Suasana kamar yang gelap, tanpa ada penerangan. Dingin, udara yang keluar dari benda persegi panjang, menusuk hingga ke tulang-tulang karena kesengajaan seseorang. Tidak hanya dingin suasana, namun juga dinginnya perasaan pria itu.
Dengan menyangga kepalanya yang sudah pening memikirkan satu masalah yang baru saja dia ketahui, namun sudah berhasil memenuhi segala pikirannya hingga merasuk ke hatinya yang ternyata perlahan terasa tercubit. Pria ini ingin tidur dan melupakan apa yang sudah terjadi meski hanya sejenak, namun ternyata itu perkara yang susah. Dia dibohongi dengan perempuan yang selalu ia percaya dengan sepenuh hatinya.
Dia adalah KENNETH MALVIN, terdiam di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan ranjangnya. Ranjangnya yang sudah terhias begitu indah untuk sepasang kekasih yang baru saja resmi menjadi pasangan suami-istri, kini menjadi jawaban atas segala kebingungan yang ia dapatkan baru-baru. Ken menyangga kepalanya yang semakin terasa begitu pusing, terlebih ketika melihat Kasandra yang tidur dengan nyenyak dia atas ranjang mereka.
Kini pikirannya dipenuhi oleh satu perempuan. Bukan pada perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya beberapa waktu lalu, yang akan menjadi partner hidupnya. BUKAN!. Akan tetapi pada perempuan yang sudah ia torehkan luka beberapa waktu terakhir. Yang datang padanya dengan harapan yang begitu tinggi agar dia mau bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya. Nyatanya, ia tidak mendapatkan itu semua. Kembali, dengan perasaaan kecewa. DITOLAK TELAK.
Ken mengingat bagaimana Ara yang menatapnya dengan sorot mata kepasrahan. Mengatakan dengan sangat jelas kalau dia sedang hamil dengan memberikan bukti dua garis merah yang begitu jelas. Tapi, karena yang Ken ingat dia tidur dengan Aca alias Kasandra, maka dia menganggap kalau Ara berbohong padanya. Alhasil, kini sorot mata itu berubah menjadi kebencian dan kedinginan. SEMUA BERUBAH!.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Gumam Ken terlihat gusar. Menghela nafas kasar, bingung mau mengambil langkah apa.
Ia bangun dari tempat duduknya yang sudah ia tempati beberapa jam yang lalu tanpa pindah ke tempat yang lain, beranjak masuk ke kamar mandi. Tanpa melepaskan celana panjangnya, ia langsung berdiri di bawah pancuran shower, membiarkan air yang terasa dingin itu menyambut dirinya yang sekarang merasa bimbang. Berharap hal itu bisa membuat pikirannya menjadi mendingin.
Ken melipat kedua tangannya di depan d**a, menunduk dan mengingat apa yang sudah Ara lakukan selama ini padanya. Gadis itu selalu baik padanya, tak pernah menolak perintahnya disamping ia melihat bagaimana gadis itu melawan kakaknya. Tidak hanya itu saja, ia bahkan juga tak tahu kalau selama ini secara diam-diam Ara memotret dirinya dalam waktu dan keadaan berbeda. Begitu banyak sampai Ken sendiri tidak mengingat dirinya pernah di tempat itu.
"Ternyata selama ini dia selalu di dekatku." Gumam Ken, menghela nafas kasar. Dia benci pada dirinya sendiri, hingga membuatnya memukul dinding di sampingnya.
SOK JAGOAN!. TANGAN BERDARAH MALAH KECEWA DAN MERASA KESAKITAN, SEDANGKAN MEMBUAT HATI PEREMPUAN BERDARAH, SENGAJA MELUPA?. DASAR BUAYA KELEWATAN DARAT!.
"Kak Ken, nikahi Ara!"
Suara lembut itu terdengar di telinga Ken, membuatnya berbalik dan menoleh ke arah pintu. Nyatanya, kosong, tidak ada apapun. Dia hanya melihat sebuah pintu yang sudah ia kunci rapi. Ken menutup telinganya kuat seraya bergumam, "aku tidak mungkin berhalusinasi?!" Katanya menolak tentang apa yang ia rasakan sekarang.
"Aku hamil, nikahi aku!"
Suara itu masih saja menghampirinya, bahkan ketika ia menutup telinganya sendiri. Ken semakin kebingungan, sekaligus gelisah setelah mendengar suara itu. Suara kepasrahan, yang ia dapatkan dari gadis yang pernah mengaku padanya.
"Ya Tuhan, ada apa denganku?. Kenapa aku bisa seperti ini?" Tanya Ken dengan nada yang pelan. Dia semakin menutup telinganya.
Seketika, Ken mengingat dengan apa yang Ara katakan di pesta ulang tahunnya. Ken berpikir, apakah dia harus mencari Ara sampai sejauh itu? Sedangkan keadaannya dia baru saja menikah, bahkan ini belum genap satu hari. Ia baru melewati malam pertamanya dengan istrinya.
Tetapi, ia gelisah dan terus memikirkan Ara. Batinnya berkata, "kalau aku pergi sekarang, maka aku akan membuat Aca kecewa. Kami belum pergi honeymoon, sedangkan aku sudah mau berencana pergi menyusul Ara. Tapi, kalau aku tidak mencarinya, maka dia akan selamanya membawa kesakitan itu hingga ke negeri orang lain. Aku juga punya tanggung jawab penuh atas anak itu."
Ken berpikir, lama. Sampai kemudian dia memutuskan satu hal. "Tidak. Aku akan mencari Ara dan memastikan semuanya. Kalau aku tetap disini, maka selamanya aku akan gelisah. Dan sepertinya, aku tidak akan mengatakan hal ini pada Ed. Aku garus memastikannya terlebih dahulu," kata Ken pada akhirnya, memutuskan langkah apa saja yang ia lakukan. Ia mengangguk, penuh keyakinan.
Tidak lama, terasa sebuah tangan lentik yang mencoba meraba kulit Ken, membuat pria itu meremang ngeri. Tapi tidak berlangsung lama setelah ia menyadari kalau sekarang dia tidak tinggal sendirian, melainkan dia sudah menjadi suami dari seorang perempuan yang beruntung mendapatkannya. Bersama perempuan yang ia pilih menjadi pendamping hidupnya. Dia adalah KASANDRA.
Kasandra memeluk Ken dari belakang. Tangan lentiknya mulai meraba menuju d**a Ken, mencoba merangsang PRIANYA lagi. Dia menempel di punggung suaminya, menidurkan kepalanya dengan nyaman di punggung pria itu. Ken terus diam, tak berkutik sedikitpun. Dia membiarkan Kasandra melakukan apapun yang ia mau dan di bawah shower yang sama.
Tangan Kasandra semakin nakal. Kini, turun ke perut Ken yang sixpack, turun lagi ke pelabuhan terakhirnya, seraya berbisik, "aku mau lagi, sayang." Bisiknya, di dekat telinga Ken.
Seketika hal itu membuat Ken menutup matanya, mendongak menikmati sentuhan tangan istrinya. Meski bagaimanapun, dia pria tulen yang akan terangsang dengan hal-hal yang seperti ini, terlebih ini istrinya sendiri. Ia hampir saja melenguh, jika tidak langsung teringat kembali dengan keputusannya sebelumnya.
Ketika tangan Kasandra hendak mau masuk lebih dalam lagi untuk menggapai titik kelemahannya, Ken langsung menarik tangan Kasandra dan berbalik. Sorot matanya yang sudah gelap, menatap istrinya yang juga sama. Sama-sama sudah terangsang satu sama lain. Meraup wajah istrinya sembari berkata, "sepertinya kita tidak bisa melakukannya lagi, Aca. Aku harus ke Amerika untuk melihat lokasi yang akan menjadi tempat garapan film terbaru yang akan aku mainkan nantinya." Katanya mencari alibi kebohongan.
Kasandra terlihat kecewa mendengar itu. Terlebih, ketika Ken meraup wajahnya, ia pikir Ken akan menciumnya dengan mesra seperti yang pria itu lakukan beberapa waktu lalu, namun pada kenyataanya tidak seperti itu. Padahal, ia sudah siap-siap untuk menyambut hal itu, jika benar-benar terjadi. Ia kecewa, apalagi ketika Ken melengos begitu saja keluar dari kamar mandi meninggalkannya sendiri.
"Aish! Kenapa dia tak jadi menciumku?. Padahal aku sudah sangat ingin melakukannya lagi dengannya?" Kata Kasandra dalam hatinya.
Kasandra segera menyusul Ken, keluar dari kamar mandi dan menuju walk in closet tempat Ken memilih beberapa baju yang akan dia pakai. Pria itu juga sudah menyiapkan koper dan memasukkan beberapa baju ke sana.
Dengan tubuh yang telanjang dan kedinginan, Kasandra kembali memeluk tubuh Ken dari belakang. Mereka berbagi kedinginan dari tubuh masing-masing yang tak terbungkus sedikitpun, kecuali Ken yang masih memakai celananya. Seketika Ken melepaskan baju yang tadi di pilihnya, melepaskan tangan Kasandra yang memeluk tubuhnya. Ia berbalik, menatap istrinya kembali. Entah kenapa, sorot mata Ken menjadi dingin.
"Jangan tinggalkan aku di hari pertama pernikahan kita, sayang. Kamu bisa menyerahkan hal ini pada pihak agensi, tanpa kamu harus ikut kesana. Bukankah kita juga sudah merancang rencana akan pergi honeymoon?. Kita harus pergi " Tanya Kasandra, air matanya berlinang, dengan bibir pucat yang bergemeletuk kedinginan. Tangannya pun gemetar, memegang lengan suami.
Ken segera mengambil handuk yang berada di posisi paling bawah dan memakaikan benda itu pada tubuh istrinya. "Kamu kedinginan, sebaiknya pakai bajumu lagi dan tidur. Aku mau mempersiapkan baju untukku bawa ke Amerika." Kata Ken.
"Kenapa dia jadi keras kepala seperti ini?. Apa dia mau menyusul gadis manja itu?. Aish! Merepotkan saja!" Cerca Kasandra dalam hatinya.
Kasandra menggeleng, dia menangis. Lebih tepatnya, PURA-PURA MENANGIS. Ia kembali memeluk Ken, tak membiarkan suaminya memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Dengan tangisan yang sengaja dilebih-lebihkan, sambil berkata, "Jangan pergi. Aku tidak mau ditinggalkan sendirian, sayang. Kalau kamu mau pergi, aku harus ikut." Katanya.
"Tapi aku harus pergi sendirian, Aca. Aku harus mengurus hal ini secepatnya, baru kemudian pulang. Aku janji," Ujar Ken.
Kasandra menatap suaminya. "Aku harus melakukan segala cara agar kamu tetap di rumah, sayang. Aku gak mau kamu pergi menyusul gadis itu!" Kata Kasandra, kesal dalam hatinya.
Ken berbalik, kembali mengemas beberapa bajunya. Tapi...
HOEEEK!
Kasandra tiba-tiba memperlihatkan gelagatnya yang seperti hendak muntah. Beberaa kali dia melakukan hal yang sama, melakukan pendramaan dengan sengaja muntah, akan tetapi tidak ada yang keluar sedikitpun. Tak bisa di pungkiri, hal itu membuat ken khawatir. Kini perhatiannya tergantikan pada istrinya.
"Kenapa, sayang?" Tanya Ken dengan nada yang khawatir.
"Aku tidak tahu. Tapi akhir-akhir ini aku sering sekali mual. Bahkan aku juga telat menstruasi tiga minggu dan trakhir kali kita melakukannya itu bulan lalu. Sayang, sepertinya aku HAMIL!." Kata Kasandra, membuat Ken kaget, terkejut dengan hal itu.
Ken tidak terlihat senang ataupun bahagia, melainkan lebih ke arah kebingungan seraya dalam hati berperang dengan perasaannya sendiri. "TIDAK MUNGKIN!. Kalau Kasandra hamil, maka siapa yang menghamili Aca?. Lalu kenapa foto itu sama persis dengan kamar yang kami tinggali di Bali?." batinnya.
"Siapa yang sebenarnya berbohong? Aca atau Ara?" Tanya Ken lagi dalam hatinya. Ia kembali merasa pening memikirkan hal seribet ini. Dia tidak bisa mengatakan apapun.
"Sayang?" panggil Kasandra pada Ken yang mematung. Ken masih belum sadar sebelumnya. Ia hanya berdehem ringan merespon Kasandra
"Aku hamil!" Kata Kasandra lagi dengan nada yang senang. Dia menghamburkan tubuhnya, memeluk Ken dngan erat seraya terus saja megucapkan kata syukur. ken memang membalas pelukan Kasandra, tapi ebingungannya lebih besar dari itu semua.
Lain halnya dengan Ken yang membatu, dibalik pelukan itu ada senyum misterius dari Kasandra. Ia tersebyum licik, "maafkan aku, sayang. Aku sengaja mengaku kalau aku hamil. Aku gak mau kamu pergi eninggalkanku hanya untuk mencri gadis kecil itu. Kamu pikir aku bisa di bohongi? TIDAK BISA!" Katanya dalam hati.
***
"Berapa?" Tanya seorang perempuan yang sedang melakukan kegiatan jual-beli yang tak seharusnya dibenarkan.
"Ambil 20 juta deh. Itu udah harga paling murah!" Jawab perempuan yang lainnya.
Perempuan itu menganga tidak percaya. "20 juta apaan?. Masa iya aku beli tespack bekas seperti ini harganya 20 juta. Kamu jangan main-main ya sama saya!" Bentaknya tidak terima.
"Heh!. Udah syukur dikasih tespack dua garis merah. Lagian, 20 juta untuk aktris seperti kamu itu masalah mudah. Bukan sesuatu yang harus di pelit-pelitkan. Atau kamu emang gak bisa hamil ya?" Tanya perempuan itu.
Iya. Dia adalah Kasandra, yang diam-diam membeli tespack bekas yang sudah terbukti positif. Ia akan mengunakan cara ini untuk semakin meyakinkan Ken dalam pembodohannya kali ini.
Perempuan tempat Kasandra membeli tespack itu menertawakannya, membuat Kasandra tersinggung telak. Ia segera meraba tasnya dan mengambil segepok uang tebal yang sudah ia ambil dari brankas Ken secara diam-diam pula.
"Ini!. Aku kasih bonus 10 juta dan jangan remehkan aku lagi. Aku kasih uang 30 juta dan bungkam mulutmu!" Kata Kasandra ketus. Ia mengambil paksa testpack itu dan pergi dari hadapan perempuan itu.
"Kalau sampai dia buka mulut, aku cincang mulutnya yang kurang ajar!" Kesal Kasandra, segera menghentikan taksi yang lewat di depannya.
***
Ken kembali membatu mendapati kabar ini. Ditangannya ada benda kecil persegi panjang, benda yang sama persis dengan yang di bawa oleh Ara di malam itu. Dan dalam keadaan garis yang sama. DUA GARIS MERAH.
"Ternyata selama ini Ara yang berbohong padaku. Untung saja aku tidak langsung pergi ke Amerika. Jika hal itu sampai terjadi, maka aku akan menyakiti istriku sendiri. Huft... Akhirnya ada pencerahan juga. Terserah, aku tidak akan peduli lagi dengan Ara. Aku tidak akan mengurusnya lagi. Hamil atau apapun itu, aku tidak akan peduli lagi!" Batin Ken.
Air matanya berlinang, menatap Kasandra yang sekarang juga sedang menatapnya dengan simbahan air mata. Ken segera memeluk Kasandra, mencium singkat rambut istrinya.
"Aku senang. Ada anakku di dalam dirimu." Bisik Ken.
"YES!. AKU BERHASIL!" Batin Kasandra.
***
Sedangkan di sisi lain,
Ara berhenti di sebuah toko bunga di Brisbane, Australia. Ia tertarik dengan tulisan tentang mereka yang membutuhkan florist baru untuk toko bunga mereka.
Dengan senyum yang merekah, Ara melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ia disambut dengan warna-warna dari bunga yang ada di sana, dan disambut pula dengan aromanya yang begitu harum.
Salah seorang wanita paruh baya menghampirinya dan bertanya, "Hai!. Butuh sesuatu?" Tanyanya dalam bahasa Inggris.
"Ah, tak sia-sia aku di ikutkan kursus bahasa Inggris sama kak Ed. Aku jadi gak bodoh-bodoh amat di negeri orang. Love you, kak Ed!" Batin Ara berteriak syukur.
"Hai!. Saya tadi melihat pengumuman di depan bahwa toko ini sedang membutuhkan florist. Apakah masih ada lowongan? Saya mau mendaftar." Jawab Ara.
"Masih. Apakah Anda menyukai bunga?." Tanya wanita itu.
"Sangat!. Saya sangat menyukai bunga. Setiap kamar saya dipenuhi dengan bunga." Jawab Ara dengan begitu semangat.
Wanita paruh baya itu memberikan tangannya untuk disambut. "Selamat datang di toko bunga kami. Anda diterima menjadi florist disini." Ujarnya.
"Ya Tuhan, terimakasih." Batin Ara.
"Terimakasih. Saya akan berusaha dengan keras agar toko ini maju!" Kata Ara. Air matanya berlinang, tanda syukur yang sangat. Tangan satunya menyambut tangan wanita itu, sedangkan yang satunya lagi di perutnya.
"Kamu akan aman dengan mama, sayang. Kita tidak memerlukan lagi belas kasihan dari papamu. Dia tidak mengakui mu. Cukup dengan mama, maka kamu akan bahagia. Mama janji." Kata Ara kembali dalam hatinya.