7. KUCING MANIS SEPERTI TUANNYA

2466 Words
Hari ini Giana mengambil libur karena hari ini adalah hari ulang tahun Maria. Ia ingin meluangkan waktu bersama ibunya dan menyiapkan makan malam yang hanya dilakukan berdua. Tahun lalu, ulang tahun Maria dirayakan bersama dengan karyawan Giana, tapi kali ini Maria ingin merayakan di rumah bersama putrinya. “Pagi,” sapa Giana yang baru saja bangun tidur. “Pagi sayang,” sapa Maria yang baru selesai membuat nasi goreng kesukaan Giana. Giana menghampiri Maria, dari belakang kedua tangannya memeluk tubuh sang ibu dengan lembut. “Selamat ulang tahun, Mamaku yang super hebat, nyebelin dan suka marah tapi aku sayang banget sama Mama.” “Anak nakal, makasih ya sayang. Doakan Mama awet muda biar dikira saudara kamu.” “Untuk kali ini aku iyakan. Semoga Mama panjang umur, sehat selalu, tetap sabar punya anak gadis yang cantik dan manis seperti aku. Dan satu lagi, jangan cari pacar karena aku nggak mau punya Papa baru.” “Amin. Tapi doa yang terakhir itu, tergantung sih ya.” Giana menelengkan kepalanya agar bisa melihat wajah Maria. “Tergantung apa?” “Tergantung sikap kamu. Kalau bikin kepala Mama pening terus kamu nggak nikah-nikah, mending Mama aja yang nikah.” Ucap Maria santai. “Eh jangan macem-macem ya, Ma. Urusan aku nikah atau nggak, Mama nggak perlu pusing. Pokoknya nikmati hidup ini dengan santai.” “Gimana nggak pusing, Mama nggak mau punya anak perawan tua,” sindir Maria. “Males ah kalau Mama bahas hal gini. Aku tau Mama nggak akan mau ngalah tiap berdebat sama aku.” Giana menyerah lalu pergi mengambil s**u di lemari pendingin. “Mama nggak mau kan di hari ulang tahun malah ada perang dunia.” Maria tergelak mendengar sindiran putrinya. “Mama nggak bisa bayangin kalau kamu pilih tinggal sama Papa kamu. Pasti Mama kesepian karena nggak ada temen berantem.” “Jangan bawa-bawa orang itu, Ma. Aku nggak mau pagi-pagi mood-ku ambyar.” Paham dengan maksud putrinya, Maria memilih untuk diam. Ia fokus menyiapkan nasi goreng untuk Giana dan meletakkan di atas meja makan. “Nanti mau masak apa, Ma?” tanya Giana yang tengah duduk. “Gulai ikan kakap merah adalah menu utama dan sisanya nanti Mama kasih tau.” Jawab Maria. “Wih mantap. Aku bisa makan makanan enak nih malam ini.” “Abis sarapan, kamu ke rumah Erlan ya. Kasih tau datang ke rumah buat ikut makan malam.” Giana terdiam sambil kedua matanya menatap Maria. “Erlan? Diundang makan malam?” Maria mengangguk. “Iya, Mama mau undang dia dan kamu nggak boleh nolak karena ini acara ulang tahun Mama.” “Tau aja isi kepalaku apa,” gumamnya. “Iya aku nggak ada niat nolak kok. Kan ini makan malam khusus merayakan ulang tahun Mama jadi aku manut aja.” “Anak baik, jangan membantah keinginan Mama.” Giana memasang senyum termanis walaupun jelas terlihat sangat terpaksa. “Oh iya dong, aku ini anak Mama yang paling baik, pintar cari duit, plus cantik dan pintar.” “Sebutin aja semua yang baik-baik,” cibir Maria. “Abisin sarapannya terus pergi ke sebelah.” “Hhmm, iya Mama cantik.” Jawab Giana dengan senyum masam. Selesai sarapan, dengan wajah khas baru bangun, Giana pergi ke rumah Erlan. Mengenakan setelan piyama satin berwarna biru navy, rambut dicepol berantakan, wanita itu tidak peduli jika penampilannya akan membuat Erlan ilfeel. Begitu membuka pintu pagar rumahnya, Giana melihat kucing berbulu lebat dengan warna kombinasi putih dan cokelat. Giana nampak girang dan antusias menghampiri kucing tersebut. “Wah, kamu mau ke mana? Siapa yang punya kucing selucu ini?” Tanpa takut dicakar, Giana mengambil kucing tersebut lalu membawa dalam gendongannya. “Ih lucu