Andin sudah sampai di lobi hotel. Tempat dia akan mengadakan meeting dengan Frans dan para investor lain. Dia segera menuju ke resepsionis.
"Selamat pagi Mbak. Ruang untuk meeting dengan Permana Company sebelah mana ya ..." Andin menanyakan dimana tempat untuk meeting, jujur ... ini baru pertama baginya, berhadapan langsung dengan para investor.
"Selamat pagi juga Nona, Untuk ruang meeting, Anda berjalan aja lurus. Nanti di pintu tertera tulisan meeting. Nah, disitu tempatnya Nona..."
Resepsionis itu menjelaskan letak ruangan meeting kepada Andin dengan ramahnya.
"Terimakasih banyak Mbak ..." Andin berjalan menuju ruangan yang di tunjukan oleh resepsionis itu, sesekali dia mengagumi hotel bintang Lima milik Keluarga Frans, tanpa terasa dia sudah di depan pintu ruangan meeting, Andin mengetuk pintu ruangan itu, tapi tiba tiba—
"Aduh!!" Frans mengusap hidung nya yang tanpa sengaja di ketuk oleh Andin. Sungguh, tidak disangka. Secara bersamaan Frans keluar dari ruangan itu, untuk mengangkat panggilan yang masuk, sedangkan Andin berniat untuk masuk ke ruangan tersebut.
"Kamu!Si bar bar ... hei! kalau mau ngetuk pintu lihat lihat dulu dong. Jangan main ketuk hidung orang." Semua yang berada di ruangan itu memandang ke arah Andin dan Frans. Mereka semua menahan tawa melihat kejadian yang tak terduga itu, untung saja Frans mengucap Si bar bar tidak terlalu keras, jadi hanya mereka berdua saja yang mendengar.
"Aku mana tau kamu bakalan keluar dari sini," ucap Andin dengan wajah tanpa dosanya, sambil berlalu di depan Frans yang masih melongo, melihat tingkah Andin yang tidak mempedulikan dirinya sedikitpun.
"Kamu tu ya ...." Frans mengepal kedua tangannya sembari mengatur napasnya karena merasa geram dengan tingkah Andin yang kelewat cuek.
Semua mata tertuju kepada sosok Andin, mereka mulai menerka nerka, siapa gerangan gadis cantik yang berdiri tak jauh dari Frans, bahkan ada yang sempat berpikir Andin adalah tunangan Frans, karena mereka terlihat begitu serasi. Frans urung mengangkat panggilan nya karena
panggilan dari Nisa tiba tiba saja terputus, Frans menyeret tangan Andin untuk mengikutinya ke arah meja meeting, sehingga mereka nampak berdiri sejajar di depan para investor.
"Selamat pagi semuanya yang hadir di sini. Perkenalkan Ini adalah Nona Andin Permana, mulai hari ini dia yang akan mewakili Permana Company, karena dia adalah putri dari pemilik Permana Company." Andin memperhatikan Frans dari samping, gadis itu hampir saja salah paham pada pria yang baru saja menarik tangannya.Frans mengangukan kepalanya kepada Andin, sebagai tanda isyarat untuk memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi semuanya, apa yang dikatakan pak Frans benar. Mulai hari ini saya yang akan mewakili Permana Company. Semoga kedepannya kita akan menjadi rekan kerja yang profesional, terima kasih untuk waktunya."
Meeting terus berjalan, diam diam Frans mengagumi kecerdasan Andin dalam menyampaikan semua proposalnya, tidak di pungkiri lagi, nona Permana ini sangat cerdas, walaupun baru bergabung, tetapi dengan kepandaiannya dia bisa menguasai materi meeting hari ini dengan sempurna. Hingga 2 jam berlalu, akhirnya meeting selesai juga.
Andin segera keluar dari ruangan itu, tiba-tiba ponselnya berdering,ternyata ada panggilan
"Hai sayang ... gimana meetingnya? lancar 'kan."
