SELAMAT MEMBACA
***
Karena saran dari kedua sahabat kembarnya itu Sekarang Dita kembali mengunjakkan kakinya di perusahaan milik Rehan, entah apa yang dia lakukan ini salah atau benar. Niatnya hanya sebagai permintaan maaf. Kemarin Dita juga mengirimi Rehan makan siang, tapi hanya di titipkan kepada resepsionis kantor lantai bawah. Ketika hari ini dia mau menitipkan makanan lagi, resepsionis itu meminta Dita untuk mengantarkan makanannya langsung keruangan Rehan.
"Maaf Mbak, bapak Rehan berpesan kalau ada yang menitipkan makan siang untuk beliau lagi harus langsung diantar ke ruangannya, yang ada di lantai 20."
"Apa tidak bisa saya titipkan saja Mbak, saya tidak tau dimana letak ruangannya."
"Maaf tidak bisa Mbak." Resepsionis itu menggeleng, menolak permintaan Dita dengan halus.
"Baiklah kalau begitu."
Akhir nya Dita menyerah, dia tidak mungkin kembali membawa makanan itu pulang. Sudah sampai disini, dia harus memberikan makanan itu.
"Semangat Ambalika demi perdamaian tanpa hukum dan tanpa kerugian." Dita menyemangati dirinya sendiri.
Untung Dita masih ingat dimana ruangan Rehan,karena dia pernah datang kekantor ini .
Sesampainya di depan ruangan Rehan, Dita segera mengetuk pintu besar berwarna coklat itu, karena dia tidak melihat sekertaris di depan ruangan.
Tok
Tok
Tok
"Masuk," sayup -sayup terdengar suara dari balik pintu.
Rehan yang melihat siapa yang datang hanya tersenyum simpul, tebakannya tidak meleset tepat sasaran.
"Jadi kamu yang kemarin mengirim makan siang kesini?" Rehan bertanya, ketika melihat Dita mulai berjalan masuk.
"I.. iyaa ..."
"Kenapa?" Tanya Rehan meyelidik.
"Tolong Mas jangan memperpanjang masalah kemarin, jadi ini sebagai permintaan maaf." jawab Dita lirih, entah kenapa dia merasa sangat gugup berdiri di hadapan Rehan.
"Jadi harus berapa banyak rantang makanan yang harus kamu kirim kan ke sini untuk mengganti rugi uang saya yang hilang karena kecerobohan kamu kemarin?"
"Maksudnya?"
"Kamu pikir, saya cuma rugi sejuta dua juta, jadi kamu sogok dengan makanan saya sudah lupa?" Rehan kembali menjawab dengan nada yang sinis.
Sejujurnya Rehan sudah tidak mempermasalahkan kerugiannya, menurut nya kehilangan kerja sama itu hal yang biasa dalam berbisnis ada kalanya untung dan ada kalanya rugi. Tapi Rehan tertarik ingin melihat seberapa gigih perempuan di hadapannya ini untuk meminta maaf kepada nya. Dia ingin melihat apa yang akan dia lakukan salanjutnya, sembari berfikir langkah apa yang akan Rehan ambil. Karena Rehan merasa perempuan yang berdiri di hadapannya ini lain dari yang lain, entah apa yang membuat nya menarik namun Rehan merasa tertarik.
"Jadi apa yang harus saya lakukan, agar Mas mau memaafkan saya. Tolong jangan memperpanjang masalah ini, saya mohon, saya rela melakukan apapun agar Mas mau memaafkan saya..."
Rehan tidak menjawab, dia justru asik menatap wajah Dita yang tengah memohon di hadapannya.
"Siapa nama kamu kemarin?" Rehan justru bertanya.
"Dita, Airindita Ambalika," jawab Dita cepat.
Rehan menatap rantang makanan yang di bawakan Dita tadi.
"Itu untuk saya kan, jadi kemarikan." Rehan menunjuk Rantang yang masih ada di genggaman tangan Dita. Menyadari hal tersebut, Dita segera meletakan rantang itu di atas meja kerja Rehan.
Ketika di buka aromanya sedap menguar memenuhi ruangan. Membuat perut Rehan berdemo ingin segera di isi.
Ada nasi, tumis kangkung, sambal tomat, ayam bakar, sama bakwan jagung. Dan di rantang terakhir ada irisan buah semangka dan melon sebagai cuci mulutnya. Makanan yang sederhana tapi terlihat sangat lezat.
Melihat nasi yang di bawakan hanya satu rantang dan itu jauh dari kata cukup untuk porsi makan Rehan. Kemudian dia meminta OB untuk membawakan nasi lagi.
Rehan mulai menghabiskan makanan nya, dia benar - benar jatuh cinta dengan cita rasa makanan di hadapannya. Melupakan Dita yang masih berdiri bengong menyaksikan kegiatan makan Rehan yang terlihat seperti orang kesetanan.
"Sofa itu ada untuk duduk ..." Rehan menatap Dita sekilas dan menunjuk sofa di belakang Dita lalu kembali fokus dengan makanan di hadapannya.
Dita yang mengerti maksud Rehan langsung duduk.
Hening, tidak ada suara apapun kecuali denting sendok dengan garfu yang di gunakan Rehan untuk makan.
"Jadi pacar saya, buatkan saya makanan seperti ini setiap hari dan semua nya selesai." Kata Rehan spontan dan tanpa beban. Seolah- olah apa yang dia katakana hanya sebuah lelucon.
"Hahhhh?" Dita sama sekali tidak faham dengan apa yang di katakan Rehan.
"Saya rasa telinga mu masih berfungsi dengan baik."
"Saya nggak salah dengar, Mas minta saya jadi pacar nya Mas hanya demi makanan?" Dita bertanya karena tidak yakin dengan apa yang di katakan Rehan. Jangan kan Dita, Rehan sendiri pun tidak yakin dengan apa yang barusan dia katakan. Kata - kata yang keluar hanya spontan yang ada di otaknya.
"Kenapa kamu tidak mau, anggap saja dengan kamu menyicil hutang kerugian mu dengan membuatkan saya makanan SETIAP HARI!!"
Sebenarnya Rehan tidak yakin, tapi sudah kepalang tanggung dan dia tidak akan membiarkan Dita berkata Tidak. Karena Harga dirinya di pertaruhkan disini.
"Mas bercanda kan? Kita kenal aja enggak. Ketemu juga baru beberapa kali. Dan Tiba - tiba ngajakin pacaran demi makan, ini gila...."
"Siapa tadi yang bilang mau melakukan apa pun demi maaf dari saya, dan saya bisa melakukan bayak hal lebih gila dari ini."
"Tapi kan nggak jadi pacar Mas juga kan, nanti apa kata orang. Saya nggak mau ya di bilang perusak rumah tangga orang."
Rehan heran mendengar apa yang di katakan Dita, sedikit berfikir akhirnya Rehan tau maksud perkataan Dita.
"Saya masih lajang," jawab Rehan singkat.
"Tapi ...." belum selesai Dita bersuara, Rehan sudah menotong .
"Iya atau tidak?"
"Kalau saya bilang iya, Mas janji kan nggak akan laporkan saya ke polisi. Nggak akan meminta ganti rugi, nggak nuntut saya ..."
"Tentu saja."
"Iya.” jawab Dita, Dita berfikir tidak ada salah nya mencoba berkompromi, lagipula dia hanya harus membawakan makanan, gelar pacar hanya sebutan saja .
"Jadi sekarang status kamu pacar saya."
"Terserah.”
Setelah mengatakan itu Dita segera pergi dari ruangan Rehan, sejujur nya dia malu dan bingung jadi dia memutuskan untuk segera pergi. Dita hanya berharap Rehan tidak serius dengan ucapannya, semoga itu hanya lelucon yang Laki - laki itu buat untuk mengerjai dirinya. Itu lah harapan yang Dita panjatkan sepanjang perjalanan pulangnya.
*****
Dari kantor Rehan tadi Dita memutuskan untuk langsung pulang, tidak kembali ke restoran.
Sesampainya di apartemen Dita di kejutkan dengan keberadaan Nares yang tengah duduk santai sambil nonton televisi, dengan santainya.
"Ngapain Mas Nares di sini?"
Dita bertanya dengan nada ketus, pasalnya nya dia masih sangat kesal dengan Nares, karena Nares lah Dita harus bertemu lagi dengan Rehan.
"Wong di tiliki mas e kok ra bungah, malah susah ..." (orang di tengokin mas nya kok nggak senang malah susah)
"Mas tau nggak, gara - gara Mas aku itu ..." Dita tidak menyelesaikan ucapannya, dia tidak mau di jadikan lelucon oleh Nares. Yang pasti akan menertawakan dan mengejek nya sepanjang hari jika tau kesialan apa yang menimpah nya.
"Gene to kowe ki Nduk, horo coba cerito kene karo mas mu, kok koyone suntuk okeh masalah ngono .... " (kamu itu kenapa, coba sini cerita sama mas, kok kelihatannya banyak masalah begitu).
"Mbuhh pokok e aku mutung karo Mas, minggat sana ngapain disini?" ( Nggak tau, pokok nya aku marah sama mas )
Setelah mengatakan itu Dita langsung masuk kekamarnya dia butuh tidur dan melupakan kejadian yang menimpanya.
Sedangkan Nares hanya terbengong di depan kamar adik nya, dia merasa ada yang lain dengan adiknya. Seperti tidak biasanya, tapi apa???
Sebentar, Nares masih berfikir ...
Marah -marah, itu sudah biasa ...
Apa yang lain dari adiknya kali ini ...
Pakaian ....
Ya kalau tidak salah, dia tadi melihat adiknya menggunakan gaun bunga – bunga, rambut di gerai dan sepatu hak tinggi.
Yakinn, demi apa?
Adiknya berpenampilan feminim.
Tok ... tok .. tok ..
Nares segera mengetuk pintu Adik nya untuk memastikan apa yang di lihatnya barusan ..
"Dekkk."
"Amba."
Tidak ada sahutan ..
Ceklekk ..
"Ambalika Mas masuk yo .... "
Dia melihat Dita tidur tengkurap di atas kasur, dengan pakaian yang sudah berganti ...
"Amba kenapa, mau cerita sama Mas?"
Nares duduk di pinggur ranjang dekat kepada Dita, dia mengusap lebut kepala adik nya dengan sayang.
"Kamu wes tidur Dek??"
"Mas berapa hari di sini?"
"Besok Mas wes balek Jogya lagi, banyak kerjaan yang belum selesai, kenapa ??"
"Nggak papa."
"Ayo pulang sama Mas."
"Enggak mau ...."
"Nanti Mas bilang sama bunda biar nggk nyuruh - nyuruh kamu nikah, biar kamu nggak malas pulang...."
"Pekerjaan ku juga banyak Mas, nanti kalau sudah agak longgar sebulan atau dua bulan lagi tak pulang, kangen juga sama romo sama bunda."
"Yowes yang penting kamu sehat - sehat disini, kalau capek istirahat. Kalau ada msalah cerita sama Mas nanti Mas bantuin, yang penting kamu jangan sama setres ingat kan."
"Iya Mas ingat, masih bisa di atasi kok ..."
"Yo wes sekarang kamu tidur, istirahat. Mas mau keluar dulu ... "
"Iya , Amba sayang Mas .. "
"Mas lebih sayang Amba. "
******BERSAMBUNG ******
WNG, 9 SEP 2020
SALAM
E_PRASETYO