Chapter 07

1288 Words
Dhafa membenarkan jas kedokteran-nya sebelum memasuki ruangan VIP nomor 2012. Seorang pasien yang hampir dibunuh oleh Dhafa semalam, kebetulan sekali dirawat di rumah sakit miliknya. Sehingga Dhafa lebih mudah membunuh pria tua itu yang tidak jadi dibunuh olehnya semalam.   Dhafa menatap tajam pada pria paru bayah yang terlihat lemah dengan infus, alat pernapasan, dan kabel-kabel lainnya yang melekat pada tubuh pria paru bayah tersebut.   Dhafa sengaja tidak membunuhnya. Dhafa ingin sedikit bermain lebih lama lagi, dengan mafia kelas kakap yang sudah menghancurkan beberapa bisnis hotel Dhafa di Spanyol.   Slogan hidup Dhafa 'Ada yang mengganggu, harus dimusnahkan'.   Jangan anggap remeh, seorang Dhafa Alsa Angkasa. Pemuda yang dikenal dengan kebaikan dan kedermawanan oleh publik. Namun tidak ada yang tau dirinya adalah komunitas pembunuh, atau lebih tepatnya adalah ketua pembunuh bersama Dhafin kembarannya.   "Hai, apakah Anda sudah mulai baikan?" Dhafa berusaha seramah mungkin pada pasien, yang sebentar lagi akan merengang nyawa di tangannya.   Pasien tersebut hanya menatap Dhafa tanpa bisa menjawab. Ia tidak bisa berbicara, karena lidahnya dipotong oleh pria yang mendatangi apartemennya semalam. Menggunakan masker, sarung tangan, dan kacamata.   "Anda terlihat tidak baik-baik saja? Atau Anda ingin mati langsung?" Dhafa menampilkan smirk liciknya. Ia memang seorang Dokter sekaligus merambat pada pembunuhan.   Menyembuhkan orang baik adalah pekerjaanya, tapi membunuh orang jahat juga pekerjaannya. Sangat bagus bukan? Dia menyembuhkan sekaligus melenyapkan nyawa orang.   Pasien itu terlihat panik, ketika melihat pisau lipat kecil yang dikeluarkan oleh Dhafa dari saku jas kedokterannya.   Dhafa mengayunkan pisau lipatnya di depan wajah pria paru bayah, yang berprofesi sebagai mafia yang sebentar lagi menjadi mantan mafia. Kebetulan sekali, keluarga pria ini sedang tidak berada di sini.   "Tuan, kau tau Siapa pria semalam yang memotong lidahmu dan membuat jantungmu bocor?" Dhafa bertanya dengan nada halus kematiannya. Siapapun yang mendengar akan merasa takut dan merinding.   Dhafa banyak yang bilang jelmaan malaikat. Dengan paras tampan, penyayang, ramah, dermawan, dan hal-hal baik lainnya. Tapi Dhafa adalah orang kejam, yang tidak punya belas kasihan pada siapapun.   Pria paru bayah ini menggeleng takut. Melihat Dhafa mengarahkan pisau lipatnya ke arah jantung pria ini dengan senyuman pembunuhnya. Dhafa ingin sekali mengeluarkan jantung pria yang menjadi pasien di rumah sakitnya.   Namun sayang, ia masih berpikir dengan reputasi rumah sakitnya. Rumah sakitnya terkenal dengan rumah sakit terbaik di Amerika. Sekarang sudah merambat menjadi rumah sakit terbaik di dunia dengan obat-obatan berkualitas, Dokter tepercaya, dan banyak lagi kelebihan rumah sakit Angkasa.   "Aku tidak akan membunuhmu, tapi aku akan menyuntikkan racun yang tidak terdeteksi oleh siapapun kecuali oleh Dokter ahli." Dhafa tertawa iblis. Ia mengambil sebuah suntikan dan mengambil sebotol kecil racun yang sering digunakan olehnya membunuh pasiennya di rumah sakit ini.   