banget sih, nggak galak juga.” Ucap Giana takjub, sambil ia menoleh kira-kira dari mana arah kucing ini datang. “Siapa tuanmu?” Sayang meninggalkan kucing lucu yang ada dalam gendongannya, akhirnya Giana memutuskan membawanya ke rumah Erlan. Bukan berniat menculik kucing tersebut, tapi jika ia melepaskannya, takut kucing tersebut tertabrak mobil dan ia pasti merasa bersalah jika hal itu sampai terjadi. “Kamu ikut aku dulu ya,” gumam Giana sambil kakinya melangkah ke rumah Erlan. “Erlan,” teriak Giana, tangannya mencoba membuka pagar rumah pria tersebut. “Erlan, aku masuk ya. Awas aja kamu m***m sama cewek kayak waktu itu.” Baru saja beberapa langkah, sosok pemilik rumah sudah keluar. Tampilan santai serta rambut sedikit acak-acakan, Erlan terlihat cool saat menghampiri Giana. “Baru bangun?” tanya Giana. “Nggak, udah bangun dari tadi. Ternyata dia sama kamu.” gumam Erlan sambil menguap. “Anak nakal, baru juga ditinggal ke kamar mandi udah kabur aja.” Giana bingung dengan maksud pria di hadapannya, entah siapa yang dimaksud anak nakal. “Kamu ngomong apa sih?” Erlan mengedikkan dagunya ke arah Giana. “Itu yang kamu pegang, anak nakalnya. Ketemu di jalan ya?” Wanita itu mengikuti arah tatapan Erlan. “Maksudnya kucing ini? Ini milik kamu?” “Iya, itu kucingku. Tadi aku lepas dari kandang terus aku tinggal ke kamar mandi. Ternyata dia pergi keluar.” Jelasnya. “Mau masuk?” Giana menimbang-nimbang tawaran Erlan. Awalnya Giana hanya ingin menyampaikan pesan Maria tanpa mau berlama-lama di rumah Erlan. Tapi karena ia tertarik dengan kucing lucu ini, niatnya mampir sebentar jadi buyar. “Aku nggak akan macem-macem kok, kamu tenang saja,” ucap Erlan ketika terlihat raut keraguan di wajah polos Giana. “Boleh deh, lagian ada yang mau aku kasih tau.” “Ayo masuk, nanti aku buatin teh untuk kamu.” Akhirnya keduanya masuk ke rumah ditemani dengan kucing lucu milik Erlan. Sampai di dalam, Giana melepaskan kucing tersebut dan membiarkan bermain-main sendiri. “Silakan duduk,” ucap Erlan. “Aku buatin teh ya.” “Boleh,” jawab Giana. “Sejak kapan kamu punya kucing?” “Sejak kemarin dan kucing ini milik Ariel.” Sahut Erlan sambil membuat air hangat. Giana memilih mengikuti Erlan ke dapur. “Terus kenapa dibawa ke sini? Keponakan kamu nggak nangis, kucingnya di bawa ke sini.” “Jadi ceritanya, dia baru beli kucing dan Brody nggak suka. Baru sehari kucing ini di sana dan kakakku minta dibawa ke sini saja.” “Oh begitu, siapa namanya?” “Belum punya nama. Kamu mau nyumbang nama buat kucingku?” “Hhmm, siapa ya?” “Jangan terlalu berpikir keras, kalau sudah ketemu, kasih tau aku.” “Kamu serius nyuruh aku kasih nama?” Erlan mengangguk. “Serius, kenapa aku harus bercanda.” “Ya nggak sih, aneh aja punya hewan peliharaan malah minta orang lain buat kasih nama.” “Aku nggak ada ide buat kasih nama, jadi aku minta tolong kamu saja.” Erlan membawa dua cangkir Mate Tea untuk dirinya dan Giana. “Ayo duduk, tehnya sudah jadi.” Erlan mengajak Giana duduk di sofa agar dan diikuti oleh wanita itu. “Silakan dinikmati.” “Makasih,” ucap Giana. “Puss puss, sini sini.” Giana berusaha memanggil kucing tersebut dan anehnya kucing tanpa nama itu langsung luluh dengan Giana. “Kayaknya dia seneng sama kamu,” kata Erlan sambil menyesap teh dalam cangkir. “Sama aku aja nggak seakrab itu.” “Dia tau wanita cantik makanya anteng.” Erlan tertawa kecil. “Begitu ya, padahal dia belum tau kalau kamu galaknya ngalahin Brody.” Mata Giana menyipit mendengar sindiran Erlan. “Aku ini galaknya milih-milih. Kalau modelnya kayak kamu, ya jelas nggak bisa dikasih hati.” “Kenapa?” “Soalnya kamu nyebelin.” “Eh? Salahku apa sama kamu?” “Pokoknya ada dan kamu nyebelin.” Giana tidak mau kalah. “Semoga kamu nggak nyebelin kayak tuanmu ya. Tetap lucu dan manis seperti ini.” “Kucing manis seperti tuannya, ya?” Giana mendengkus. “Kamu mau disamakan dengan kucing?” “Kalau lucu sih nggak masalah.” “Kalau kamu disamakan dengan kucing garong, gimana?” Erlan tertawa karena Giana selalu berhasil menyangga pendapatnya. “Oh iya, aku belum tau ada apa kamu ke rumahku? Cuma mau balikin kucing?” “Nggak kok, kan kamu tau sendiri tadi aku nggak mikir ini kucing milik kamu.” “Oh iya, lupa. Terus ada apa?” “Hari ini Mama ulang tahun dan mau ngajak kamu makan malam di rumah.” “Wah Tante Maria ulang tahun ya. Ada pesta?” “Nggak, ini cuma makan malam bertiga aja kok.” “Aku jadi merasa tersanjung karena jadi tamu spesial.” “Aku cuma mau bilang itu aja. Jangan lupa ke rumah, jam tujuh malam.” Giana beranjak dari duduknya. “Oh iya, makasih untuk tehnya.” “Mau pulang sekarang?” “Iya karena aku belum mandi. Mama ngotot minta aku ke sini pagi-pagi karena takut kamu keburu pergi kerja.” “Oh kamu belum mandi, pantesan tadi ada bau bau…” Giana mulai curiga dan langsung mengendus aroma tubuhnya. “Nggak bau kok, ini kamu bisa cium wangi parfumnya.” Erlan beranjak dari duduknya lalu mendekati tubuh Giana. Wajahnya mendekat begitu cepat ke arah cekungan leher Giana, pria itu mengendus aroma yang dimaksud oleh Giana. Gerakan tiba-tiba Erlan membuat Giana terkejut namun hanya bisa diam. Matanya mengedip beberapa kali dengan napas yang tertahan. Bagaimana bisa pria ini melakukan hal yang begitu berbahaya bagi kesehatan jantungnya. Beberapa detik kemudian, Erlan menjauh sambil tersenyum pada Giana. “Wangi, mungkin tadi aku salah cium.” Giana menghela napas kasar, matanya menatap Erlan kesal. “Bikin orang kaget aja. Lain kali jangan begitu.” Ucap Giana ketus. “Aku pamit, jangan lupa jam tujuh nanti malam.” “Mau aku antar ke depan?” Erlan masih bisa bersikap santai. “Nggak usah, bisa sendiri!” seru Giana. Erlan tersenyum sambil melihat Giana yang berjalan ke luar dari rumahnya. “Mukanya lucu kalau lagi malu-malu. Marah pun masih tetap cantik dan aku makin penasaran.” “Dasar gendeng, bisa-bisa kayak gitu. Lagian salahku juga, masa diem waktu diam waktu dia mendekat, harusnya aku tabok aja kepalanya.” Gurutu Giana sebal. *** Tepat jam tujuh malam, Erlan berjalan menuju rumah Giana. Sambil membawa hadiah, pria itu nampak santai dengan mengenakan kemeja putih dengan celana jeans berwarna biru. Kebetulan, Maria sedang di luar dan wanita itu tengah menerima telepon. Melihat Erlan datang, Maria segera mengakhiri sambungan teleponnya. “Tunggu Erlan, biar Tante yang buka pagarnya.” “Makasih Tante.” “Silakan masuk anak ganteng,” ucap Maria semringah. “Selamat ulang tahun Tante, semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk Tante.” Ucap Erlan tulus. “Terima kasih sayang.” “Dan ini hadiah untuk Tante, semoga Tante suka.” Erlan memberikan Maria hadiah berupa tanaman anggrek bulan berwarna putih yang sudah mekar dan hadiah itu membuat Maria senang. Mata wanita paruh baya itu berbinar, menatap hadiah yang diberikan oleh Erlan. “Kamu tau sekali selera Tante. Hadiahnya cantik dan Tante suka sekali.” “Syukurlah kalau Tante suka, aku jadi lega.” “Eh malah berdiri terus, ayo masuk. Tante sudah masak menu enak dan kita makan sekarang. Malam ini kamu harus makan yang banyak.” “Wah kalau kayak gini, aku nggak akan nolak, Tante,” jawabnya jenaka. “Duduk dulu ya, Tante buatin minum.” Erlan mengikuti ucapan Maria untuk duduk di sofa ruang tv. “Giana mana, Tante?” “Giana? Masih siap-siap. Dia bantu masak jadi mandinya agak telat.” “Oh begitu.” “Bentar juga dia turun kok. Giana kalau dandan cepet, anaknya nggak suka make up menor-menor.” “Nggak make up juga dia tetap cantik, Tante,” celetuk Erlan. Maria tersenyum senang dengan pernyataan dari Erlan. “Kamu nggak tertarik sama anak Tante?” tanyanya setengah berbisik. “Mama, aku dengar lho,” suara Giana mengagetkan Erlan dan Maria. “Nggak usah dianggap serius pertanyaan dari Mamaku.” “Upss, orangnya ternyata di sini.” Tidak ada suara yang keluar dari bibir seorang Erlan Permana Leksono ketika sosok cantik muncul dari arah tangga. Betapa tidak, Giana begitu mempesona mengenakan dress sabrina bermotif bunga warna baby blue, kontras sekali dengan kulit putih Giana. Sekian detik Erlan terhipnotis dengan pesona Giana, bahkan matanya tidak berkedip ketika wanita itu menghampirinya dengan wajah jutek. “Kenapa? Kok bengong?” tanya Giana bingung. “Ada yang salah?” Erlan terkesiap dan langsung menggeleng cepat. “Nggak kok, nggak apa-apa.” “Erlan terpesona karena malam ini kamu cantik banget.” Celetuk Maria. “Padahal yang ulang tahun Mama tapi bintangnya malah kamu, Mama jadi iri.” “Mama…” Erlan tersenyum kecil karena perdebatan Giana dan Maria, sungguh pemandangan ini membuat hatinya menghangat. “Ya sudah, karena Giana sudah di sini, kita mulai saja makan malamnya. Nanti makanannya keburu dingin. Ayo nak Erlan, kita ke meja makan.” “Iya Tante.” Erlan berjalan melewati Giana lalu berbisik di telinga wanita itu. “Kamu cantik.” Semburat merah langsung terlihat di pipi seorang Giana karena ucapan Erlan. Entah itu pujian atau sebuah gombalan, tetap saja membuat d**a Giana berdesir. “Sialan, bisa-bisanya jantungku degdegan begini.” Giana membatin sambil menatap Erlan dengan tatapan sebal. Ketiganya begitu senang dan bahagia menikmati makan malam. Menu yang dibuat Giana dan Maria benar-benar membuat Erlan jatuh cinta karena rasanya yang enak. Sesekali pria itu melontarkan lelucon untuk memancing tawa Giana. Awalnya sulit tapi sesekali wanita itu tertawa juga. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan tiup lilin serta potong kue. Kue ulang tahun Maria dibuat langsung oleh Giana. “Make a wish dulu dong Ma,” ucap Giana ketika selesai menyanyikan lagu ulang tahun. “Doa Mama masih sama seperti tahun lalu. Tapi kali ini Mama benar-benar memohon, semoga putri kesayangan Mama bisa segera punya pacar dan bisa segera menikah.” “Amin,” ucap Erlan atas doa serta harapan seorang Maria sambil matanya menatap Giana di hadapannya. Giana menatap Erlan dengan perasaan bingung. Hatinya sedih karena sampai saat ini niat menikah itu belum ada dalam pikirannya. Sedih karena belum bisa mewujudkan keinginan sang ibu. “Kok dari tadi kamu diem aja?” Erlan bingung dengan perubahan sikap Giana. “Nggak kok, nggak apa-apa.” “Apa karena keinginan Tante Maria soal kamu?” Giana menatap Erlan yang sudah siap meninggalkan rumahnya. “Entah kapan keinginan Mama bisa terwujud.” “Itu cuma kamu yang tau jawabannya.” Jawab Erlan. “Oh iya, sudah punya nama untuk kucing manis seperti tuannya?” “Aku belum sempat mikir.” “Ya sudah, kita kasih nama EG aja.” “EG (eji) kok agak aneh?” “Iya EG inisial kita berdua, Erlan Giana.” “Kok inisial nama kita jadi nama untuk kucing, sih?” Erlan tertawa. “Nggak apa-apa, soalnya lucu.” “Tapi…” “Aku pulang ya, good night Giana.” Giana tidak menjawab dan hanya bisa menatap kepergian Erlan dari hadapannya. “Dasar aneh, sampai sekarang aku masih susah nebak kepribadian si tetangga nyebelin ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD