BAB 7 : MARI MULAI DENGAN PERLAHAN

1674 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  "Lho Mas Rehan kok bisa ada disini? " Dita terkejut melihat Rehan berdiri di parkiran restorannya. "Nungguin kamu?"  Jawab Rehan singkat. "Ngapain Mas nungguin aku?" "Tolong ikut saya sebentar." Tanpa banyak kata, Rehan menarik tangan Dita untuk masuk ke mobilnya. "Ehh ehh bentar deh, Mas mau culik aku ya. Aduhh percuma Mas nggak ada yang mau nebus, bakal rugi culik aku. Aku ini orang miskin makannya banyak, nggak ada untung nya sama sekali ..." Cup ... Rehan mengecup bibir Dita dengan singkat, membuat Dita langsung diam. "Kenapa diam, mau saya cium lagi?" Reflek Dita menutup bibir nya dengan kedua tangan nya sambil menggeleng. "Makanya jangan cerewet." Rehan menarik pelan tangan Dita untuk masuk kemobilnya . Tidak ada percakapan selama di dalam mobil, hening. Dita tidak lagi banyak bicara dia hanya diam dan meurut kemana Rehan akan membawanya. Mobil memasuki area apartemen mewah yang mungkin hanya di huni oleh orang - orang kaya. “Kamu tidak mau keluar?” Rehan membuka kan pintu untuk Dita. “Kita dimana mas, ini apartemen siapa?”  Dita sudah berfikir yang tidak – tidak ketika melihat dirinya di bawa ke sini. Dita jadi semakin was – was ketika Rehan memintanya untuk turun. Tukkk ...... “Aduh.” Rehan menyentil jidat Dita dengan sedikit keras. “Tidak usah berfikir aneh – aneh, jadi bisa sekarang kamu turun dan ikuti saya.” Dengan terpaksa dan selalu dengan sikap siaga nya Dita akhirnya turun dan mengikuti Rehan entah mau pergi kemana dia. Lift yang membawa mereka berhenti di lantai teratas apartemen ini, bahkan lantai teratas hanya di beri satu unit dengan desain lebih mewah dan fasilitas yang lengkap bahkan ada kolam renang prinadi. Dita tengah berdecak kagum, dia tidak sadar jika Rehan telah menariknya ke suatu tempat . Dapur ..... “Sekarang buatkan saya makanan,” kata Rehan singkat. Dita hampir tidak percaya dengan apa yang pria di hadapannya ini katakan, jadi dia di seret dari tempat kerjanya ke apartemen ini hanya untuk di jadikan tukang masak. Ini gila ... Dita segera Sadar bahwa laki – laki di hadapannya memang pria gila yang bisa melakukan segalanya di luar nalar manusia . “Mas minta aku datang cuma buat bikin makanan, ini jam 6 bahkan makan malam pun belum waktunya.” “Saya tidak meminta buatkan makan malam tapi makan siang.” “Mas belum makan siang?” Tanya Dita kaget, ini sudah sore memang kalau untuk makan malam belum waktunya tapi kalau untuk makan siang Dita rasa waktunya sudah terlewat sangat lama. “Belum.” “Kenapa tidak makan siang?” “Kenapa tidak membawakan saya makan siang?” Dita teringat jadwalnya yang padat siang tadi, hingga dia lupa membawakan Rehan makan siang. Dia pikir sekali tidak di bawakan tidak papa, Rehan bisa makan – makanan lain. Seperti sebelum dia mengenal Dita. Tapi ternyata Dita salah, beberapa hari lalu Rehan telah mengingatkan kepada Dita untuk tidak absen membawaknnya makan siang, karena Rehan hanya akan makan siang makanan yang di bawakan oleh nya, namun Dita menganggap itu hanya hal sepele ternyata dia salah. Rehan memang benar – benar orang yang tidak main – main dengan ucapannya. Satu minggu berperan sebagai pacar Rehan tidak ada yang istimewa menurut Dita, dia hanya datang siang untuk mengantarkan makan siang, dan selebihnya tidak ada yang lain. Tidak ada basa – basi, tidak ada kemajuan apapun, lagipula Dita juga tidak banyak berharap akan hubungannya dengan Rehan yang sejak awal memang hanya sebuah hubungan yang didasari dengan alasan ganti rugi. “Jadi bisa buatkan saya makannan sekarang, kamu melamun saya tidak akan kenyang ...” Dita tersadar dari lamunan nya, melihat Rehan sudah duduk manis di meja dekat dia berdiri sekarang. Dihadapannya banyak sekali bahan – bakan makanan dari daging, sayur, ikan  dan buah – buahan . “Jadi Mas mau di masakkan apa?” “Masak semua yang ada.” “Mas mau habiskan semuanya?” “Memangnya kenapa?" "Mas yakin?" Tanya Dita dengan ragu-ragu. "Kalau kamu terus bicara, saya tidak akan kenyang." Tanpa banyak basa basi lagi, Dita segera memasakkan makanan untuk Rehan. Dia sangat lelah saat ini, dia ingin pulang dan tidur cepat. 1 jam berlalu berbagai makanan sudah terhidang di hadapan Rehan. Dita meletakkan piring terakhir yang berisi ayan kecap di hadapan Rehan. Tanpa mengatakan apapun Rehan segera memakan habis masakan yang dibuat oleh Dita dasarnya Rehan yang doyan makan dan sejak siang tidak makan, jadilah dia makan seperti orang kesetanan tidak bertemu makanan selama sebulan. Dita yang meminum secangkir teh sambil melihat Rehan makan saja sudah merasa sangat kenyang. Dalam pikiran Dita apa tidak papa manusia makan sebanyak itu, apa perut nya tidak akan sakit. "Kamu tidak ikut makan?" Tanya rehan di sela - sela aktifitas nya mengunyah makanan. "Nanti Mas kurang lagi makannya kalau aku ikut makan, lagian aku udah kenyang lihat Mas makan kaya gitu. " "Ini semua salah kamu, kamu tidak membawakan saya makan siang." "Dasar aneh, suka nya menyiksa diri sendiri. Kalau aku nggak bawakan Mas makan siang ya Mas beli dong di restoran atau makan di tempat lain," jawab Dita cuek. "Saya tidak mau tau, pokoknya kamu harus membawakan saya makanan setiap siang, kalau perlu sarapan dan makan malam." "Bisa tambah miskin aku ngidupin kebo doyan makan ..." ucap Dita sangat lirih namun ternyata masih bisa di dengar Rehan dengan jelas. "Saya tau kamu mengatai saya, jangan kurang ajar kamu." "Udah deh diam, makan yang kenyang terus antarkan aku pulang. Kalau nggak aku pulang sendiri ..." **** “Kamu tinggal Disini ??” Rehan memperhatikan bangunan apartemen yang berdiri megah di hadapannya. “Iya mas, ini apartemen nya Lili, karena kosong jadi aku yang nempatin, nggak mungkin lah aku mampu tinggal di apartemen semewah ini.” Dita sengaja berbohong, belajar dari pengalaman. Dulu selama dia kuliah banyak sekali teman – temannya yang mau dekat dengannya karena kepintaran dan kekayaannya. Dia bosan dengan  tipe – tipe orang seperti itu. Dia ingin mencari teman yang benar – benar mau menerimanya apa adanya bukan karena embel – embel harta dan kekuasaan. Dita segera turun, dia berpamitan dengan Rehan. Namun tak di sangka ternyata Rehan pun ikut turun . “Mas ngapain, mau ikut turun juga?” “Memang nya tidak boleh saya mau melihat tempat tinggal mu, atau kamu menyimpan sesuatu di dalam sana hingga saya tidak boleh melihatnya?”  Tanya rehan penuh selidik. “Selalu berperasangga buruk, yasudah kalau mau mampir tinggal bilang nggak usah sewot gitu bisa kan?” Dita segera pergi meninggalkan Rehan yang masih terbengong di depan mobilnya, bodo amat nanti juga kalau butuh dia akan mengikuti nya. Ternyata benar Rehan mengikuti Dita sampai masuk kedalam apartemennya. “Kamu tinggal sendiri disini?” Tanya Rehan sambil meneliti setiap sudut ruangan yang ada di diapartemen itu. “Iya,” jawab Dita singkat. “Kemana keluarga mu?” “Kenapa Mas tanya – tanya kaya wartawan aja?” “Memangnya saya tidak boleh mengetahui kehidupan kekasih saya?” Rehan tetap menjawab dengan muka datar tanpa sedikit pun ekspresi. “Kekasih dari Hongkong, koki masak kali.” setelah Dita mengatakan seperti itu Dita pergi ke dapur ingin mengambil minum. “Saya tidak pernah main – main dengan apa yang saya katakana. Saya serius mengatakan kalau kamu adalah kekasih saya.” Rehan mengikuti Dita sampai di dapur. “Mas mau main – main atau pun beneran saya juga nggak peduli, saya ini apa,” jawab Dita cuek. “Saya tidak suka, kamu berbicara ketus seperti itu kepada saya.” “Lalu Mas mau saya bicara seperti apa, mau saya pakaikan bahasa jawa halus. Kromo inggil gitu?” “Saya…” belum sempat Rehan menyelesaikan perkataannya, tiba – tiba suara ponsel Dita terdengar tanda ada panggilan masuk . “Haloo ….” “Amba sudah pulang?” “Iya Mas, sudah. Sudah pulang baru aja.” “Amba sehat kan?”  “Mas nggak usah khawatir, aku baik kok disini.” “Yaudah istirahat ya.” “Iya mas, yasudah aku tutup dulu ya telpon nya …” “Iya, assalamualaikum…”  “Waalukumsalam.” Selesai menerima telepon Dita melihat Rehan bersedekap berdiri di hadapannya dengan mata memicing curiga. “Saya tidak suka kamu menerima telpon dari laki – laki lain dengan mesra di hadapan saya.” “Sebenarnya Mas ini punya masalah hidup apa? Mas ini siapa ku? Kok dari tadi ngelarang – ngelarang terus …” Dita yang mulai jengah dengan sikap Rehan malam ini mulai protes. Rehan menarik pergelangan tangan Dita dan membawanya ke balkon menikmati angin malam yang berhembus sambil menyaksikan keindahan kota malam hari. “Saya tidak pernah main – main dengan apa yang saya katakan. Ketika saya bilang kamu adalah kekasih saya, maka itu adalah sebenarnya. Maka kamu adalah kekasih saya bukan juru masak saya, kamu milik saya mungkin ini memang aneh, tapi ini lah kenyataannya. Saya tidak suka sesuatu yang menjadi milik saya di ganggu atapun di miliki oleh orang lain, begitupun kamu …” Dita tidak ingin terbawa oleh perasaan dulu, dia ingin menjelaskan apa yang Rehan sebenarnya ingin katakan. Dia sedikit kurang faham, ingin menarik kesimpulan sendiri takut nya jika dia salah faham. “Apa yang Mas katakan?” Dita hanya bisa mnegucapkan itu, lidahnya kelu. Dia gugup di berdiri di dekat Rehan. Sepanjang usianya 25 tahun, inilah kontak fisik pertama dengan laki – laki lain sedekat ini selain teman – temannya sepergaulan dulu. Dulu pun dengan teman – temannya dia tidak pernah sampai seperti ini, dan apa ini jantung nya seperti berdetak lebih cepat rasanya seperti dia habis lari marathon 10 km. “Bisa kah kita memulai hubungan ini dengan normal dan lebih alami?” Rehan membalik tubuh Dita mengadap kearah lampu – lampu di jalan yang gemerlap, sedangkan dia memeluk tubuh mungil Dita dari belakang. “Aku tidak faham dengan apa yang Mas katakan.” “Bisakah kamu menjadi kekasih saya yang sesungguhnya bukan karena terpaksa mengganti rugi dan bukan sebagai koki saya, tapi sebagai kekasih saya.” “Apa Mas sadar apa yang Mas katakan?” “Saya sadar sepenuhnya …” “Apa Mas tau siapa saya, saya ini tidak pantas dengan Mas. Saya ini hanya anak orang miskin, kuliah hanya mengandalkan biasiswa. Saya hanya bekerja sebagai pelayan di restoran. Apa Mas tidak malu?” “Apa kamu pikir saya peduli dengan semua itu?” “Jadi Mas serius ingin memulai suatu hubungan?” “Hemmmmm, mungkin kamu merasa ini terlalu cepat dan aneh, tapi saya percaya dengan apa yang hati saya katakan, dan dia memilih kamu  dari sekian banyak nya orang yang dia temui …” “Jadi sekarang kita resmi pacaran?” “Bahkan sejak satu minggu yang lalu,” jawab Rehan singkat. “Jadi bisakah kita memulainya dengan perlahan, jangan membuat aku canggung dan tidak nyaman. Jangan terlalu memaksakan, bisakan semua secara alami dan perlahan.” “Alami dan perlahan?” Rehan berusaha mencerna arti kata tersebut . “Iya ….” “Baiklah akan saya coba, dan perlu kamu ingat saya tidak suka kamu memanggil orang lain dengan sebutan seperti tadi.” “Termasuk kakak laki – laki ku sendiri?” “Terkecuali ….” “Baiklah ….” “Dan ingat satu hal, saya tidak suka pendusta. Jangan bohongi saya sekecil apapun itu, sekecil apapun kebohongan yang kamu katakan maka maaf semua sudah tidak akan sama lagi …” Rehan mulai mengumandangkan ultimatum nya. “TERLANJUR ….” Dita membatin dalam hati, dia sudah terlanjur melontaran banyak kebohongan sedari awal, yang tanpa dia sadari akan menjadi bom waktu yang kapan pun siap meledak dan mengancurkannya. “Iya,” jawab Dita lirih. ****BERSAMBUNG****  WNG, 9 SEP 2020  SALAM  E_PRASETYO    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD