PERBINCANGAN SAAT SENJA

978 Words
Rania menghembuskan nafasnya dalam-dalam. Tubuhnya letih dan pikirannya kacau. Ia seperti tidak memiliki kekuatan juga keberanian. Masalah yang dialaminya cukup pelik, menguras energi dan kesadaran. Bagaimana formula yang tepat untuk membuat Pak Leo bersedia mengucapkan talak untuk nya. Atau kah ada keringanan bagi dirinya selaku istri agar bisa mendapatkan kebebasan dengan melakukan hal-hal sesuai tuntunan ? Rania makin gamang.   Dari pagi hingga sore hari Rania terus berfikir tentang itu, sering dalam keputusasaannya ia ingin menggunakan jalan pintas. Dengan memaksa Pak Leo memilih antara dirinya atau Laela ? Mungkin itu adalah keputusan konyol namun sementara waktu mungkin bisa mengatasi dilema ini. Rania menggaruk kepalanya yang tidak gatal.   "Assalamualaikummm" Suara seorang gadis menyapu gendang telinganya.  'Pasti Septia' Rania berdiri, membuka pintu kamar lalu mendapati wajah putih bersih dengan lesung pipit itu tersenyum manis. "Hy, tumben ga ngasih kabar kalau mau datang?" Septia hanya tersenyim tipis. Rania keluar kamar dan mengajak Septia duduk di ruang tengah rumahnya.   "Aku membawa misi khusus kak." Seloroh Septia pendek. "Aku merasa juga begitu." "Keputusan kakak apa ?" "Tentang apa ?" "Pak dosen ," "Oh, dosen itu suami ku ?" tanya Rania pendek. "Iya kak." "Keputusan ku jelas aku minta talak, aku minta cerai aku minta pisah. Sudah hanya itu." "Kalau sampai hari ini beliau tidak mau menceraikan bagaimana ?" "Ya, aku menunggu. Dia telah berbuat dholim atas dirinya terhadap Tuhannya." "Kakak nikah saja," "Dengan siapa ?" tanya Rania dengan bola mata membulat sambil menatap wajah Septia lekat. "Pak Budiman." Rania sudah menduga. "Lalu status pernikahan ku bagaimana? Hukumnya di mata Allah apa?" Tanya Rania pada Septia. "Iya juga ya, atau sebaiknya kita ke pengadilan agama lagi kak. Berkonsultasi tentang ini."Rania memutar otak, saran Septia ada benarnya, kenapa dia tidak ke Pengadilan Agama saja agar seluruh masalahnya dapat jalan keluar, siapa tahu petugas disana bisa memberi jalan keluar. Ah, terkadang Septia ini cerdas juga.  "Boleh, besok tolong anterin aku ke Pengadilan Agama ya." Ucap Rania yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Septia. "Tentang Pak Budiman bagaimana?" Tanya Septia lagi. Sepiring kue bolu terhidang. Septia menikmatinya perlahan-lahan.   Septia, kawan kampus juga para dosen selalu menanyakan tentang hubungannya dengan Pak Budiman. Mereka tidak tahu bahwa hubungan kami hanya hubungan seorang kawan tidak lebih. Kami hanya berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Seperti yang kami ucapkan di pantai Batakan tempo hari. Pak Budiman tidak mencintai Rania, beliau hanya iba terhadap nasib Rania itu saja. Meminta Rania menikah dengan Pak Budiman adalah sebuah permintaan konyol. Jelas tidak akan terjadi kecuali pernikahan bohong-bohongan lagi. Rania terkekeh membayangkan tentang pernikahan bohong-bohongan.   Septia masih asik menikmati kue bolunya, Rania memperhatikan gadis di depannya dengan seksama. Ada doa tulus mengalir, 'semoga jodoh mu adalah laki-laki yang baik' desis Rania.   "Kamu tadi bilang membawa misi khusus. Tentang apa?" Tanya Rania. Rania menepuk kepalanya sepertinya ia lupa tentang misinya malah asik ngobrol bab yang lain.   "Tadi di kampus ada istri Pak Leo." Beliau mendekati kami saat kami sedang duduk di gazebo.  "Terus ?" Rania mulai penasaran. "Beliau bertanya tentang Pak Leo, katanya Pak Leo hilang. Terakhir Pak Leo sedang bersama seorang wanita bernama Rania mahasiswa baru Fakultas Hukum." "Terus?" Rania bertanya lagi. "Bu Leo menuju ruang dekan untuk menyampaikan hal tersebut." "Pak Budiman ada ?" "Tadi tidak ada tapi kemudian di hubungi oleh kak Arifin dan akhirnya Pak Budiman datang, belim ada kabar terbaru mengenai perkembangan kasusnya." Septia menjelaskan panjang lebar.   'Ya Allah gosip apa lagi ini, pasti kampus akan heboh dan para dosen akan membicarakannya.' Rania bersandar di sofa putihnya. Kelelahannya kian bertambah.   "Itu sebabnya Septia kemari ingin tahu kebenaran cerita itu dengan tanya langsung pada sumbernya.," "Itu tidak benar, Septia." Rania bicara sambil rahangnya menegang. "Aku tahu itu tidak benar kak, aku orang pertama yang percaya ketidakbenaran berita itu. Tapi kita mahasiswi fakultas hukum kak. Antara benar dan tidak benar kita harus punya bukti dan saksi agar argumentasi kita di percaya."   Rania menganggukkan kepala. Membenarkan kalimat yang baru saja di ucapkan Septia. Hari ini Rania mengagumi teman baru nya ini. Diantara sikap lemah lembut dan manjanya ternyata Septia pintar juga.   "Hari ini belum ada kabar ?" Tanya Rania. "Belum" "Coba kamu kontak Arifin" pinta Rania. "Kak Rani telp Pak Budiman, Ya." "Oke."   Rania pun menghubungi Pak Budiman namun panggilannya di tolak.  Rania gamang, mungkinkah sedang terjadi sesuatu di kampus. Kenapa Pak Budiman tidak memberi Rania kabar ? Tapi, Rania faham betul sikap Pak Budiman, beliau tidak mungkin memberi tahu Rania sampai masalahnya jelas. Beliau tidak ingin memberi Rania beban yang lebih banyak lagi.   "Bagaimana, Bu ? "Ditolak." "Pasti urusannya belum selesai." "Mungkin, Arifin bagaimana?" Tanya Rania. "Dia bilang Pak Budiman masih di ruang dekan. Istri Pak Leo juga belum pulang."   Rania membuang pandang pada sinetron televisi, sambil pikirannya melayang. Sebegitu gentingkah urusannya hingga menghabiskan waktu berjam-jam. Sejujurnya Rania panik namun ia berusaha untuk tenang. Perbincangan dengan Septia di senja ini belum usai. Septia masih duduk dengan santainya menemani Rania. Tidak banyak bicara. Mereka semua menunggu.   Rania bingung, apakah ini berarti Laela tidak tahu suaminya kecelakaan dan di rawat di rumah sakit ? Apakah ini berarti Pak Leo belum menghubungi Laela ? Apakah ini berarti pihak rumah sakit juga tidak menghubungi Laela ? Rania bingung. Andai Laela tahu keberadaan Pak Leo di rumah sakit ia tidak akan mencari di kampus. Atau Larla sengaja mencari simpati banyak orang.   Kepala Rania makin berdenyut, dadanya bergemuruh, ingin sekali rasanya ia menguliti tubuh Laela. Aktris akhir jaman. Kenapa dia kemarin tidak memotong urat nadinya, padahal ia tahu bahwa suaminya tidak mau menceraikan Rania?" Duh, Rania bingung.  Berkolaborasi dengan aktris memang tidak mudah, butuh latihan berulang agar kita memahami karakternya.   "Dimana ?" bunyi pesan w******p di ponsel Rania. "Rumah." "Bisa ke kampus sebentar ?" "Kapan ?" "Sekarang." "Okr, bisa." "Hati-hati di jalan, ya."   Rania, berangkat bersama Septia. Tanpa ganti baju ia melangkah, menuju kampus dengan baju dan dandanan seadanya. Jujur, Rania penasaran tentang apa yang disampaikan aktris papan atas Laela. Rania memacu mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Berharap segera tiba di kampusnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD