BAB 3: SEKILAS TENTANG AMBALIKA

1203 Words
SELAMAT MEMBACA  *** Dita POV "Selamat pagi Mbak Dita ..." "Pagi Mbak ..." "Morning Mbak." Begitulah sapaan yang terus aku terima sepanjang perjalanan ku dari awal masuk menuju ruangan ku di lantai dua. Jangan kalian pikir aku adalah atasan yang sombong karena menolak sapaan mereka tidak sama sekali aku membalas sapaan demi sapaan yang datang. Karena aku tidak menganggap mereka pekerja melainkan keluargaku, keluarga yang ada    bersamaku saat aku jauh dari keluargaku yang sebenarnya. Pasti kalian bertanya tanya aku ini siapa dan apa yang aku ceritakan sedari tadi. Baiklah sebelumnya perkenalkan nama lengkap ku Roro Ayu Airindita Ambalika Adibrata. Aku biasa di panggil Ayu ataupun Dita namun tidak dalam keluarga besarnya mereka lebih memilih memanggilku Ambalika. Aku adalah pemilik restoran yang katanya sangat aneh itu, aku meletakkan budaya jawa di tengah tengah kota yang sebagian besar penduduknya sudah terkontaminasi budaya barat, tidak ada yang tau kalau aku lah pemilik restoran itu kecuali kedua sahabat kembarku dan para pekerjaku sendiri. Aku tidak pernah bercerita kepada siapapun, kalau di tanya alasannya kenapa, jawabanya adalah malas. Pasti aneh bukan menurut kalian namaku tidak umum seperti yang lainnya, selain terlalu panjang namaku terdengar sedikit aneh. Baiklah akan aku jelaskan yang memberiku nama itu adalah Romoku katanya dia sangat menyukai nama Ambalika, dia berharap dengan memberiku nama aku bisa tumbuh secantik dewi Ambalika dan bersifat seperti dewi Amba, alasan klise bukan, bahkah aku sendiri tidak tau siapa mereka dan bisa  bisanya romoku memberiku nama berdasarkan nama mereka, jujur saja disini aku tidak pernah mengeluarkan nama panjangku aku lebih suka memenggalnya, maaf kan anakmu yang nakal ini romo. Oiya siapa Romo, pasti kalian akan bertanya seperti itu   sejak tadi aku menyebut Romo dan Romo. Bukan romo sebutan imam bagi kaum katholik, Romo yang kumaksud itu adalah sebutan Ayah dalam bahasa Jawa, tapi biasanya hanya orang - orang tertentu yang menggunakan dan keluarga ku masih menggunakannya. Aku jelaskan sedikit tentang keluarga ku. Keluargaku bisa di bilang keluarga bangsawan di jawa istilahnya berdarah ningrat kalau kata orang jawa tapi jujur saja aku tidak terlalu peduli dengan semua itu, jadi jangan heran jika kalian menemukan banyak keanehan dalam cerita hidupku nanti. Romo ku bernama Surya Narendra Adibrata sedangkan bunda ku bernama Dewi Laksmi Wardhani. Aku memiliki satu kakak laki-laki yang sangat menjengkelkan menurutku tapi dia bisa menjadi kakak yang sangat baik di waktu  waktu tertentu namanya Nareswara Dewandaru  Adibrata aku biasanya memanggilnya Mas Nares. Kalian pasti bingung kenapa panggian kami sangat rancu antara ayah dan ibu, entah lah alasannya pastinya pun kami juga tidak tau, hanya saja sejak kecil memang sudah seperti itu. Jangan berfikir mentang-mentang keluarga sangat kejawen lantas kalian berfikir mereka sangat kolot dengan tradisi. Tidak sama sekali Romo dan bunda ku termasuk tipe manusia modern meskipun mereka masih menjunjung tinggi budaya jawa tapi mereka berfikir milenial. Bahkan romo juga seorang pembisnis yang hebat, Romo juga memiliki perusahaan yang bergerak di bidang properti dan pariwisata yang saat ini di kelola oleh Mas ku, selain itu dia juga memiliki beberapa restoran dan hotel berbintang, ada beberapa mall di area Malioboro dan sekitar nya. Tanyakan saja siapa yang tidak mengenal Adibrata Company, bahkan hampir di setiap sudut kota Jogja mereka akan menemukan tulisan ataupun bangunan yang berlabel Adibrata Company. Namun sudah beberapa tahun terakhir ini romo memilih istirahat dari dunia bisnis kata nya dia mulai lelah dan romo mengalihkan seluruh tanggungjawab bisnisnya kepada Mas ku Nares sebenarnya akupun juga dapat bagian tanggung jawab tapi karna aku sendiri masih sibuk dengan dunia dan kesenanganku, akhir nya aku bebas dari tanggung jawab bisnis Romo dan Mas ku lah yang memegang semuanya. Mungkin kalian bertanya tanya bagaimana ceritanya aku bisa sampai disini. Baiklah akan aku ceritakan awal mula aku terdampar di kota ini lumayan jauh dari tanah kelahiranku. Meskipun aku ini perempuan tapi dimata Romo tidak ada beda nya aku dengan Mas Nares, kata Romo sekarang sudah jaman nya emansipasi wanita jadi wanita pun boleh berkarya. Jika kalian berfikir aku adalah perempuan feminim dengan kebaya dan konde besar kemanapun aku pergi kalian salah besar, sejak kecil aku lebih dominan berpakaian seperti laki-laki istilahnya tomboy jaman sekarang. Entah karna apa tapi aku lebih nyaman dengan semua itu aku bebas bergaul dengan siapapun tanpa merasa canggung aku bebas melakukan apapun tanpa hambatan, romo dan bunda pun tidak pernah mempermasalkan kelakuan yang seperti laki-laki, yang penting aku tidak menyimpang kearah yang salah tidak akan menjadi masalah. Berbekal tekad dan biasiswa karena itulah aku ingin kuliah di Jakarta. Kota yang kata nya orang menyediakan segalanya, bukan berarti Jogya tempat kelahiranku bukan kota, jujur Jogya juga kota besar bahkan. Pendidikan di jogja menurut ku sangat mumpuni dengan gelar Jogya kota pelajar, tapi aku ingin hal yang berbeda, aku ingin mencoba hidup tanpa bayang - bayang keluarga ku . Jangan salah meskipun aku nakal tapi aku masih satu DNA dengan keluarga Adibrata yang kecerdasannya tidak diragukan lagi.  Semula bunda sangat menentang keinginan ku itu tapi Romo meluruskan keinginan ku,  kata romo selama aku bisa menikamti hidup ku kenapa tidak, romo memberikan kepercayaan penuh atas hidupku untuk ku pertanggung jawabkan sendiri lagipula Jakarta dan Jogja dekat kan, aku bisa pulang kapan pun  aku mau  jadi apa yang perlu di khawatirkan, seperti kata romo aku boleh menikmati hidup ku, aku boleh pergi kemana saja yang aku inginkan aku boleh melakukan apapun yang aku suka romo tidak akan melarang  selama aku masih berada di garis norma - norma yang ditetapkan . Awal nya aku menjalankan kuliah ku dengan tenang namun lama lama aku semakin bosan, aku merindukan kehidupan ku sebelumnya, aku merindukan semua kegiatan ku, aku tidak bisa berbuat semau ku karena ini ranah orang lain dan aku hanya seorang pendatang, tidak mungkin aku akan membuat masalah yang pastinya akan menyulitkan diri ku sendiri. Di tengah rasa bosan yang melanda aku iseng memulai bisnis kecil kecilan awal nya hanya untuk menghilangkan rasa bosan tapi lama lama usaha ku berkembang dan disinilah aku sekarang meski sudah 3 tahun lulus kuliah namun aku belum juga kembali ke Jogya. Hanya beberapa kali dalam setahun  aku pulang atau orang tua ku yang datang berkunjung dulu hampir setiap bulan aku pulang, tapi sejak pertanyaan yang selalu menjadi momok yang menakutkan itu mulai muncul aku jadi malas pulang , apalagi kalau bukan " Amba kapan menikah ?" cihhh klasik sekali. Lagipula aku sudah terlanjur sayang dengan usaha ku yang aku rintis mulai dari nol ini aku masih berat jika harus meninggalkannya. Pasti akan aku tinggalkan hanya saja aku belum menemukan waktu yang tepat untuk meluruskan niatku itu. Setiap hari romo dan bunda bahkan mas Nares selalu meneror ku untuk pulang dan menikah. Ingatkan aku pada usia ku yang sudah menginjak 25 tahun bahkan mereka semua sudah meneror ku dengan kata menikah sejak aku memasuki usia 23 kata nya takut aku menjadi perawan tua karena teman teman sebaya ku sudah menikah dan memiliki anak tapi aku jangan kan menikah bahkan pacar pun aku tidak punya. Oke tepatnya tidak pernah punya, kalian akan tau nanti alasannya yang penting sekarang aku masih fokus menata karir ku dulu kata nya jodoh itu cerminan diri aku berusaha memperbaiki dan memantaskan diri ku sepantas pantas nya agar aku mendapatkan suami yang benar benar pantas di kemudian hari. Jadi aku tidak pernah khawatir dengan usia ku menurut ku jaman sekarang perempuan 28 atau bahkan 30 tahun belum menikah itu hal wajar apa yang harus di khawatirkan, jadi aku masih santai tapi lagi-lagi keluarga ku yang terlalu khawatir.   ********BERSAMBUNG *******  WNG, 7 SEPTEMBER 2020  SAKAM E_PRASETYO    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD