MENGUNJUNGI BEKAS CINTA

1142 Words
Rania melangkah dengan langkah kaki yang sangat berat, menemui Pak Leo adalah sesuatu yang sangat ingin dia lakukan namun juga sangat ia takutkan. Bagaimana tidak ?   Diantara mereka pernah saling mencintai, diantara mereka pernah ada rasa sayang meski kemudian benih benci itu muncul dan kini benih itu telah menjadi besar juga berbuah lebat. Benih yang terus di pupuk hingga berbuah lebat. Rania merasakan rasa sakitnya bukan rasa sakit biasa.   Langkah kakinya semakin dekat menuju ruangan Intensive Care Unit. Rania mengendap, berharap Pak Leo tidak melihatnya. Karena kedatangannya hanya ingin memastikan bahwa Pak Leo telah bertemu Laela.   Mengapa Rania demikian peduli ? Cintakah yang melandasinya ? Bukan, ini bukan cinta, ada sebuah perasaan yang tidak bisa di ceritakan ketika suami dan istri berpisah, ada semacam kekuatan yang membuat mereka terpanggil untuk mengetahui keadaan dari masing-masing pasangan, semacam magnet dari langit mungkin. Itu yang saat ini dirasakan Rania.   Bila boleh memilih, tidak ada seorangpun yang ingin mengalami perceraian dalam hidupnya. Tidak ada seorang istripun yang ingin bercerai dengan suaminya, tidak ada seorang pun. Begitu juga sebaliknya. Semua suami ingin mendapatkan istri yang baik juga cantik sekaligus penurut, pintar imajinatif dan hebat di ranjang. Semua istri ingin memiliki suami yang baik, penyayang, bertanggung jawab terhadap keluarga juga pekerja keras..Namun terkadang garis takdir tidak mempertemukan kita dengan seseorang sesuai yang kita impikan.   Sesampainya di ruang Intensive Care Unit, Pak Leo tidak berada disana. Rania kaget bukan kepalang.   Sudah sembuhkah?   Rania mempercepat langkahnya menuju pintu ruangan tersebut.    "Selamat siang, suster apakah pasien yang bernama Pak Leo sudah pulang?"   Rania bertanya pada seorang perawat yang ada di sana.   "Pak Leo ?" perawat itu mencoba mengingat kemudian membuka buku besar sambil matanya seolah mencari sesuatu.   Kemudian perawat tersebut mendekati Rania.    "Beliau sudah di pindahkan ke Paviliyun cemara no 24."   Perawat itu memberi keterangan sambil menunjukkan arah paviliyun cemara.    Rania mencoba mengikuti petunjuk perawat tersebut. Sesampainya di ruangan yang di tunjukkan. Rania melihat Pak Leo terbaring di sana. Satu tangannya terpasang infus sedang tangan kirinya berusaha meraih letak gelas yang berada di meja sebelah kiri. Pak Leo nampak berusaha keras mengambil gelas tersebut. Namun gagal, Rania melihatnya dengan pandangan iba.   Nampak Pak Leo mencobanya lagi. Saat gelas itu hampir terjatuh pada saat yang sama Rania membuka pintu kamar. Pak Leo terkejut bukan kepalang, melihat ada seseorang membuka pintu kamar terlebih saat mendapati Rania telah berada di sana.   Rania berdiri mematung di ujung daun pintu yang masih terbuka. Kemudian menutupnya pelan.   "Kemarilah, " suara Pak Leo parau. Nampak kepala lelaki tersebut di perban, ada luka di tangannya. Rania mendekat tanpa bicara, ia mengambil gelas berisi minuman tadi kemudian menyodorkannya pada Pak Leo. Pak Leo meminumnya perlahan-lahan.   Hati Pak Leo meradang, memandang wajah Rania dari dekat. Ia ingin sekali memeluk wanita ini, wanita yang terus menerus menjadi obsesinya siang dan malam. Namun sayang, dalam jarak sedekat ini Pak Leo tidak berani melakukan apa pun. Semua sudah berlalu, Rania tidak akan menerima pelukannya.   "Terimakasih." Rania mengangguk, Rania melihat nasi yang belum di sentuh. Ia mencoba menyuapi lelaki di hadapannya. Lelaki yang telah menyengsarakan hidupnya, lelaki yang terus menerus membuat luka di hatinya. Hari ini lelaki itu lah yang sedang ia tolong, ia suapi, ia perhatikan. Ribuan kali Rania mengutuk kebodohannya.    "Bunda, apa yang bisa ayah lakukan agar bunda memaafkan ayah ?" Rania diam kemudian membuka mulutnya.    "Aku sudah memaafkan semuanya." Jawab Rania tegas.   "Apa yang harus ayah lakukan agar bunda mau kembali bersama ayah?"    Rania diam, ia tak mampu berbicara lagi.   "Kalau bunda mau kembali bersama ayah, ayah janji akan jadi suami yang baik, ayah akan ajak bunda jalan-jalan. Ke Turki. Ke Mesir. Kemanapun bunda mau, ayah ingin membahagiakan bunda, ayah ingin menebus kesalahan yang sudah ayah lakukan."    Rania diam, matanya menatap lurus pada dinding kamar berwarna putih. Bila kalimat ini di dengarnya dahulu, mungkin Rania akan terkecoh pada janji manis itu, sayangnya kalimat itu datang sekarang, saat Rania telah mampu mengunjungi negara-negara yang tadi disebutkan namanya bila Rania mau.    "Aku sudah memaafkan semuanya, bila yang di tanyakan adalah sebuah hubungan maka aku tetap ingin kita bercerai."   "Bunda," belum usai Pak Leo bicara Rania memotong kalimatnya.   "Ayah telah memiliki Laela, dia sangat mencintai ayah. Ayah akan bahagia hidup bareng Laela. Bukti cintanya pada ayah telah ia tunjukkan, kemarin dia datang ke kampus menemui dekan, mencari ayah. Dia menuduh aku yang membawa ayah lari. Semua dipanggil, aku, Pak Budiman, Pak Yuda, Septia dan Arifin juga. Yang lebih gila lagi dia menuduh aku membawa lari ayah. Beruntung dekan tidak percaya."   Pak Leo nampak bengong, ia seolah tidak percaya Laela melakukan hal itu. Itu akan membuat kedinasannya hancur.   "Dasar bodoh !" Pak Leo memaki. Sejak dulu Laela bodoh namun yang lebih bodoh adalah orang yang mau hidup bersama orang bodoh bertahun-tahun. Bahkan bertahan bersamanya hingga sekarang. Pekik batin Rania.   "Beruntung juga aku berhasil menunjukkan kalau ayah ada di rumah sakit ini. Oh iya kemarin aku kemari tanpa sepengetahuan ayah."   Sedang asik berbincang, seorang wanita muncul. Wanita dengan celana hitam atasan batik merah dan jilbab bunga-bunga berwarna merah muda. Rania terkejut melihat wanita itu datang tiba-tiba. Lebih terkejut lagi melihat penampilannya. Ingin sekali Rania tertawa. Namun ia tahan tawanya.   "Hei p*****r ada apa kamu di sini ?"   "Mengunjungi suami ku." Jawab Rania cepat.   "Dasar w************n, kemarin di depan dekan kamu bilang minta cerai sekarang kenyataannya kamu berada disini."   "Kamu kemarin ke tempat Dekan ?" Tanya Pak Leo pada Laela.    "Ia pah, kemarin mama panik karena ayah nggak pulang, ponsel ayah juga mati." Laela mulai terisak, akting drakornya mulai ia peran kan. Rania merasa muak dan berfikir ingin segera pergi dari kamar Pak Leo.   "Eh, maaf. Mohon jangan berdebat di depan ku, aku terharu."Rania bicara sambil mengejek.   "Karena istri sah sudah datang giliran istri simpanan yang pulang." Beberapa detik kemudian Rania melihat Pak Leo, Rania mengarahkan bibirnya ke bibir Pak Leo, kejadiannya terjadi begitu cepat. Pak Leo takjub, Laela meradang. Ia marah bukan kepalang.   Rania akan melangkah keluar namun lengan Laela mencengkram lengan Rania dengan kuat. Mereka berdebat, suaranya ribut sekali. Pak Leo meminta mereka berhenti namun tidak di perdulikan.    Laela meludahi Rania, ludahnya mengenai jilbab Rania, aroma busuk dan menyengat menyeruak di sana. Rania tidak mau kalah ia ikut juga meludahi Laela. Ludah Rania tepat berada di wajah Laela mampir tipis di hidungnya. Laela makin beringas.   Menyadari perkelahian mereka mskin memanas, Pak Leo melemparkan gelas ke lantai.   "Prank...," suaranya terdengar begitu keras. Laela terkejut. Sontak ia melepaskan cengkraman di lengan Rania.   Pada saat yang sama Rania memilih keluar dari kamar,    "Selamat membersihkan pecahan kaca ya, jaga hati mu agar tidak ikut pecah." Suara Rania sambil pergi menuju parkiran mobil.   Setengah berlari ia menuju kesana. Berharap cepat sampai dan membuka jilbabnya karena ia sudah tidak tahan dengan bau busuk yang luar biasa. Tugasnya sudah selesai. Pak Leo hanya bekad cinta yang pernah mewarnai masa lalunya, bukan masa depannya.   Sesampainya di mobil Rania buru-buru melepaskan jilbabnya kemudian membuangnya di tepi jalan dan ia mengemudikan mobilnya kencang menuju pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD