"Ed, kok aku gak melihat Ara ya?" Tanya Ken ketika Ed baru saja melewatinya. Seketika Ed berhenti, raut mukanya terlihat tak bersahabat. Sempat, terdengar suara helaan nafasnya.
Ed memijit alisnya pening. "Dia baru saja berangkat ke Amerika. Setelah kemarin mama dan papa mengizinkan, akhirnya hari ini dia jadi pergi. Maaf ya, Ken, aku belum sempat memberitahumu karena dari dia sendiri juga gak mau orang tahu tentang hal ini." Jelas Ed.
Kasandra mulai mendekati mereka ketika mendengar nama Ara yang disebut. Ia menggapai lengan Ken, sedikit menariknya agar memiliki jarak dengan kakak dari perempuan yang akhir-akhir ini dia anggap cukup berbahaya dalam hubungannya dengan Ken.
"Si Ara itu bikin ulah apa lagi?. Sudah cukup jadi penggemar saja, kenapa sekarang lama-lama dia ngelunjak?" Cerca Kasandra dalam hatinya. Raut wajahnya pun terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Sinis.
"Dia sudah pergi?." Tanya Ken lagi. Ed menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum tak enak hati, menepuk pelan bahu Ken.
"Maaf ya. Yaudah, aku ke sana dulu ya untuk mengurus media. Persiapkan dirimu dan Aca. Kalian akan segera di wawancara." Ujar Ed dan pergi dadi hadapan mereka berdua.
Kepergian Ed sebenarnya meninggalkan sedikit rasa kecewa dalam diri Ken. Ia menunduk, melihat ke arah sepatu mengkilap miliknya. Hanya saja sebenarnya bukan itu intinya.
"Bagaimana kalau dia beneran hamil?. Apakah dia akan menggugurkannya atau tetap mempertahankannya?. Tapi, dia sekolah di sana. Bukan melarikan diri," batin Ken lagi. Satu tangannya yang masuk ke saku, memainkan benda persegi panjang yang KATANYA sudah penuh dengan dirinya di sana.
"Sayang?" Panggil Kasandra.
"Hmm?" Ken menoleh kepada perempuan yang beberapa waktu yang lalu sudah resmi menjadi istrinya. Ia menyingkirkan sedikit ornamen dekorasi ruangan ini yang nyangkut di rambut Kasandra.
Cup!.
"Wowwwww!" Sontak menjadi riuh ketika Kasandra lebih dulu mencium Ken di hadapan umum. Sepersekian detik, Ken tidak bisa mengatakan apapun. Dia terdiam, seribu bahasa.
"Cium!"
"Cium!"
"Cium!"
Seketika semuanya serempak mengatakan itu. Mereka seperti sutradara untuk dua orang pasangan ini. Sangat berlainan, mereka yang riuh, sedangkan Ken dan Kasandra saling tatap-tatapan, menyelami dalamnya sorot mata satu sama lain.
"Cantik."
Hanya itu kata yang keluar dari mulut Ken. Dia hendak mencium Kasandra, bahkan wajahnya sudah sangat dekat hingga rasanya berjarak 1 Senti saja. Ketika hal itu benar-benar akan terjadi, seketika Ken teringat dengan apa yang dikatakan oleh Ara seminggu yang lalu.
Ken menjauh, tidak jadi mencium Kasandra. Padahal Kasandra sudah SANGAT siap menerima kecupan dari sang suami. Nyatanya, tidak terjadi. Tentu saja, hal itu membuat Kasandra kecewa. Dia merasa malu. Para tamu undangan pun juga menghela nafas kecewa.
"Malu. Nanti saja." Kata Ken, sedikit dingin. Dia kembali ke tempat yang seharusnya, di tengah-tengah podium. Duduk di kursi singgasananya, selagi tangannya yang tak pernah melepas benda itu.
Benda itu adalah flashdisk yang sudah di buang oleh Ara. Pada malam kepulangannya dari rumah itu, ia memang belum kepikiran untuk mengambilnya. Akan tetapi, semakin dimakan waktu, ia semakin gelisah hingga membuatnya nekat kembali ke rumah Ara HANYA untuk mengambil benda itu. Setelannya, dia bisa pulang dengan tenang. Dan ya, dia belum punya keberanian untuk membuka file-file yang ada di benda itu.
Kasandra duduk di samping Ken. Tangannya berada di paha pria itu, sedikit nakal dengan meraba dalam gerakan yang sedikit menggoda.
"Please, Ca, ini tempat umum. Nanti saja setelah acara selesai." Kata Ken ketus. Dia kembali menggeser tubuhnya, sedikit memberi jarak. Tatapan Ken fokus ke ke depan, hanya saja nada bicaranya masih sedikit dingin.
"Kamu kenapa jadi ketus begini sama aku?. Aku kan sudah jadi istrimu," ujar Kasandra, dengan nada yang melemah. Ia menunduk sedih, menghembuskan nafas kasar yang tentu saja dapat di dengar oleh Ken.
Pria itu menoleh ke arah istrinya. Dalam hati, "astaga, benar. Kenapa aku bisa seperti ini. Aku jelas-jelas sudah menikahi Aca, tapi kenapa pikiranku malah melayang ke Ara. Please, fokus pada perempuan yang ada di depanmu, Ken. Kamu tak boleh menyakitinya," katanya.
Ken mendekat. Ia menarik tubuh istrinya lebih dekat, bahkan sampai mengangkatnya ke pangkuannya. "Maafkan aku, Ca. Aku tadi udah salah sama kamu. Aku cuman lelah aja. Kamu mau kan maafin aku?" Tanya Ken. Dia sengaja memanyunkan bibirnya supaya tidak membuat Kasandra terlalu marah.
Dan hal itu BERHASIL. Kasandra tidak lagi cemberut. Dia tertawa melihat wajah Ken yang baginya sangatlah lucu. Ia menarik-narik pipi Ken hingga terlihat seperti badut. Ia tertawa puas.
"Wah, pengantin kita sepertinya sudah tak sabar ya. Ayo wawancara dulu, baru setelah itu lanjut lagi pertempurannya di ranjang. Yuk bisa yuk!" Ujar Ed memecahkan keromantisan antara Ken dan Kasandra.
Kasandra turun dari paha Ken, dan berdiri. Pun juga dengan Ken yang menggapai jemari istrinya, mengecupnya pelan di hadapan semua orang, lebih-lebih dihadapan Ed yang saat ini dengan setia untuk MENJOMBLO!.
"Aduh,... Sakit hati Abang. Abang tuh gak bisa liat yang uwu-uwu..." Kata Ed berlebihan, memegang d*danya sendiri.
Ken dan Kasandra sama-sama menyindir Ed, "makanya cari jodoh!. Jangan cari duit melulu!" Ucap mereka serempak, kemudian berjalan ke area media yang sudah menunggu mereka.
Sedangkan Ed masih membatu di tempatnya, masih dengan posisi yang sama dengan tangan yang ada di d*da. "Aku juga ingin punya pacar, bahkan sampai ke tahap serius. Tapi mau gimana lagi? Dia yang meninggalkan aku. Aku mah setia, dia aja yang gak tau diri. Apes banget punya nasib menjomblo di depan teman yang baru menikah." Gumamnya, dengan raut wajah kecewa.
Ketika ia berbalik, seketika raut wajahnya berubah menjadi ceria. Itu menandakan bahwa ia berusaha untuk tetap terlihat kuat di tengah kenyataan pahit yang ia miliki.
That's the point.
***
"Terimakasih kepada semua media yang sudah mau menyempatkan waktunya untuk datang ke acara pernikahan kami. Terimakasih untuk segala perhatiannya. Saya merasa sangat bersyukur atas hal itu." Kata Ken menutup wawancaranya.
Setelah itu, Ken mengajak Kasandra untuk meninggalkan pesta. Mereka berdua berjalan keluar dari gedung acara dan segera masuk ke mobil yang sudah disiapkan KHUSUS untuk mereka berdua.
Tak mau menjauh, Ken membuat Kasandra ada di pangkuannya. Memeluk perempuan itu dengan sangat dekat. Ia memberikan sekat antara kursi depan dengan kursi penumpang sehingga membuatnya lebih leluasa bermesraan dengan sang istri.
Ken bermain-main di leher jenjang Kasandra. Ia mengendus, mengecup singkat, hingga sesekali mengemutnya kuat hingga tercetak kemerahan di tengah leher jenjang istrinya.
"Tadi kamu yang bilang untuk menahannya, tapi sekarang kamu yang tak tahan, sayang." Bisik Kasandra, nafasnya yang rendah semakin membuat Ken berani untuk melakukan hal yang lebih.
Sempat Kasandra melenguh di dalam mobil, namun dia langsung membungkam dirinya sendiri. Ia menahan Ken untuk bertindak lebih intim dari ini. Seraya berbisik, "nanti saja. Nanti aku kelepasan, bisa malu kita berdua disini." Bisiknya.
Kasandra meraup wajah Ken, menatap sorot mata suaminya yang sudah gelap. Mengecup kedua mata itu perlahan, kemudian turun ke bawah hingga berhenti di bibir sensual suami. "Nanti saja." Ujarnya di sela kedua bibir yang menyatu itu.
***
Tiba-tiba saja Ken terbangun dari mimpi buruknya. Di dalam mimpinya itu, ia melihat Ara yang tertabrak dengan menggandeng seorang anak laki-laki. Namun Ken sangat mengenal siapa sosok anak itu. Itu adalah dirinya ketika kecil dulu.
"Syukurlah itu hanya mimpi." Gumam Ken. Ia menatap langit-langit kamarnya yang menggelap. Dia menoleh ke sampingnya, melihat Kasandra yang tertidur dengan tanpa pakaian sedikitpun.
MEREKA SUDAH MELAKUKANNYA.
Ken bangun, mengambil celana panjangnya dan segera memakai benda itu. Beranjak ke sebuah meja yang ada di pojok, mengambil sebuah laptop miliknya. Ia juga mengambil flashdisk itu dari dalam kantong celana miliknya.
Melihat benda itu lekat. "Apakah mungkin aku bisa mendapatkan kunci dari mimpi buruk ku tadi dari dalam flashdisk kecil ini?" Tanyanya.
Keputusan Ken sudah bulat. Dia akan mencoba untuk melihat apa-apa saja yang ada di dalam benda itu. Setelah memastikan selimut Kasandra menutupi dengan tepat, ia keluar dari kamar. Pilihannya tepat di ruangan samping kamarnya. Ruangan itu sering ia gunakan untuk dirinya sendiri, dan tidak ada yang bisa masih kecuali dirinya sendiri. Ruangan itu terkunci rapi.
Menyalakan lampu yang ada di meja itu. Membuka laptopnya hingga benar-benar beroperasi sebagaimana mestinya, kemudian mencolokkan benda kecil persegi panjang itu.
Ken kaget, sekaligus tersenyum geli. Bukan karena isinya, tapi karena nama dari flashdisk itu sendiri.
"Kenapa dia menamai flashdisk ini dengan BABANG KEN?. Lucu sekali," gumamnya.
Namun, tidak semudah itu untuk mengaksesnya. Ia harus memikirkan kembali rangkaian password yang harus ia masukan agar bisa membuka file flashdisk tersebut.
"Apa password-nya?" Tanya Ken. Dia memikirkan kembali serangkai angka yang mungkin bisa saja dipakai.
"200820"
Invalid.
"270495"
Invalid.
"Lah, kok ulang tahun Ara sama ulang tahun Ed tidak bisa dipakai?." Ucap Ken kebingungan.
Ia mengambil bolpoin juga kertas, merangkai beberapa kata. Bahkan sampai rangkaian paling sederhana tidak bisa digunakan.
"Atau..."
Jemari Ken langsung lincah memasukan beberapa rangkaian angka yang kini ada di pikirannya. Meski kemungkinan hal itu bisa terbuka sangat kecil.
"220796"
Valid.
"What?!" Kata Ken tak percaya.
"Ulang tahunku?" Tanyanya lagi. Dia sampai membungkam dirinya sendiri, tak percaya.
Sepersekian menit, ia belum membuka membuka apapun. Ia masih tak percaya dengan apa yang ia dapatkan dari benda kecil ini.
"Kenapa dia bisa sampai sebegitunya padaku?" Tanya Ken.
"Dan benar-benar 10 GB?"
Perlahan, tangannya mulai bergerak. Jari telunjuknya mulai menggerakkan kursor, memilih membuka satu-satunya folder file yang ada di flashdisk tersebut. Folder itu bernama BABANG KEN, SUAMI HALU ARA.
Ketika folder itu terbuka, Ken kembali dibuat terkejut dan tak bisa mengatakan apapun. Benar-benar, semuanya berisi dengan foto-fotonya saat sedang konser dan main film. Dan fotonya itu sejak zaman sebelum debut di agensi Edward. Dan uniknya, kebanyakan dari foto itu diberikan sebuah caption di bawahnya. Ken mulai membuka satu per satu. Mulai meneliti fotonya dan membaca caption yang diberikan.
'untuk pertama kalinya ketemu babang Ken dari jarak dekat. Rasanya mau meninggoy!'
'gak salah ngancem kak Ed, dapatnya segini ganteng, woi!. Sumpah, babang Ken harus jadi suami gue sih.'
Itu adalah beberapa dari sekian ratus caption yang tertulis di foto itu. Beberapa kali Ken tertawa. Sudah ratusan foto sudah ia lewati, dan tidak sedikitpun Ken berhenti tersenyum.
'kalau suatu hari nanti babang Ken jadi suami gue, gue simpen di museum. Limited edition banget. Tahu gak?. Cuman Ara yang boleh punya!'
'kira-kira nanti kalau Ara diberikan kesempatan untuk ketemu dengan babang Ken, gak malu-maluin kan ya?'
'sumpah, bar-bar banget gue. Mana tadi babang Ken sampai boleh gitu. Semoga aja babang Ken pura-pura gak liat Ara.'
'Tuhan, kalau Ara punya anak dari babang Ken, maunya yang kayak dia aja. Biar gak kangen babang Ken kalau ditinggal main film. Sumpah, gue random banget. Gilak!'
Dan masih banyak lagi caption-caption yang ada di foto itu. Jumlahnya bukan ratusan, akan tetapi ribuan. Dan semuanya adalah tentang KEHALUAN.
Sampai hingga dia berhenti di satu foto terakhir. Satu-satunya foto yang bukan memperlihatkan wajahnya, melainkan sebuah gambar bercak merah. Sontak, ekspresi Ken berubah. Terlebih ketika ia membaca caption yang tertulis di bawahnya.
'Biar ada bukti kalau Ara udah tidur sama kak Ken.'
Deg.
"Tidak mungkin. Yang ku tahu itu adalah darah keperawan*n dari Aca, bukan Ara. Dan sangat jelas kalau waktu itu Aca tak menggunakan apapun." Ujar Ken, dengan nada yang rendah.
Jemarinya bergetar, pun juga dengan perasaannya yang seketika menjadi begitu gelisah. Ken langsung menutup laptopnya, dengan cepat keluar dari ruangan itu hingga lupa menguncinya.
Ia kembali ke kamarnya, segera mengambil ponselnya. Tanpa basa-basi, satu nama yang ia cari adalah nama Ara alias Arabella.
Tidak tersambung.
Seketika Ken baru sadar kalau Ara sudah mengatakan padanya kalau kontaknya sudah di blokir. Secara otomatis, Ara tak bisa dihubungi olehnya.
"s**t!" Kesal Ken. Ia menatap lekat tubuh istrinya yang tertidur di atas ranjang. Dengan langkah yang cepat, Ken langsung menyingkap selimut istrinya untuk memastikan apa yang ada di benaknya saat ini.
Merah. Ada bercak kemerahan di seprainya yang berwarna putih polos.
"Astaga..." Gumam Ken.
"Bagaimana ini?. Sebenarnya siapa yang membohongiku?. Dengan jelas Aca mengatakan kalau aku menidurinya tanpa sadar waktu ini. Dan ini apa?." Batin Ken.
"Jangan bilang kalau aku dibohongi oleh istriku sendiri?" Kata Ken lagi, dalam hatinya.
Ken kalut. Ia tak bisa mengatakan apapun setelah mengetahui hal ini. Rasanya semuanya telah di atur sempurna.
"Bagaimana aku bisa bertanggungjawab pada Ara?. Dan bagaimana caraku mengatakannya pada Ed?!."
"Ya Tuhan..."