Pria tersebut menggeleng takut. Ketika Dhafa dengan senyuman liciknya mulai menyuntikkan ke lengan pria tersebut sebuah racun yang bisa membuat manusia mati dalam hitungan detik. Pria itu memberontak dan beberapa saat kemudian ia merasa lemah dan... menghembuskan napas terakhirnya.   Dhafa menatap penuh kasihan dan puas. Puas karena sudah membunuh dan merasa kasihan karena mantan ketua mafia itu mati secara cepat.   Dhafa mengibaskan tangannya. Dan berjalan ke luar dari ruangan ini, biar saja perawat atau Dokter yang bertugas nanti, menemukan mayat pria paru bayah itu. Ia tidak akan mau repot-repot dengan memanggil pertolongan, agar jasad mantan mafia itu dibawa pulang oleh keluarganya.   Malahan Dhafa ingin sekali memotong-motong tubuh pria paru bayah itu menjadi kecil-kecil. Setelah itu dia akan memberikan dagingnya pada Singa peliharaannya di mansion keluarga Alsa.   Sayang sekali... Jacky terpaksa harus memakan daging ayam lagi bukan daging manusia.   Dhafa tersenyum penuh kemenangan. Lagi dan lagi, dirinya berhasil membunuh di tempat yang sangat mudah sekali ketahuan orang lain. Ia adalah ketua dari organisasi pembunuh, harus berhati-hati jangan sampai tertangkap.   Bermain cerdik sudah menjadi kebiasaan dari seorang Dhafa. Semuanya sudah ia lakuka dengan matang dan tanpa ketahuan sedikitpun oleh pihak kepolisian.   "Sayang sekali kau harus mati." Dhafa membakar jarum suntik yang ia suntikan kepada ketua mafia tadi.   Dhafa tersenyum kembali sembari mengambil ponselnya.  Menghubungi anak buahnya yang sedang menyelidiki gadid yang ia tiduri bersama Dhafin seminggu yang lalu.   "Halo... kau sudah tau siapa dia?" Dhafa bertanya pada bwahannya.   Dhafa tersenyum mendengar kalau gadis bernama Moren tersebut sudah diselidiki asal-usulnya.   Dhafa mematikan sambungan teleponnya, tanpa membalas ucapan dari bawahannya lagi.   Ia beralih mengirim sebuah pesan pada Dhafin. Bahwa gadis yang mereka selidiki sudah diketahui identitasnya. Dan mereka akan tidur di apartemen malam ini.   "Kau membuat kami penasaran... Moren," Dhafa tertawa licik.   ***   "Jadi, siapa dia sebenarnya?" Dhafin menatap Ranol, seorang pembunuh yang alih dalam menyelidiki seseorang.   Ranol memberikan dua map merah pada Dhafin dan Dhafa, agar kedua Tuannya bisa membaca masing-masing identitas dari Moren.   "Wanita itu bernama Aluna Morenlia Chow. Anak dari mantan FBI terhebat, Andrew Chow. Berumur dua puluh tiga tahun, membuka butik terbesar di New York, dan memiliki seorang Adik bernama  Jovano Chow. Moren baru putus dengan kekasihnya seminggu yang lalu," jelas Ranol.   Dhafin dan Dhafa tersentak kaget. Bukankah Andrew Chow suami dari Sancan Lee? Sahabat dari Papa mereka yang sampai sekarang berjasa bagi keluarga Alsa. Andrew dahulu pernah menyelamatkan mereka dan Moma mereka saat diculik oleh Lia, Ibu kandung dari Kanaya.   Dhafin dan Dhafa tidak menyangka kalau Andrew dan Sancan memiliki anak perempuan. Selama ini mereka tidak pernah berjumpa dengan Moren saat acara keluarga Chow dan Alsa. Mereka hanya berjumpa beberapa dengan Jovan.   "Bagaimana bisa? Bukankah Andrew tidak memiliki anak perempuan?" Dhafa bertanya pada Ranol.   "Andrew mempunyai anak perempuan yang ia titipkan pada oorangtuanya di Korea. Baru lima tahunan ini Moren berada di New York dengan paksaan kekasihnya dan juga orangtuanya. Selama delapan belas tahun, Moren tinggal di Korea. Karena Andrew tidak ingin anaknya menjadi korban dari  musuhnya yang masih menaruh dendam." jawab Ranol.   Dhafin dan Dhafa mengangguk. "Jadi, Moren baru putus dengan kekasihnya? Siapa nama lengkap mantan kekasih Moren?" Dhafin bertanya pada Ranol.   Dhafin penasaran siapa sebenarnya mantan gadis itu. Sehingga membuat Moren frustrasi malam itu dan dengan mudahnya dibawa ke apartemen mereka.   "Davin Alfonso. Pemilik Alfonso Group, yang kebetulan sekali bekerja sama dengan Alganta Group." Ranol menjawab pertanyaan dari Dhafin kembali.   Dhafin menyeringai mendengar jawaban dari Ranol. "Sepertinya dia korban kita selanjutnya," Dhafa mengangguk setuju. Ia sudah haus akan membunuh kembali, padahal baru tadi pagi ia membunuh mantan ketua mafia.   "Ranol, kau ikuti terus Davin." perintah Dhafa yang diangguki oleh Ranol.   "Baik, Tuan." Ranol berpamit untuk pergi menyelasaikan tugasnya malam ini.   Malam ini Ranol dibayar untuk membunuh pengacara kondang yang terlibat skandal dengan mantan istrinya.   Setelah kepergian Ranol. Dhafin dan Dhafa saling memandang, senyuman licik terbit pada bibir mereka. Malam ini mereka juga mempunyai tugas membunuh dua model sekaligus.   Dhafin akan menyelesaikan satu dan Dhafa menyelesaikan satunya lagi.   "Jam berapa sekarang? Aku sudah tidak sabar membunuh model silikon itu." Dhafin melihat jam tangannya. Yang menunjukkan pukul sepuluh malam dan sepertinya mereka sudah bisa berangkat sekarang.   "Sebaiknya kita pergi sekarang," Dhafa nengangguk dan berdiri dari duduknya mengikuti Dhafin.   Dhafin dan Dhafa tidak perlu memakai masker, sarung tangan, dan yang lainnnya. Rencananya mereka akan mencincang tubuh dua model itu dan memberikannya pada Singa, Buaya, dan Harimau peliharaan mereka.   Keluarga Alsa yang lain. Tidak pernah menanyakan kenapa mereka memelihara binatang buas? Mereka tidak kepo akan kelakuan Dhafin dan Dhafa.   Hanya mereka menyuruh membuat kandang binatang buas itu jauh dari mansion. Agar Pia tidak ke kandang binatang-binatang buas tersebut.   Penjagaan juga sangat ketat pada kandang binatang-binatang buas tersebut. Agar tidak membahayakan keluarga Alsa. Walau Singa dan Harimau, sudah jinak dan tidak buas lagi. Namun mereka harus tetap hati-hati agar Pia atau yang lain tidak terluka.   "Aku sudah tidak sabar meniduri wanita yang sudah menjadi jasad," Dhafin tersenyum sinis.   Dhafa tertawa melihat kelainan seksual dari kembarannya. "Aku tidak suka bercinta dengan jasad. Tapi aku lebih suka mengeluarkan jantung, ginjal, bola mata, dan organ tubuh lainnya,"   Kedua pria tampan ini tertawa bagaikan iblis. Mereka sudah kecanduan dengan dunia gelap, yang membawa sebuah kesenangan dan melupakan tentang masa lalu pahit mereka sesaat.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD