BAB 5 : KIRIMAN MAKAN SIANG

1322 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  "Terus gimana Ta??" "Ya nggak gimana -gimana, aku langsung pulang." "Yahhh, kok gitu sih .... " Siang ini Lala dan Lili datang ke restoran karena panggilan Dita, dia memanggil sahabatnya untuk meminta solusi. Tapi bukannya solusi yang dia dapatkan, justru semakin rumit. "Udah deh Ta, baik - baikin aja dianya, siapa tau luluh kamu nggak di laporon kepolisi. Mampus kamu kalau di penjara, kawin juga belumm ..." Lili memberi usulan kepada sahabatnya yang tengah dilema itu. "Mulut mu Li, kawin - kawin kamu pikir aku kucing?" "Ya emang cuma kucing yang kawin, manusia juga kali." "Tapi benar juga yang di katakan Lili Ta, dari pada kamu di laporin kepolisi mending kamu baik - baikin dia deh. Syukur - syukur dia belum punya pacar atau istri bagus itu peluang kan lumayan, dapat durian runtuh." Kali ini Lala yang bersuara. "Bagus Dita dapat dia kaya dapat durian runtuh, lha dia dapat Dita kaya dapat musibah jatuh." Lili berseloroh menimpali ucapan kembarannya itu. "b*****t kalian semua, pulang sana. Bikin naik tensi aja lama -lama ..." Dita jengkel, bukan nya memberi solusi kedua sahabatnya justru terus saja mengejek. "Ehhh siapa, tadi Ta namanya?"  Lili mengeluarkan ponselnya, mengetik sesuatu yang entah apa. "Rehan." "Bodoh! Satpam salon juga Rehan," jawab lili. "Ya mana tau, dia bilang cuma Rehan. " "Apa nama perusahaannya?" "Collin’s Holding kalau nggak salah." "Ini bukan?" Lili menunjukkan layar ponselnya kepada Dita. "Iya," jawab Dita singkat. "Njir, beneran rezeki nomplok ini. Statusnya masih lajang, salah satu orang sukses di usia yang masih muda 28 tahun njirr, dengan aset keluarga yang nggak akan habis tujuh turunan tujuh tanjakan, belum lagi aset pribadinya. Pewaris utama Collin’s Holding dan ternyata dia juga kakak ipar dari Reynaldo Trancargo. Taukan pengusaha muda yang dulu pernah kita stalking dan ternyata udah nikah itu La bahkan perusahan dua keluarga itu yang saat ini tengah merajai pasar global, dan harga sahamnya nggak main - main." Lili berbicara panjang lebar dengan penuh kekaguman. Matanya masih asik mengamati tabloit online yang mengulas kehidupan seorang Rehan Collin. "Sumpahh? Demi apa? Reynaldo taipan yang kaya dewa yunani yang istri nya cantik itu, itu adiknya si Rehan -Rehan itu." "Ini kaya cerita dongeng, njir ada beneran ternyata keluarga kaya gitu, aku kira cuma di n****+ -novel." "Kalian ngomongin apaan sih, ngga ngerti deh." Dita yang jengkel karena tidak faham apa yang di katakan kedua sahabatnya itu. "Intinya dia itu tampan, mapan dan masih lajang ... " "Udah sana pergi, pada ngomonin apa lagi ... huss sana pergi kalian." Dita yang tidak faham maksud teman – teman nya kemudian langsung mengusir Lala dan Lili untuk pergi. "Sansss Bu bos, kita pulang. Ingat taruhannya jangan coba - coba berlaku curang, karena kami punya banyak mata disini." Sebelum menghilang dari balik pintu kedua kembar bersaudara itu mengingatkan Dita akan taruhan mereka. ***** Di lain tempat, Rehan tengah menatap banyak tumpukan dokumen di atas meja kerja nya. "Sial, rasanya tidak ada habis - habisnya kerjaan ini ..." Rehan mengumpat menahan rasa kesal nya, jujur dia lelah dan butuh istirahat. Namun karena tidak ada yang bisa berbagi beban pekerjaan dengannya, jadi dia harus mengerjakan semua sendiri. Harusnya sebagian pekerjaannya adalah tanggung jawab adiknya Rara, namun semua orang tau kalau adiknya itu telah menjadi nyonya besar dan sang suami tidak akan pernah mengizinkan istrinya bekerja. Jangan kan bekerja, pergi belanja ke supermarket saja harus nego panjang lebar dengan pengamanan penuh. Terkadang Rehan jengah melihat sifat berlebihan adik iparnya yang tak lain adalah Rey kepada istrinya, namun ketika Rehan bertanya alasan sikap Rey kepada Rara jawabannya selalu sama "Kamu akan tau rasanya ketika menikah nanti." Dan tentu saja itu sebuah kalimat yang mengandung unsur ejekan di dalamnya. Tiba - tiba pintu ruangan Rehan di buka oleh beberapa orang berpakaian hitam khas pengawal -pengawal seperti di film – film action. Rehan sudah tau siapa yang datang, melihat orang yang membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu itu. Rehan berdiri, berniat menyambut kedatangan tamu nya itu. "Woww, suatu kehormatan Nyonya besar Rey dan Tuan kecil datang berkunjung kekantor hamba yang kecil ini ...."  Rehan melihat Rara adiknya yang tengah menggendong Baby Al yang hampir berusia satu tahun. "Sepertinya Abang mulai sinting, wajar jomblo sih ...." Rara berkata dengan sinisnya, kemudian duduk di sofa yang tak jauh dari tempatnya berdiri mengacuhkan Rehan yang masih berdiri menyambutnya. "Tega kamu Dek sama Abang, Abang kamu kacangin. Padahal sudah siap - siap mau peluk." "Lagian Abang, drama banget sih." "Ada angin apa, sampai Tuan besar Reynaldo mengizinkan permaisurinya meninggalkan istana seorang diri." "Kayanya selain stres, Abang mulai katarak. Lihat mereka, bahkan sebagian ada yang di luar." Rara menunjuk 4 orang yang berdiri tak jauh darinya. "Maksud Abang kemana suamimu, kenapa kesini. Mau minta buatkan rujak lagi, kamu hamil lagi?" Rehan mengingat kejadian beberapa bulan lalu, saat adiknya ngidam dam mengacak -acak isi kantor nya demi sebuah rujak. "Abang ini bicara apa sih, lihat Al masih kecil yakali mau punya adik lagi." "Terus kenapa kesini, tumben?" "Emang nggak boleh aku kesini? Abang nggak kangen aku? Abang lama nggak kerumah. Setiap aku datang kerumah mama Abang nggak ada." "Abang malas pulang, kamu kalau mau ketemu Abang datang ke apartemen ..." "Makanya Abang itu kawin sana, biar nggak malas pulang." "Kawin gampang, nikahnya susah," jawab Rehan singkat. "Jomblo karatan sih makanya susah, orang yang mau di ajak nikah nggak ada." "Lihat, dulu itu kamu manis banget lho Dek, kok sekarang mulutnya pedas banget, pasti ajaran Rey ini." "Nggak usah di ajarin juga, kalau cuma buat menghina Abang jomblo itu bakat terpendamku," jawab Rara cuek. Memang sejak melahirkan dan menjadi ibu jiwa ibu - ibu Rara mulai muncul, dua mulai cerewet akan banyak hal dan paling penting dia selalu mengusili abang nya, meminta nya segera menikah. "Untung adek kalau nggak." "Kalau nggak apa?" Tiba - tiba Rey sudah berdiri dengan tegap nya didepan pintu. "Papiiii ..." Al yang sedari tadi hanya diam, melihat papi nya langsung bersuara. Rey pun langsung menghampiri istri dan putra nya. "Kakak! Lihat Abang masa dia marahin aku." Rara mengadu kepada Rey, ketika melihat suaminya duduk di samping nya. Sedangkan Rehan sudah melotot, siap protes kapan dia memarahi adik nya itu. "Dek kok mulutnya kaya bebek sih, kapan Abang marahin kamu. Nggak usah bikin drama sih." "Tadi, padahal aku cuma bilang abang jomblo.  Emang jomblo kan. Iya kan Kak? " "Itu lihat kan Rey, istri mu perlu di beri pelajaran. Dia terus menghina Abangnya. Sini kamu Dek, Abang jitak juga kamu." Rehan sudah berdiri, bersiap menarik tangan adiknya. Tapi Rey lebih dulu menapik tangan Rehan, sebelum menyentuh istrinya.   "Wekkk, mana Abang nggak berani kan sama aku?" Rara justru menjulurkan lidahnya mengejek Rehan, merasa bangga karena Rey membelanya. "Kalian memang suami istri bangsat." Rehan mengumpat spontan. "Bahasa mu Han, kamu lihat ada Alvaro disini," kali ini Rey yang berbicara. Sejak Al lahir Rey dan Rara mulai menggunakan kata- kata yang sopan, mereka tidak pernah berkata- kata aneh di depan Al katanya takut Al ikut-ikut hal buruk. "Abang memang gitu Kak, sekarang kayanya mulai sakit jiwa nya setiap ketemu pasti marah - marah." "Wajar, jomblo bangkotan," jawab Rey singkat. "Kan kalian memang kompak kalau soal menghina, sana perg!.  Ngapain kalian disini?" "Tidak perlu diusir, kami juga akan pergi ..."  Rey berdiri menarik tangan istrinya, sedangkan tangan yang satunya dia gunakan untuk menggendong putra nya. "Ayo sayang kita makan siang." "Abang jangan lupa makan siang, jangan sakit.  Aku sayang Abang ... " "Iya Abang tau, Abang juga sayang kamu." Setelah mengatakan itu, Rara dan Rey serta Al pergi diikuti pengawal - pengawal nya, meninggalkan Rehan sendiri. Membicarakan makan siang, tiba - tiba Rehan teringat masakan perempuan aneh kemarin. Rasanya nangih, membuat Rehan ingin mencicipinya lagi. Tapi kemana, dia harus mencari perempuan itu, dan lagi gengsi Rehan terlalu tinggi, jika harus meminta memasakkan makanan untuk nya, kenal juga tidak. Tok tok tok. "Masuk ..." "Bos tadi resepsionis di bawah titip ini buat makan siang bos katanya." Ternyata Erik yang datang, dia memberikan rantang makanan kepada Rehan. "Dari siapa? " "Katanya perempuan bos." "Mama, oma, adik dan ibu mertua Rara juga perempuan Erik." "Bukan bos, masa iya mereka ngasih makanan malah di taruh di resepsionis." "Terus siapa, ini ada racunnya nggak?" "Ya mana tau bos, makanya di buka. Siapa tau ada suratnya," jawab Erik. Kemudian segera pergi meninggalkan ruangan Rehan. *****BERSAMBUNG **** WNG, 8 SEPTEMBER 2020  SALAM E_PRASETYO
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD