BAB 10 : TINGKAH REHAN

1815 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  Dita tengah duduk di ruangannya. Dia tengah mencoba berinovasi dengan berbagai menu yang kira - kira enak. Saat tengah fokus dengan berbagai buku menu di tangannya ponselnya berbunyi, tanda ada pesan yang masuk. Kring... From: My mas love   Be jangan lupa bawakan makan. Mas mau makan udang asam manis yang banyak ..    Dita tersenyum membaca pesan yang Rehan kirim kan. Dia tidak akan membalasnya ... Satu…  Dua .... Ti.... Tiba - tiba terdengar lagu manusia biasa milik yovie n nuno mengalun merdu menandakan adanya panggilan masuk. Dita semakin tersenyum nembaca dari siapa panggilan itu. "Hallo, assalamu'alaikum."  Dita menjawab dengan santai dan pelan. "Waalaikumsalam, kenapa pesan Mas nggak di balas Be, lupa kamu caranya balas pesan?" Terdengar suara dengan nada kesal di seberang sana. Dita yang mendengarnya hanya terkikik pelan. "Kenapa marah -marah?" Dita masih menjawabnya dengan santai. "Kenapa kamu bilang, Mas sudah nunggu balasan pesannya dan kamu nggak balas." "Aku itu…" "Kenapa? Tangan kamu udah nggak kuat buat ngetik pesan ??" "Mas mau di bawakan apa makan siang nanti?"  "Cumi asam manis, udang asam manis, ayam kecap, sambal, tumis kangkung dan lain - lain" Dita hanya memutar matanya, dia salah melontar kan pertanyaan ternyata. "Iya," jawab Dita singkat. "Jangan ada yan kurang Be, harus lengkap kaya yang mas sebutin tadi." "Iya Mas, iya." "Terima kasih sayang." "Sama - sama Mas." "Love you..." "Love you too." Dita menutup panggilan dan saat dia melihat ke darah sofa yang tak jauh dari tempatnya duduk, dia menemukan kedua sahabatnya dengan wajah yang siap memangsanya. "Heiii sejak kapan kalian masuk? Ngapain disini?" tanya Dita dengan judes nya. "Uluh uluhh, siapa ini?” Tanya lili dengan nada mengejek. "Iya Mas, Mas mau di bawaain apa, Love you too." Kali ini giliran Lala yang menirukan perkataan Dita tadi. "Jadi siapa yang tadi telpon? Siapa yang sekarang duduk di hadapan kami ini?" Lala kembali bersuara   “Hei berhenti menatap seperti itu seolah - aku aku ini penjahat." "Nah ini sahabat terlaknat sepanjang sejarah. Mentang - mentang sekarang punya pacar   banyak gaya dia," kali ini Lili yang bersuara. "Mau apa kalian kesini? Kaya orang kurang kerjaan." “Jadi beneran Ta? Kamu udah punya pacar? Siapa? Kamu punya pacar nggak cerita – cerita ???” “Apa yang mesti di ceritakan?” Tanya Dita cuek. “Jadi siapa laki – laki kurang beruntung yang pacaran sama kamu? Sejak kapan? Ganteng? Kaya?” Lili memberondong nya dengan pertanyaan yang membuat Dita jengah mendengarnya. “Kaliannn KEPOOOOO, hahahahaha.” Dita ingin pergi, namun Lala segera bisa mencegahnya. “Jawab dulu Ta? Terus ini baju kenapa udah balik urakan begini?” “Jangan kepo deh hehehehe … Ya ganti lah. b*****t kalian itu. Ini udah sebulan, ya udah balik lagi lah ke baju awal udah nggak mau lagi taruhan – taruhan gila sama kalian, sumpah nyiksaa.” “Alahhhh, kabur lah pacarmu kalau tau kamu aslinya begini.” Lala meneliti penampilan sahabatnya dari atas hingga kebawah. Dita memikirkan ucapan Lala, dalam hati dia membenarkan perkataan sahabatnya itu. Rehan tidak pernah melihat dia urakan seperti ini. Kaos oblong, jeans balel dan sepatu kets  Rehan pasti ilfeel melihat nya. “Nahhh lohhh bener kan yang aku bilang, kepikiran kan kamu.” “Iya juga ya,” Dita berguman lirih. “Terus aku harus gimana? “Ya ganti baju dong Non,” jawab Lala dan Lili serempak. “Tapi aku nggak tahan pakai baju yang kaya kemarin. Kalian bayangin, aku harus jalan pelan biar nggak terbang ke atas roknya, aku nggak bisa lari karena sepatu tinggi, aku gerah karena harus ngurai rambut. Aku nggak bisa, teruss aku harus gimana?” Lala dan Lili yang melihat Reaksi temannya hanya bisa melongo. Seumur-umur mereka berteman, Dita tidak pernah bersikap seperti ini. Ini kali pertama dia melihat sahabat tomboynya itu bersikap demikian. “Okee fikss, kamu sudah jatuh cinta sama Dia,” Jawa Lala enteng. “Sok tau kalian,” jawab Dita ketus. “Jadi kalau kami boleh tau, siapa dia??” “Rehan,” jawab Dita lirih dan malu – malu. “Whattttt ???” dengan kompak Lala dan Lili teriak, meyuarakan keidakpercayaan mereka. “Rehan yang mana? Rehan satpam salon? Rehan tukang bakso di pengkolan jalan? Rehan mana?” Lili menjadi heboh sendiri. “Ya Rehan Collin masa Rehan tukang bakso,” Jawab Dita sambil cemberut. “Sumpah demi apa? Kok Bisa?” kini giliran Lala yang tidak percaya. “Panjang ceritanya.” “Kamu punya hutang cerita dengan kami Ta.” “Iya, kapan – kapan aku ceritain.” “Astaga, benar – benar nggak nyangka aku. Nggak sia – sia kamu nggak pacaran selama ini, giliran sekali dapat dapat nya durian runtuh.” “Alah biasa aja,” jawab Dita cuek. “Astaga, biasa dari mana?” “Dia tau tentang kamu?” “Enggak,” jawab Dita dengan polos nya. “Jangan bilang kamu bohong sama dia?” “Memang.” “Astaga, kenapa bohong? Kenapa nggak bilang?” “Nggak sengaja bohong, malah keterusan ..” “Sudah berapa lama?” “Sekitar satu bulan.” “Dia nggak tau semua nya?” “Enggak” “Ya Allah, polosnya teman hamba. Sebuah hubungan tidak akan berhasil jika dilandasi sebuah kebohongan. Pondasi sebuah hubungan itu kejujuran dan kepercayaan Ta.” Lala tak habis pikir kenapa Dita menyembunyikan sesuatu yang besar di balik hubungannya. “Terus aku harus gimana? Dia tau nya aku yang kemarin. Tapi sumpah aku nggak kuat kalau harus begitu terus. Kalian tau lah aku gimana?”  “Apa yang kamu rasain sama dia?” “Nyaman.” “Kamu nggak takut kan, kaya biasanya ?” “Enggak?” “Waktu pertama juga nggak?” “Nggak, aku baik-baik aja.” “Oke fiks, cinta mulai bersemi.” “Terus gimana ??” “Apa susahnya berkorban sedikit.” *** Akhirnya setelah berfikir panjang Dita datang kekantor Rehan dengan mengganti pakaiannya yang sebelumnya. Saat Dita baru sampai di dekat meja Resepsionis, matanya tidak sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya berdiri tepat di depannya . “Ambalika...” “Mas Nares…” Dita tidak menyangka akan bertemu kakak nya di kantor Rehan. “Kamu ngapain disini Dek?” Nares heran melihat adik nya ada di kantor rekan kerja sekaligus temannya. “Aku mau ketemu teman Mas. Mas kok ke Jakarta nggak bilang – bilang sama Amba?” “Teman siapa?” Rehan masih terus bertanya. Dita bingung harus menjawab apa, apa iya dia harus bilang kalau dia mengantar makan siang untuk pacar nya. Pasti dia akan menjadi bahan olok- olokan kakak nya itu. “Teman ku Mas, dia baru kerja disini dan ngajakin ketemuan. Mas Nares sendiri ngapain disini?” “Mas ada kerja sama dengan perusahaan ini, oiya mumpun ketemu disini gimana kalau kita makan siang.” Tanpa pikir panjang lagi, Dita menyetujui ajakan Nares. Tapi dia sadar, rantang makanan Rehan belum dia antar. “Mas duluan ke parkiran aja. Amba mau telpon teman Amba dulu kasian kalau dia nunggu, ini sekalian rantang makanan nya.” “Yowes, Mas tunggu di parkiran ojo suwe – suwe.”  (jangan lama – lama) “Iya.” Setelah Nares pergi duluan ke parkiran, Dita bingung bagaimana cara memberikan rantang makanan itu kepada Rehan. Tidak mungkin dia titipkan kepada resepsionis, bisa – bisa resepsionis itu akan bilang jika dia pergi dengan Nares, dan mungkin semua akan runyam. Kemudian Dita melihat seorang OB berjalan membawa beberapa bungkus makanan kemudian ide pun muncul di kepala Dita. “Mas, permisi …” “Iya Mbak kenapa?” Tanya OB itu dengan sopan. “Boleh saya titip makan siang ini untuk Pak Rehan, saya buru – buru ada urusan mendadak.” “Waduh Mbak saya takut kalau untuk Pak direktur.” “Tidak papa Mas, nanti bilang aja dari Dita. Kalau dia tidak mau buat Mas aja, ini tidak ada racunnya kalau Mas khawatir itu.” “Yasudah boleh deh Mbak, tapi ini aman kan Mbak ?” “100 % aman Mas, makasih ya Mas …” “Sama – sama mbak …” Setelah memberikan makanan itu kepada OB, Dita segera pergi menemui Nares.  ***** Ditempat lain, Rehan tengah membahas perihal bisnisnya dengan papa Arta di dalam ruangannya. Sedari tadi Rehan gelisah menunggu kedatangan Dita, jam makan siang hampir tiba namun kekasihnya itu tak kunjung datang. “Kenapa sih Bang? Papa lihat dari tadi kamu lihatin jam terus?” Papa Arta yang sejak tadi berbicara merasa tidak didengarkan oleh putranya itu. “Pa, udahan aja lah bahas proyeknya. Kalau dapat ya syukur kalau lepas ikhlaskan. Tidak akan miskin juga kalau kita tidak dapat proyek ini.” “Kamu kenapa Bang, kok tiba – tiba aneh. Tumben lho Bang kamu bosan begini bahas bisnis.” Papa Arta merasa heran dengan perubahan putranya itu, biasanya putranya tidak akan pernah ingat hal lain ketika sudah membahas urusan pekerjaan. “Abang ada janji sama orang lain Pa, lain kali lagi deh Pa.” “Jadi Abang ngusir Papa ini ceritanya?” Tok … Tok …. Tokkk …. Belum sempat Rehan menjawab ada seseorang yang mengetuk pintunya. Dengan semangat 45 Rehan akan membuka pintu. Namun sebelum dia membuka pintu, pintu sudah terbuka dan masuklah mama Ana. “Kok diam Mama datang? Pada nggak suka ya Mama datang?” Melihat kedua orang yang berada didalam ruangan tersebut diam membuat Mama Ana merasa heran. “Kalau Papa senang Mama datang, tapi kayanya beda sama Abang.” Papa Arta yang menjawabnya. Dia sedikit geli melihat ekspresi kecewa putranya yang ketara sekali. “Abang tidak suka Mama datang, memang Abang berharap siapa yang datang?” Tanya mama Ana sambil berjalan kearah suaminya. “Yang jelas bukan mama,” jawab Rehan singkat. Tok… Tok … Tok … Pintu kemabli ketuk, kali ini Rehan yakin kalau itu adalah kekasihnya. Namun saat pintu terbuka lagi – lagi bukan Dita yang muncul namun seorang OB. “Selamat siang Pak, saya mau mengantarkan ini…” OB tersebut mengulurkan sebuah rantang isi makanan kepada Rehan. Rehan tau itu pasti makanan dari Dita namun yang jadi pertanyaannya kenapa makanan itu bisa OB yang mengantarkannya, kemana kekasihnya itu. “Kenapa kamu yang mengantarkannya, siapa yang memberikan ini tadi?” “Ini dari Mbak Dita Pak, katanya dia ada urusan mendadak jadi meminta saya mengantarkan ini untuk Bapak.” “Terima kasih.” “Mari Pak.” Rehan menutup pintu dengan lesu, tanpa dia sadari segala gerak geriknya tak luput dari dua pasang mata yang tengah mengamatinya sedari tadi.  Rehan meletakkan makanan itu di meja dengan lesu kemudian pergi mencari ponselnya. “Sejak kapan Abang pesan makanan di antar pakai rantang?” Mama Ana yang lebih dulu bertanya karena merasa aneh dengan apa yang dia lihat. “Sejak saat ini!” jawab Rehan dengan pelan, dia sibuk mengotak atik ponselnya mencoba menghubungi Dita namun sejak tadi ponsel kekasihnya itu tidak aktif. “Wowww ini banyak banget, kayanya enak deh.” Mama Ana yang membuka rantang dan menyusunnya di atas meja. “Itu punya abang Ma!” “Jadi Mama tidak boleh ikut makan?” “Abang pesankan makanan lain kalau mama mau makan juga, jangan yang itu.” Jawab Rehan mutlak. Rehan segera memakan makanan itu dengan lahap, tidak memperdulikan kedua orang tuanya yang tengah menatapnya dengan heran. “Bang kamu makan kaya orang kesurupan, Mama takut.” “Anak Mama yang ini kan memang makannya banyak Ma, kok kaget?” papa Arta ikut bersuara “Tapi Pa, ini tidak wajar…” Rehan tetap tidak memperdulikan kehadiran orag tua nya, dia focus pada makanan yang ada dihadapannya dan berfikir kemana kira – kita kekasihnya urusan seperti apa yang harus dia kerjakan hingga mengantar makanan saja harus menyuruh orang. “Bang kamu makan apa emosi Bang, pelan – pelan Mama tidak akan minta.” Mama Anak takut anaknya tersedak makanan karena makan dengan cepat dan dalam porsi yang banyak. Setelah menyelesaikan makannya dalam waktu singkat, Rehan langsung bergegas pergi. tujuannya hanya satu menemukan kekasihnya. “Abang ada urusan penting, kalau Mama dan Papa masih mau disini silahkan. Abang pergi dulu …” Rehan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang bertanya-tanya anya apa yang sebenarnya terjadi. “Anak Papa kenapa sih, kok aneh?”  mama Ana yang sangat penasaran dengan polah aneh anak nya bertanya kepada suaminya. “Mungkin mama harus segera mempersiapkan barang seserahan …” “Maksud Papa?” Papa Arta hanya diam sambil menggeleng tanda tidak ada jawaban lain.    *****BERSAMBUNG ***  WNG, 12 SEP 2020  SALAM E_PRASETYO
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD