Episode 11

719 Words
Tolong jangan ganggu Devany lagi. Lo gak tau kehidupan Devany itu gimana. Jangan jadi pecundang dong Lo. Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Ciko. Kata-kata yang sederhana namun mampu merobohkan kegilaan seorang Ciko. "Sumpah! Satu harian gue gak bisa ngapa-ngapain. Setiap kali gue hendak ngelakuin sesuatu, bayangan wajah Devany pasti datang membuat hati gue kembali pilu." Ciko menjambak rambutnya sendiri. Dia tak bisa bayangkan kejahilannya tadi mampu membuatnya serapuh ini. "Gue gak pernah ada niat buat Lo nangis Dev, sumpah! Hanya aja,gue seneng banget kalau gue bisa deket dan ngejahilin Lo... Arrrgghhh.... Mau pecah banget nih kepala. Sadar dong cik,sadar. Lo itu udah nyakitin hati Devany. Kapan Lo berubahnya? Kapan?" Ciko mulai gila sendiri. Dia memandangi wajahnya dari depan kaca lalu menampar pipinya sendiri.Sesekali ia berteriak histeris sambil menarik-narik rambutnya. "Apa yang harus gue lakuin? Tolong gue, arrrgghhh..." ☕☕☕ "Uhuk....Uhuk...Uhukkk" Terdengar Devany berbatuk ketika dia memasuki gerbang rumahnya. Tiba-tiba matanya terbelalak saat melihat pintu rumahnya terbuka. Padahal seingat dia,pintu tertutup sewaktu pergi ke sekolah dan kunci dibawa olehnya. Apa jangan-jangan? "Papa?Mama?" Devany langsung melepas sepatunya dengan cepat lalu berlari ke dalam rumah. "Mama...Papa..." Devany berteriak kegirangan karena mama dan papanya pulang. Dia berlari memeluk mamanya, melepaskan kerinduan yang tak ada hentinya. Devany ingin mencurhatkan segala isi hatinya. Segala kesenangan dan kesedihannya. Serta kerinduan juga selama dirinya ditinggal seminggu. "Ma,Devany..." "Kamu tau nak? Kakak kamu,Chintya, kemaren memenangkan olimpiade fisika antar sekolah. Juara satu malah,mama sama papa diundang ke sekolahnya loh, untuk meminta piagam penghargaan." Potong mamanya sewaktu Devany sedang berbicara. Devany langsung membungkam. Senyuman manis yang tadi terukir indah menjadi suram kembali. Ini memang bukan hal yang mengejutkan, melainkan hal yang biasa. Dibanding-bandingkan,dipaksa berubah,dihina,bahkan seringkali mereka 'men-chintyakan' Devany. Terkadang Devany lebih merasa seperti anak tiri. Mau dia juara satu kek,juara kelas,pidato,puisi, tetap saja orangtuanya gak pernah memuji Devany . Lebih parah lagi,saat orangtuanya menelepon Devany hanya untuk memberitahu keadaan Chintya yang sedang memenangkan olimpiade, kejuaraan,atau apapun itu tanpa menanyakan keadaan Devany. Hal miris serupa kalau Devany kedatangan paket dari mereka,tetapi isinya bukan untuk dia,melainkan untuk Chintya. Mereka selalu pergi keluar kota, meninggalkan Devany sendiri tanpa sosok pendamping. Sedangkan Chintya bersekolah di luar kota dengan sekolah paling bergengsi yang pernah ada. Papanya bernama Bayu Pratama sedangkan mamanya bernama Ningsih Setyasari. Terakhir kali, tepatnya seminggu yang lalu, Ningsih memasak ayam goreng enak untuk dibawa kepada Chintya. Awalnya Devany berpikir kalau Ningsih sedang memasak ayam untuknya. Hingga Ningsih mengatakan bahwa ia memasak ayam kesukaannya Chintya. Entah kenapa, Devany selalu merasa terbeban tinggal di rumah itu. Bahkan dia pernah berpikir untuk lari dari rumah. Namun Suji,teman sebangku sekaligus sahabatnya dari SD selalu menguatkan Devany. Flashback on "Mama, kenapa semua ayamnya dibuat cuma untuk kak Chintya, padahal Devany kan juga suka." Ucap Devany dengan ekspresi kecewa. "Udah mama pisahin kok buat kamu,satu buat sarapan dan makan siang. Udah,mama sama papa pergi dulu ya. Nanti kakakmu lama nunggunya." Balas Ningsih sambil membungkus ayam goreng itu. Mereka pergi meninggalkan Devany sendiri. Bersama sebuah kotak makan siang berisi sepotong ayam goreng kesukaannya. Devany berdiri sambil memegang kotak itu. Air matanya menetes saat melihat mobil orangtuanya yang semakin jauh,sejauh harapan Devany yang mendambakan kasih sayang dari mereka. Devany bergegas pergi ke sekolah dengan perasaan yang dipaksakan. Sampai di sekolah,Devany lebih terpukul lagi sewaktu melihat temannya diantarkan oleh orangtuanya,lalu mereka saling berpelukan sebelum berpisah. "Heh,hanya angan-angan kosong." Devany berjalan gontai kekelas. Ternyata eh ternyata,Ciko sang manusia abstrak merampas makan siang milik Devany sewaktu istirahat. Memang benar dah,Devany sebenarnya udah kepengen banget ngecungkil mata ciko, sangking geremnya. "Ini,rasa ayamnya krispi banget hanya aja sedikit keasinan. Tapi gak pa-pa kok, gue suka." Andaikan aja pada saat itu juga ada buldozer di sekolah, pasti Devany bakalan ngelempar tuh barang sama si Ciko. Tapi,apa boleh buat. Devany hanya bisa berteriak dan makan hati. Dasar kunyuk sialan!!! Flashback off. "Oh, begitu yah ma. Selamat ya buat kak Chintya. Kalau gitu, Devany kekamar dulu yah ma. Mau tidur," balas Devany pelan. Ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Seperti rasa sesak dan sakit karna menahan tangis. Devany langsung berlari ke kamarnya. Dia mencampakkan segala yang ada di bawanya. Sepatu,tas,buku,kotak makan siang, semua berterbangan kesudut kamar. Devany membantingkan tubuhnya keatas kasurnya. Ia mengambil bantal guling lalu berteriak dan menangis dibaliknya. Terdapat kesesakan,emosi yang tertahan,rasa sakit, kecewa, Ahh segalanya lah. Mungkin untuk saat ini Devany ingin sendiri. Bersama hujaman-hujaman masa lalu yang membuatnya semakin merasa tak berdaya. "Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD