saudarinya Zahra lebih dekat kepada Nisa selain karena umur mereka yang tidak berselisih jauh sifat santai dan pemikiran Nisa jauh lebih terbuka di banding Rahma yang tergolong mewarisi sifat ayah mereka . "apa ayah tau tentang pacarmu?" kali ini Zahra mengangguk dan tidak kuasa menahan air matanya membuat Nisa yang prihatin melihat keadaan adiknya itu langsung memeluk erat Zahra " Zahra sebenarnya gak mau Kak, Zahra gak suka sama Mas Hanung..." Nisa dapat merasakan betapa putus asanya tangis Zahra dalam pelukannya saat ini. Sungguh Nisa ingin marah saat melihat adiknya terlihat putus asa seperti ini namun wanita dengan 1 anak itu pun sadar bahwa dia tidakakan bisa melakukan apapun, bahkan dirinya saja tidak bisa membambantah perjodohan yang ayahnya lakukan padanya dulu lalu bagaimana ia bisa menyelamatkan Zahra, "Kakak akan bicara sama ayah...." ucap Nisa walau ada sedikit rasa tidak yakin dalam hati wanita itu bahwa ayahnya yang keras kepala itu akan mau mendengar ucapannya. "Gak Kak, jangan...nanti kakak yang kena masalah Zahra gak mau." ucap Zahra sambil menahan tangan Nisa "Kenapa Ra? ini berbeda dari apa yang aku dan Kak Rahma alami dulu waktu itu kami belum punya pilihan sendiri tapi saat ini kamu, kamu sudah punya pilihanmu sendiri Ra,kamu berhak memilih apa yang kamu mau." ucap Nisa penuh penekanan namun tetap saja Zahra menahan tangan wanita itu seolah tau segala usaha kakaknya itu hanya akan berakhir sia-sia. "Ayah gak akan luluh kak....aku sudah coba segala cara bahkan bunda juga ikut buat bujuk ayah tapi ayah gak mau dengar, mungkin memang sudah nasib aku Kak." "Bagaimana dengan pacar kamu? dia terima kamu di jodohkan?" tanya Nisa "Sudah Kak, dia juga sudah datang dan coba buat bujuk ayah tapi dia malah di usir sama ayah..semenjak itu Zahra gk pernah ketemudia lagi kak, dia gak masuk kuliah Zahra juga gak bisa hubungin dia, dia pasti benci Zahra kak dia pasti kecewa sam Zahra makanya dia menghilang dan tinggalin Zahra sendiri...." lagi-lagi tangis gadis itu pecah sebisa mungkin ia berusaha agar terlihat baik-baik saja namun semua itu semakin membuatnya sesak, "Loh kok pada nangis?" seru Rahma yang baru saja masuk. dengan cepat Zahra menghapus air matanya begitu juga dengan Nisa yang ternyata tanpa sadar ikut menangis. "Ada apa Sa? kenapa kalian berdua nangis?" tanya wanita itu dengan tatapan bingung "Gak Kak, Zahra cuma sedih aja, sebentar lagi bakal pisah sama ayah dan bunda." jawab Zahra "aduh,aduh...adeknya kak Amah udah besar jangan nangis dong...kan sudah memang kodratnya perempuan seperti itu menikah lalu ikut sama suami jadi gak perlu di tangisin." jawab Rahmah atau yang biasa di panggil Amah oleh Zahra dan Nisa. Zahra hanya tersenyum kecil sedangkan Nisa menatap jengah kearah Rahmah "Kamu harusnya senang dek,Nikah itu ibadah loh. Betul kan Sa..?" Ucap Rahmah "Iya kak..." Jawab Zahra yang hanya bisa menampakan senyum palsunya "Tergantung kondisi." Jawab Nisa membuatnya mendapat tatapan tajam dari Rahmah "Maksudmu?" Tanya Rahmah seolah tidak senang dengan jawaban dari Nisa "Pernikahan itu bukan sekedar ibadah saja kak, tapi juga tentang perasaan." Jawab Nisa Rahmah mengerutkan keningnya wanita itu tidak suka mendengar jawaban Nisa "Kamu betul, tapi semua itu kan bisa di biasakan...dulu kamu sama Iqbal apa saling cinta?." Ucap Rahmah Raut wajah Nisa mulai berubah membuat Zahra yang sadar akan hal itu dengan cepat menyudahi adu mulut dia antara dua saudarinya itu "Sudah..sudah kak, kok jadi pada ribut." Ucap Zahra dengan perasaan tak enak hati karena membuat kakak-kakaknya berdebat "Gak tau nih si Nisa.." ucap Rahmah "Kok aku sih!." "Ya memang kamu..suka kan kamu mencela omongan kakak? Maksud kamu apa? Kamu pikir kakak gak tau apa yang kamu maksudkan.." decak Rahmah dengan raut wajah serius "Lantas salah aku dimana? Ada yang salah dari ucapan aku, cinta itu juga penting kan kak? Seandainya setelah pernikahan mereka, mereka tetap gak saling cinta mau jadi apa pernikahan itu?." Jawab Nisa membuat Rahmah terdiam "Aku bukan menyalahkan dari segi ibadahnya kak, tapi apa perasaan manusia itu sendiri tidak penting? Tidak pantas di pertimbangkan?" Sambung Nisa "Cinta,cinta,cinta..! Apa cukup cinta itu membawa kamu masuk ke surga? Berapa banyak orang di luar sana rusak karena cinta?" Jawab Rahma "Dan Zahra, kamu harusnya bersyukur ayah masih perduli dan sayang sama kita makanya dia memilihkan calon yang baik untuk anak-anak perempuan nya. Ingat tidak ada orang tua yang mau menjerumuskan anaknya."lanjut Rahmah Zahra meneteskan air matanya saat mendengar perkataan Rahmah. Bukanya dia tidak bersyukur memiliki seorang ayah seperti ayahnya namun hatinya tidak semudah itu menerima keputusan yang ayahnya buat. Jauh di dasar hati Zahra ia selalu ingin lari, lari dari semua ini dan hidup seperti yang dia inginkan "Ingat Zahra hidupmu tidak akan berkah tanpa ridho orang tua." Ucap Rahmah sebelum akhirnya pergi meninggalkan Zahra yang sudah terisak "Apa gak bisa Zahra mendapat ridho orang tua dan cinta Zahra sekaligus," ucap Gadis itu sambil menutupi kedua wajahnya dan menangis sejadi-jadinya Nisa hanya dapat merengkuh tubuh adiknya. Dia akan berbicara pada ayahnya sebelum semua terlambat, bagi Nisa kebahagiaan Zahra lebih penting *** Akbar duduk di pinggir balkon sambil sesekali melihat lalu-lalang kendaraan . Lelaki itu terlihat kurus beberapa rambut halus menumbuhi rahang nya. Suara dering ponsel terdengar untuk kesekian kalinya Akbar menghela nafas panjang... "Assalamualaikum.."ucap lelaki itu "Walaikum salam, Akbar kamu kemana aja sih Nak!!"sengit Kavita saat Akbar akhirnya mengangkat panggilan nya "Akbar kan udah bilang bu, Akbar lagi di Kuala Lumpur." Jawab lelaki itu "Kuala Lumpur dimana nya? Jangan bohong kamu,mama sudah telpon uncle Hussein dan mereka gak ada ketemu sama kamu sama sekali!" Kavita tidak bisa menahan emosi yang ia rasakan, kekhawatiran nya terlalu besar terlebih semenjak kecelakaan itu sikap Akbar berubah "Akbar memang gak tinggal sama Uncle, Akbar gak mau merepotkan mereka." "Merepotkan bagaimana? Kamu gak ada kabar seperti ini malah merepotkan mereka...kamu tau kami khawatir?sebenarnya ada apa sih Nak semenjak hari itu kamu bukan seperti Akbar yang mama kenal selama ini." Akbar terdiam ia dapat mendengar suara isakan mamanya dari seberang sana. Lagi-lagi dia sudah melakukan dosa besar karena membuat mamanya menangis "Akbar cuma mau tenangkan diri mah, Akbar gak bermaksud buat kalian khawatir." Air mata Akbar menetes. Bukankan dia terlalu cengeng untuk seorang laki-laki berusia 21 tahun. Tidak, baik perempuan ataupun laki-laki berhak menangis. "Pulang Nak, kalo kamu ada masalah cerita sama mama, jangan seperti ini jangan jadi pengecut dan lari...apapun yang terjadi kamu tetap anak mama, jadi pulang nak kita bicarakan kita selesaikan sama-sama." Bujuk Kavita " Apa bisa mah? Apa Akbar masih punya kesempatan? Akbar takut kalau nanti semuanya tetap sama." Sesaat Kavita terdiam sambil memikirkan apa yang putranya katakan namun dengan cepat ia kembali mengatur pikirannya "Mama gak tau apa yang terjadi sama kamu tapi lebih baik kamu pulang terlebih dahulu dan kita bicarakan baik-baik dirumah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD