MIMPI BURUK

724 Words
Rania letih, ia mempermainkan rambut ikal panjang yang biasa ia biarkan tergerai. Ingin rasanya merubah penampilan tapi takut semakin banyak yang jatuh cinta nantinya. Wkwkwk. Betapa tidak, saat ini saja sudah banyak antrian panjang berderet menunggu keputusannya, namun Rania belum berani memutuskan. Meski Rania menyadari bahwa usia kian bertambah dan wajahnya semakin menjadi tua. Mulai muncul gurat penanda akan datang keriput yang di takutkan oleh seluruh wanita dimana saja. Rania bergulung di atas ranjang, membuat bed covernya tidak lagi licin. Mestinya memang Rania mulai menjatuhkan pilihan. Pada Agung sang direktur, pada Romi pemilik perusahaan besar, pada Haris seorang kepala dinas atau pada Yoga teman kecilnya yang sekarang menjadi pengusaha. Bila sudah begini maka ingatan Rania akan terjerembab pada Leo, lelaki yang masih mengakui dirinya sebagai istri. Rania kelu mengulum bisu. Ia merasa waktunya banyak tersita hanya untuk mengurus masalah yang tidak kunjung selesai. Ia jadi ingat ajakan Septia untuk konsultasi ke Pengadilan agama terkait masalahnya. Urusan ini harus segera selesai agar tidak menyakiti siapapun. Sebenci apapun dirinya pada Laela, Rania masih memikirkan batin wanita itu Laela pasti sangat sakit hati. Yang membuat sakit saat mengetahui suami menikah lagi bukan pada pernikahannya tapi pada sebuah kenyataan bahwa kita adalah yang terkalahkan. Itu sangat menyakitkan. Perihnya demikian terasa, dan bila boleh berteriak mereka akan berteriak.  Rania mengingat kejadian tadi di rumah sakit saat Laela meludahi dan mencengkram tangannya begitu kuat. Ia merasakan kebencian wanita itu. Tidak ada lagi kebaikan dan kalimat manis seperti saat mereka saling mengenal untuk pertama kalinya dulu. Sudah tidak ada lagi kebaikan yang bisa dilihat, mereka tenggelam dalam permusuhan yang sangat dalam dan penyebabnya adalah Leo, mereka sempat berebut perhatian seorang Leo. Suami mereka berdua. Itu sebabnya pertentangan tidak dapat terelakkan. Meski pada akhirnya Rania memilih pergi dari kehidupan Leo tetap saja Leo mencintainya. Cinta itu bukan tentang nampak atau tidak nampak, cinta itu tentang suara hati. Hati yang memilih pada siapa cinta harus ditambatkan. Tidak bisa direkayasa meskipun ada sebagian orang yang bisa menggantikan cintanya dengan orang lain seiring berjalannya waktu namun hal itu tidak akan bertahan lama. Ketika Tuhan mengijinkan mereka berjumpa lagi otomatis getaran itu akan muncul lagi, gejolak itu akan datang lagi dan itu tidak akan dapat terelakkan. Cinta mereka akan tumbuh kembali bahkan mungkin lebih menjadi-jadi. Rania mengenakan pakaian seksi berwarna merah hati. Kontras sekali dengan tubuhnya yang putih. Atasan tanpa lengan dan celana pendek diatas lutut. Paha putihnya nampak terbuka. Ada renda di ujung celananya. Rania nampak cantik luar biasa. Rambut pirangnya ia lipat hingga menampakkan leher jenjang berwarna putih halus juga mulus. Rania menyambut tamunya dengan senyum di kulum. Ada lipstik merah dengan goresan lipgloss membuat bibirnya nampak menggairahkan. Mata lentiknya berhias maskara, demikian mempesona. Rania melingkarkan lengannya pada leher Pak Leo, suaminya. Bibir mereka saling beradu mencari l**************n itu. Rania menikmati sensasinya. "Ayah sangat kangen" "Bunda juga yah." Pak Leo duduk di kursi empuk lalu tubuh mungil Rania duduk diatasnya sambil menggelayut manja. Senyum mereka mengembang senantiasa. Rania demikian manja, menggelitik kelelakiannya yang lama tak terusik. Mereka menikmati edisi pergumukan itu. Berkali-kali tanpa letih. Luapan gairah itu seakan tak dapat dibendung. Kerinduannya tumpah. bertahun-tahun Leo menunggu saat indah seperti ini. Ah, Lei merasakan kepuasan yang berulang. Ia memejamkan matanya merasa tenang namun jemari lentik Rania mampir lagi di dadanya yang terbuka. Leo membuka matanya lagi. "Aku masih ingin." Suara Rania berbisik. Ada gambar mawar mekar di gumpalan kenyal d**a Rania. Leo menatapnya tanpa berkedip. Mereka sama-sama terlena dalam buaian nafsu juga b****i. Hingga nafas mereka terengah-engah dan keringatpun mengucur deras. Mereka letih namun merasa sangat puas. Rania menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, hingga "Bruak!!!" Kepala Rania terasa sakit. Astaghfirullah, Rania ternyata sedang bermimpi. Mimpi yang sangat buruk. Mimpi yang tidak pernah ia alami sepanjang hidupnya. Riana merasa mual, membayangkan adegan tadi. "Kok bisa ada mimpi sekotor ini?" Bisiknya lirih. Ia menuju kamar mandi, menyalakan air hangat di bath up nya. Melumuri airnya dengan sabun cair beraroma mawar. Ia biarkan airnya berbusa kemudian Rania berendam di dalamnya. Ia sangat jijik membayangkan mimpinya tadi hingfa ia terpaksa harus mandi tengah malam demi membersihkan tubuhnya yang tadi di jamah. Nafas Rania masih juga tak beraturan tubuhnya terasa menggigil, ia ngeri sekali. Mengapa bisa ia memimpikan persetubuhan itu sedang hatinya benar-benar tidak menginginkan Leo lagi. Rania merasa teramat gila. Hingga mandinya usai dan kimono handuk melilit badanya. Rania masoh juga mengatur nafasnya yang demikian berat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD