Gwen menghela napas pelan. Pandangannya mengamati setiap jengkal dalam ruangan. Lima tahun yang lalu, Gwen masih sangat ingat dengan waktu itu. Dia menghabiskan uang tabungannya hanya untuk membuat kafe ini. Dan dirinya pun akan menjual kafe serta rumahnya untuk mendapatkan uang.
"Setelah ini, kau akan tinggal di mana?"
Pertanyaan Bennie membuatnya sedikit tersentak. Dia menoleh ke arah pria yang sedang membantunya membereskan kafe. Ujung-ujung bibirnya tertarik perlahan, membentuk sebuah senyuman tipis.
"Tentu saja denganmu."
"Apa?" Ben terkejut mendengar jawaban Gwen. "Aku seorang pria, Gwen," ucapnya seolah memberi peringatan besar.
Gwen justru tertawa mendengar pernyataan Ben. Kalimat itu terdengar lucu untuknya. Memang benar Bennie seorang pria, namun Gwen percaya jika temannya itu tidak berniat buruk padanya. Bisa dikatakan jika Bennie sedikit tidak terlihat seperti pria jantan.
"Mana ada seorang pria mengidam-idamkan ingin menjalin hubungan dengan Si model mata biru Jean O'Campbell?" ledek Gwen.
"Aku membayangkannya jika aku seorang wanita, Gwen," Ben sedikit menaikkan nada bicaranya yang terdengar kesal. Bahkan dia membanting beberapa nampan yang ada di tangannya.
Berbeda dengan Ben, Gwen justru semakin tertawa melihat temannya merajuk. Namun tawa itu tidak bertahan lama, dia berjalan mendekat ke arah Ben dan merangkulnya. Sedang sebelah tangannya mengelus perut Ben yang membuncit karena kelebihan berat badan.
"Janganlah marah, aku hanya bercanda, hmm?" Gwen menatap Bennie sembari mengedip-kedipkan matanya.
"Aku masih mendapat jatah makan malam untuk malam ini kan?"
"Tentu saja."
Senyum Bennie perlahan terlihat. Gwen pun menyusul. Keduanya tiba-tiba tertawa meskipun tidak tahu apa yang membuat mereka tertawa.
***
Dua hari telah berlalu. Semenjak hari itu Gwen tidak pernah mendapat telepon dari Ansell. Dirinya pun tidak berniat untuk menghubungi pria itu, berjaga-jaga agar Ansell tidak menagih p********n.
Ansell hanya memberi waktu dua hari, dan dia sudah melewati batas waktunya karena hingga sekarang belum ada jawaban dari pihak property. Gwen hanya berharap jika pria itu masih tetap bersedia menerima kerjasamanya.
Gwen tertegun saat mendengar ponselnya berdering. Ada pesan masuk di ponselnya dari pihak property yang menyuruhnya untuk datang ke kantor. Mungkin sudah ada orang yang bersedia membeli rumahnya.
Membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit untuknya sampai di kantor property. Dia pun segera pergi ke kantor property menggunakan mobil. Sepanjang jalan Gwen terus memikirkan tentang rumah dan kafenya. Meskipun tiba-tiba merasa tidak yakin untuk menjualnya, dia membutuhkan uang.
Hanya ada satu juta dolar di tabungannya. Dia masih membutuhkan dua juta dolar lagi untuk membayar Ansell. Dan dia berharap jika uang dari penjualan kafe dan rumahnya akan cukup.
***
Ansell memasuki sebuah ruangan. Kedatangannya cukup membuat seorang pria yang sedang berkutik dengan pekerjaannya terkejut. Ansell tersenyum miring sembari berjalan mendekat ke arahnya. Dia melihat pemilik ruangan itu berdiri menyambut kedatangannya yang tak diundang.
"Selamat pagi, Ares. Sepertinya..." Ansell menatap setumpuk pekerjaan Antonio di atas meja, "aku mengganggumu."
"Apa yang membuatmu sampai datang ke kantorku?" tanya Antonio dengan tatapan mengawasi. Dia melihat Ansell berhenti di depan meja kerjanya.
Ansell tersenyum tipis. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Aku membutuhkan alpha-mu," ucap Ansell.
Alpha, sebuah kata yang digunakan untuk menagih bantuan yang pernah dijanjikan oleh seseorang. Tidak semua orang mengerti maksud dari kata itu. Kebanyakan dari anggota mafia yang baru justru mengira jika itu adalah hanya meminta senjata untuk bala bantuan.
"Aku sudah menghapusnya," jawab Antonio singkat. Dirinya sedikit tidak senang membahas masalah pekerjaan yang menyangkut mafia di dalam kantor. Terlebih pada sesama orang yang menggeluti dunia tersebut.
Ansell terdiam sejenak. Hanya Antonio yang masih berhubungan baik dengannya. Dan hanya Antonio yang bisa membantunya kali ini.
"Baiklah, kalau begitu, aku akan memberikan alpha-ku padamu. Aku yakin suatu saat nanti kau pasti membutuhkannya."
Antonio tersenyum miring. "Apa kau sangat membutuhkannya?"
Ansell tidak menjawab pertanyaan retoris dari Antonio. Keduanya saling diam dengan tatapan yang beradu seolah sedang membaca pikiran masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian Antonio berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Dia pun memberikan intruksi pada Ansell untuk ikut duduk di sana.
"Aku meminta informasi pembunuhan sepuluh tahun yang lalu seorang ibu dari wanita bernama Gwinevere Thompson," ucap Ansell tanpa basa-basi.
"Apa kau beralih profesi sebagai seorang detektif?" Antonio menaikkan sebelah alisnya.
"Tidak. Justru aku akan menjadi orang yang lebih kaya." Ansell tersenyum tipis melihat tatapan penuh tanya dari Antonio, "Ada seorang wanita bodoh meminta bantuanku untuk menyelidiki kasus pembunuhan ibunya. Dan dia berani membayarku mahal."
"Tidak menjadi hal yang sulit untuk keluarga Thompson."
Ansell mengernyit bingung mendengar ucapan Antonio? Apa kebetulan pria di depannya mengenal keluarga Thompson?
"Kau mengenalnya?"
"Tentu. Thompson Corp. salah satu perusahaan investasi. Pemiliknya adalah Roy Thompson. Tapi aku tidak tahu apakah itu orang yang kau maksud atau bukan."
"Gwinevere Thompson," Ansell merogoh kantong celana bagian depan dan memberikan sebuah kartu nama pada Antonio, "Apa hanya ada satu nama Thompson di Amerika?" tanyanya mengingat tingkah Gwen yang ingin menjual rumahnya.
"Tidak hanya ada satu nama Barclay di Amerika," jawab Antonio sembari melirik ke arah kartu nama itu tanpa berniat mengambilnya.
"Aku akan memberikan alpha untukmu jika kau mengirimkan informasi yang kubutuhkan tentang wanita ini," ucap Ansell dan memasukkan kembali kartu nama itu ke dalam saku.
"Berapa banyak alpha yang akan aku dapat?" Antonio tersenyum miring. Sangat jarang sekali seorang Ansell memberikan alpha.
"Dua," jawab Ansell singkat. Dia tidak akan memberikannya lebih dari dua. Dua saja sudah sangat banyak untuknya.
Antonio tertawa pelan. "Baiklah," balasnya.
Tak lama Ansell pun memilih untuk pulang saat melihat kedatangan George.
***
Braaakk
Bennie terlonjak kaget. Dia mengalihkan tatapannya dari layar televisi pada koper dan tas yang dibawa oleh Gwen. Dirinya memperhatikan Gwen yang langsung duduk di sampingnya. Bahkan temannya merebut seplastik makanan ringan yang menjadi cemilannya.
"Apa ini?" tanya Bennie sembari menunjuk koper dan tas. Dia bangkit dan berdiri di samping koper hitam milik Gwen.
"Koper dan tas," jawab Gwen diiringi helaan napas panjangnya. Sebelah tangannya meraih remote televisi dan mengganti siarannya.
"Aku tahu itu koper dan tas. Tapi untuk apa kau membawanya kemari?"
"Aku akan tinggal di sini," jawab Gwen. Dia menarik napas panjangnya, "Rumahku sudah terjual."
"Aku seorang pria, Gwen," Bennie kembali mengucapkan kalimat itu. "Lagipula di sini hanya ada satu kamar."
"Aku bisa tidur di kamar dan kau di sofa, gampang kan?" Gwen melebarkan senyum tanpa dosa membuat Bennie mendengus kesal.
"Oh my God, Gwen!" desah Bennie.
"Apa ada masalah? Lagipula dulu juga kau sering menginap di rumahku, dan... tidur di sofa. Jadi," Gwen melirik ke arah Bennie yang memberikan tatapan serius padanya, "Anggap saja ini rumahku," sambungnya diiringi kekehan.
"Rumahmu, pantatmu! Dasar," umpat Bennie, dia mengerucutkan bibirnya dan kembali duduk di samping Gwen, kedua tangannya mendorong tubuh Gwen menjauh dari sofa. "Awas. Aku tidak mau kau mengotori tempat tidurku," usir Bennie.
Gwen justru tersenyum lebar mendengar ucapan Bennie. Dia mengecup pipi kanan pria itu sembari bangkit berdiri. "Thank you," ucapnya lalu merangkul tas dan menarik kopernya masuk ke dalam kamar Bennie.
***
Ansell menatap layar komputernya. Masih bertahan dengan sikap diam semenjak mendapat email dari Antonio, dirinya tidak mengatakan apapun. Ansell terus mengecek hasil laporan yang didapatkan dari Antonio berulang kali, namun dia tidak menemukan kesalahan. Laporan itu memang benar. Dan kali ini dirinya yang berada dalam masalah.
Sepuluh tahun yang lalu, pertama kalinya Ansell menjadi pembunuh bayaran serta penculik yang handal. Meskipun waktu itu bukan pertama kalinya dia membunuh seseorang. Ansell masih sangat ingat dengan tugas pertama dan mendapat bayaran yang sangat besar. Waktu itu dia mendapat bayaran tujuh juta dollar, nominal yang sangat besar untuk sepuluh tahun yang lalu.
Dan waktu itu dia gagal menjalankan tugas yang diberikan tanpa diketahui oleh orang yang membayarnya. Karena dirinya menyembunyikan bukti.
Ansell mendesah pelan. Dia tidak mungkin memberikan laporan itu pada Gwen. Lagipula wanita itu belum menghubunginya hingga sekarang. Sepertinya dirinya tidak perlu bekerjasama dengan wanita itu. Dia tidak ingin memakan buah simalakama.
Ponselnya bergetar untuk waktu beberapa saat, menandakan ada beberapa pesan singkat yang masuk. Perhatian Ansell teralihkan sejenak, dia meraih ponsel dan membuka beberapa pesan.
Ansell membuka pesan di barisan paling atas. Sebuah pesan dari ibu angkatnya. Ansell tersenyum tipis melihat pesan itu, yang mengatakan jika ibunya telah menyiapkan makanan kesukaannya dan memintanya untuk mengunjungi nanti malam.
Setelah membalas pesan dari ibu angkatnya, Ansell menyentuh tombol kembali, dan menunjukkan beberapa deret pesan. Dia terdiam sejenak, tidak langsung membuka pesan dari Gwen, Ansell justru menatap ponselnya.
Hingga beberapa saat kemudian nomer Gwen menjadi pengirim pesan di barisan pertama karena telah mengirim pesan baru. Ansell pun membukanya. Dan iya, sepertinya Gwen mengirimkan pesan sejak tadi karena tidak hanya ada satu kalimat pesan, melainkan lebih dari sepuluh.
Buy, aku ingin kita bertemu.
Buy, aku sudah membayarnya. Jangan lupa untuk mengecek rekeningnya.
Buy.
Aku sudah membayarnya. Kenapa kau tidak membalas pesan dariku?!
Aku menunggumu di I'll Italiano Resto di depan kafeku.
Buy.
Jangan membuatku menunggu, sialan! Cepat kemari. Aku sudah membayarmu!
Buy, cepat datang kemari! Aku tunggu sampai sepuluh menit. Kalau kau tidak datang, aku akan melaporkanmu pada polisi atas kasus penipuan.
Kembalikan uangku, sialan!
Penipu.
Kurang ajar! Kembalikan uangku!
Buy.
Ansell sempat terkejut mendapat banyak pesan dari Gwen. Mungkin karena keasyikannya memeriksa laporan dari Antonio sehingga tidak menyadari sejak pukul sepuluh pagi ponselnya bergetar.
Ya.
Setelah membalas pesan Gwen dengan kata yang sangat singkat, Ansell memasukkan kembali ponselnya. Dia meraih jaket dan memakainya sembari melenggang keluar ruangan.