"Iya Ma ... semua berjalan lancar, bahkan para investor puas dengan proposal yang Andin ajukan. Oh ya, Mama ada dimana? kayaknya Andin pernah lihat tempat itu deh. Eh, tunggu sebentar! bukan— nya, itu di hotel Adiguna?"
"Yapp! kamu bener banget Sayang, ini ada tante Sarah di sebelah mama."
"Hai Sayang, kamu cantik banget. Mungkin tante pangling kalo kita ketemu di jalan, apa kabar kamu sayang ...."
"Tante Sarah ... tante tau, Andin kangen banget sama tante ."
"Ya udah Sayang ... ngobrolnya nanti aja ya, kamu langsung kesini gih! tante tungguin ya ...."
Tanpa menunggu persetujuan dari Andin, panggilan langsung di matikan oleh mamanya. Dengan hati berbunga-bunga Andin berjalan menuju lobi.
"Auww!!"
Andin mengusap keningnya yang terasa sakit akibat benturan dengan seseorang.
"Kamu! kenapa sih, dari awal ketemu nasibku selalu sial." Ternyata seseorang yang menabrak Andin saat dia membalikan badannya adalah Frans.
"Sorry, I have to go right now." Andin mengucapkan kata-kata itu sambil berlalu di depan Frans yang masih dongkol dengan ulah Andin.
***
"Mama ...," panggil Andin yang melihat mamanya di lobi hotel bersama seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya.
"Andin ... Sayang, ini— beneran kamu. Lihat Wi, putri kita sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik banget." Sarah merasa bahagia sekali bisa bertemu putri sahabatnya itu yang sudah dianggap seperti putri sendiri.
"Tante bisa aja, Tante juga makin cantik aja. Apa kabar Tante? Andin kangen banget sama Tante." Andin memeluk Sarah yang baginya adalah mama ke duanya.
"Tante baik Sayang ... ayo! kita ke restaurant hotel ini aja. Kita bisa lebih santai ngobrol di sana." Sarah menuntun tangan Andin untuk menuju ke restauran hotel itu. Mereka sengaja memilih tempat duduk yang dekat dengan kolam.
"Mama ..., " suara yang sungguh tidak asing bagi Andin mendekat ke arah mereka, dan sungguh pemandangan di luar dugaan Andin, pria itu memeluk Sarah dan di balas hangat oleh sang mama.
"Frans ...? ini— maksudnya apa tante. Terus Frans ini ...." Andin menunjuk ke arah Frans seperti orang bingung.
"Ya Sayang, ini Frans anak tante yang ganteng," terang Sarah kepada Andin yang masih tidak percaya dengan kenyataan ini.
"Tante Dewi? senang bertemu Tante. Mama banyak cerita tentang Tante." Frans menggeser kursi disebelah Andin dan menyalami Dewi dengan sopannya.
"Frans ... kamu sudah dewasa sekarang. Lihat, bahkan dia sangat ganteng." Dewi sungguh bahagia, anak kecil yang dulu sering ikut dengannya waktu dia masih gadis, kini sudah tumbuh menjadi seorang pria yang tampan dan mapan.
"Kenapa juga, Anaknya Tante Sarah harus Frans. Dasar apes." Frans melotot ke arah Andin, yang samar samar mendengar gerutuan Andin.Tanpa rasa berdosa Andin pura pura tidak melihat Frans yang melotot ke arahnya.
Sarah dan Dewi saling melempar senyum, melihat kedua anak mereka yang terlihat sangat menggemaskan, walaupun ada orang tua mereka, Frans dan Andin tidak segan segan mengejek satu sama lain.
"Oh ya, Ada hal penting yang harus aku kerjakan, aku pamit dulu ya Ma ... Tante ... senang bertemu dengan Tante." Setelah berpamitan, Frans meninggalkan mereka bertiga tanpa menoleh ke arah Andin.
"Pergilah Sayang ... jangan lupa, nanti datang ke rumah ya ...." Sarah mengingatkan Frans untuk datang ke rumahnya, karena selama ini Frans tinggal sendiri di rumah mewahnya.
"Siap Ma ..." Frans mengacungkan jempolnya tanpa menoleh, tanda dia menyetujui permintaan mamanya.