Kondisi Clara masih belum membaik juga. Ia masih mual dan muntah, nafsu makannya juga semakin berkurang banyak. Kondisi tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan. Kondisi Clara paling parah adalah saat dirinya bangun di pagi hari. Ia akan terserang rasa mual yang luar biasa, membuat semua orang yang dekat dengan dirinya merasa sangat cemas. Resep minuman segra yang dibuat oleh Vani, memang bisa sedikit mengurangi rasa mual Clara. Namun, itu tidak bisa membuat kondisi Clara sepenuhnya membaik. Hial sendiri sudah meresepkan banyak obat untuk mual dan menambah nafsu makan Clara, tetapi hingga saat ini, semua itu belum cukup membantu.
Karena itulah, Calvin cemas saat dirinya harus meninggalkan Clara di tempat persembunyian. Hari ini, rencananya Calvin dan Zayn akan pergi untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh minuman yang Clara minum untuk meredakan mual, sekaligus untuk mencari bahan manganan untuk mengisi persediaan makanan kelompok mereka. Namun, saat melihat Clara seperti ini, Calvin tidak bisa berpikir dengan jernih. Rasanya ia ingin tetap tinggal untuk memastikan kondisi Clara. Di sisi lain, Zayn juga merasakan hal yang sama. Ia ingin membatalkan rencana hari ini, sebab ingin terus berada di sisi Clara.
Calvin lagi-lagi membantu menyeka dagu Clara yang basah karena adiknya itu baru saja selesai muntah. Clara yang menyadari kecemasan sang kakak pun berkata, “Kak, aku pasti akan segera membaik setelah meminum obat buatan Kak Hial dan meminum air segar buatan Kak Vani. Jika Kakak memiliki rencana dengan Kak Zayn, kalian bisa pergi. Tidak perlu terlalu mencemaskanku. Ada banyak orang di sini, jika pun orang lain tidak bisa atau tidak mau menjagaku, akan ada Kak Vani dan Kak Hial yang akan selalu membantuku denga tulus.”
“Benar, aku akan menjaga Clara saat kalian pergi. Di sini aman, Hial juga ada. Semuanya sempurna untuk menjadi tempat persembunyian, jadi kalian bisa pergi sesuai dengan rencana tanpa mencemaskan apa pun,” ucap Vani membantu Clara untuk meyakinkan Calvin dan Zayn yang masih terlihat ragu.
Hial sendiri tidak ada di sana, karena dirinya tengah mengobati seorang anak yang terserang demam tinggi. akhir-akhir ini, anggota kelompok mereka memang banyak yang terkena demam. Karena itulah, Hial kini terlihat lebih sibuk daripada biasanya karena memiliki banyak tugas. Selain menjadi seorang ilmuwan yang menemukan banyak hal yang berguna, ia juga merangkap tugas seorang dokter yang membantu para anggota saat mereka sakit. Keberadaan Hial benar-benar sangat dibutuhkan di tengah-tengah mereka semua.
Hial juga sering dicari karena bisa membantu banyak hal. Namun, sebelumnya Hial yang fokus menangani kondisi Clara, sangat sulit untuk ditemukan atau memiliki waktu luang. Karena itulah, ada banyak anggota yang merasa iri dan cemburu dengan perlakuan istimewa yang didapatkan oleh Clara. Bahkan para wanita, secara terang-terangan memusuhi Clara yang bahkan tidak pernah mereka temui secara langsung, atau berinteraksi secara langsung dengannya. Hal itu terjadi, karena selama ini Clara hanya ke luar dari ruangannya sebanyak satu kali, yaitu bertepatan dengan tibanya Vani ke tempat persembunyian tersebut. Meskipun tidak pernah menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah mereka, Clara sudah memiliki begitu banyak orang yang membencinya.
“Aku tau jika kau memang sangat mencemaskan kondisi Clara, sebab aku juga tengah merasakannya. Namun, aku rasa kita harus bergegas, Calvin. Kita harus segera pergi, agar bisa segera mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk obat Clara, lalu kembali secepat mungkin,” ucap Zayn ikut membujuk Calvin.
Clara mengangguk mendukung apa yang dikatakan oleh Zayn tersebut. Jujur saja, Calvin merasa sangat berat dan enggan untuk melakukan hal itu. Bukannya Calvin tidak ingin mencari obat untuk Clara, tetapi ia saat ini merasakan firasat yang sangat buruk. Seakan-akan, jika Calvin saat ini meninggalkan Clara, aka nada sesuatu yang sangat buruk terjadi nantinya. Entah apa itu, tetapi firasat Calvin mengatakan jika itu adalah hal yang sangat mengerikan. Biasanya firasat seperti ini selalu muncul ketika ada sesuatu yang terjadi pada saudarinya, mungkin inilah yang disebut dengan ikatan saudara kembar.
Namun, Calvin sendiri sadar jika dirinya tidak bisa tetap tinggal. Ia sudah sepakat dengan Zayn untuk memimpin kelompok dan mencari bahan makanan sekaligus mencari bahan untuk minuman yang bisa membuat mual Clara mereda. Calvin pun pada akhirnya berkata pada Clara, “Kakak akan pergi sebentar. Kakak harap, kau tetap tinggal di kamarmu. Jika ada yang kau butuhkan, langsung katakan pada Vani atau Hial. Keduanya akan membantumu.”
Clara mengangguk dan memejamkan matanya ketika mendapatkan kecupan manis pada keningnya. Lalu Calvin beranjak dari posisinya dan menghadap pada Vani yang berada di sana. Kondisi Vani kini sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Luka pada lututnya juga sudah mengering dan tinggal menunggu waktu untuk sembuh sepenuhnya. Calvin pun berkata, “Maaf, aku harus merepotkanmu lagi. Tolong jaga Clara hingga aku kembali, Vani.”
Vani yang mendengarnya pun tersenyum. Lalu menjawab, “Tidak perlu sungkan seperti itu, Calvin. Tanpa kau minta pun, aku akan menjaga Clara dengan baik. Kau tidak perlu cemas, pergilah dan lakukan apa yang memang sudah kalian rencanakan. Aku akan menjaga Clara dan menemaninya.”
Calvin pun mengangguk dan beranjak pergi bersama dengan Zayn. Sementara Vani tinggal di ruangan dengan Clara yang terlihat berbaring meringkuk dengan kening yang mengernyit. Vani yang melihat hal itu berubah menatap kosong dan bergerak untuk duduk di tepi ranjang yang cukup nyaman tersebut. Lalu Vani mengulurkan tangannya untuk mengusap kening Clara dengan lembut, usapan tersebut ternyata membuat Clara merasa sangat nyaman. Rasa kantuk pun tiba-tiba datang menghantam diri Clara. Padahal, Clara baru saja bangun tidur beberapa jam yang lalu, seharusnya rasa kantuk tidak akan datang semudah ini.
“Tidurlah,” ucap Vani pada akhirnya membuat Clara tidak menahan diri lagi untuk tidur dengan lelapnya. Vani sendiri terlihat masih memiliki tatapan kosong, tanda jika dirinya saat ini tengah dikendalikan dari jauh oleh orang lain. Tentu saja itu adalah ulah Ostra dan kawan-kawannya, sebab kondisi Vani tersebut disebabkan oleh cip yang ditanam oleh Gaal pada batang otak Vani. Gaal sendiri sama sekali tidak menyangka, jika penelitian dan eksperimen yang ia lakukan pada Vani tersebut bisa sangat sukses.
Saat Clara benar-benar tidur dengan sangat lelap, Vani menunduk dan menatap Clara dengan matanya yang masih menyorot kosong. Lalu Vani bergumam, “Tidurlah yang nyenyak, Clara. Hingga kau dijemput untuk kembali ke tempat seharusnya kau berada.”
Tepat setelah Vani selesai bergumam, Hial mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan dengan langkah pelan. Terlihat ada beberapa obat dan air di tangan Hial. Tentu saja itu adalah obat yang sudah Hial persiapkan untuk Clara. Ia menyempatkan waktu untuk mengunjungi Clara, di saat dirinya sudah menyelesaikan pekerjaannya untuk merawat anggota kelompok mereka yang sakit. Namun, saat dirinya tiba di dalam kamar Clara, ia melihat Clara yang sudah terlelap. “Ah, Clara sudah tidur?” tanya Hial saat melihatnya yang sudah meringkuk.
Vani yang mendengar hal itu pun terlihat kembali normal, dan menoleh untuk mengangguk. Setelah itu, Vani pun berkata, “Clara baru saja tidur, sepertinya dia kelelahan karena kembali muntah parah. Jadi, tolong tenanglah. Biarkan Clara tidur terlebih dahulu.”
Hial mengangguk. Lalu dirinya pun menunjukkan obat dan air minum yang ia bawa sembari berkata, “Kalau begitu, tolong berikan obat ini pada Clara saat dirinya bangun dan merasa mual. Aku sudah memperbaiki obat ini, aku yakin jika ini akan lebih berefek padanya.”
Hial berusaha dengan sangat keras untuk membuat obat ini. Ia bahkan memangkas jam tidurnya, agar dirinya bisa menyempurnakan obat yang bisa meredakan mual yang menyiksa Clara tersebut. Pada akhirnya, kini Hial menemukan komposisi yang sempurna. Ia yakin, jika obat ini bisa mengurangi rasa mual Clara. Selain itu, ia juga membawa obat yang bisa menambah nafsu makan Clara. Hial benar-benar berharap, jika kali ini dirinya bisa membantu Clara. Jika sampai dirinya tidak membantunya, rasanya Hial akan merasa sangat sedih. Sebab dirinya bahkan tidak bisa membantu Clara, dalam bidang yang ia kuasai.
“Baiklah, aku akan memastikan bahwa Clara meminumnya dengan baik,” ucap Vani. Hial yang mendengarnya mengangguk, ia menatap Clara lagi dan membuat Vani menyadari tatapan yang ditujukan oleh Hial tersebut.
Hial sendiri tersadar tak lama dari itu, dan bergegas untuk berkata, “Kalau begitu, aku akan pergi dulu. Ada beberapa pekerjaan yang harus kulakukan lagi.”
Tentu saja Vani tidak menahan Hial lebih lama di sana, dan membiarkan Hial pergi begitu saja. Namun, saat dirinya sudah melihat pintu kembali tertutup, dan tersisa hanya dirinya dan Clara saja di ruangan tersebut, Vani terlihat kembali memasang ekspresi kosong. Ia menatap Clara yang masih terlelap dengan nyeyaknya dan berkata, “Kasihan sekali pria itu, dia mencintai gadis yang bahkan tidak akan pernah bisa menjadi miliknya. Terlebih, kini dia akan segera berpisah dengan wanita yang ia cintai itu. Sungguh, pria yang malang.”
**
Situasi berjalan dengan sangat tenang tanpa ada gangguan atau masalah apa pun yang muncul. Anggota kelompok yang bersembunyi di tempat persembunyian tersebut terlihat melakukan aktivitas mereka masing-masing. Jika Hial sibuk di ruangan labolatoriumnya untuk meneliti berbagai hal yang akan bermanfaat bagi kelompok dan membuat tempat persembunyian mereka menjadi lebih nyaman, maka kini Clara yang sudah bangun dari tidurnya tengah makan untuk bersiap minum obat yang tadi diberikan oleh Hial.
“Kakak juga harus makan,” ucap Clara saat melihat Vani yang terlihat hanya menatapnya ketika makan, alih-alih ikut makan bersamanya. Clara juga merasa bahwa Vani akhir-akhir ini terlihat sangat sering melamun. Namun, saat Clara bertanya hal seperti apa yang mengganggu Vani dan membuatnya sering melamun, Vani tidak mau mengatakannya. Dia selalu bersikap, jika tidak ada masalah apa pun yang mengganggunya, dan memina Clara untuk tidak mencemaskan apa pun. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh Vani tersebut malah membuat Clara semakin mencemaskannya.
Vani yang mendengar perkataan Clara pun menggeleng. “Tidak, Clara. Aku sudah makan tadi. Sekarang habiskan makanan yang sudah kubawakan ini. Kau harus minum obat untuk meredakan rasa mualmu, ada pula obat yang akan meningkatkan nafsu makanmu,” ucap Vani membuat Clara yang mendengar hal itu pun berusaha untuk menghabiskan makanan yang dibawakan oleh Vani.
Tentu saja Clara melakukan hal tersebut karena tidak ingin membuat Vani merasa kerepotan. Padahal Vani sudah repot-repot membawakan makanan ini dan menjaganya sepanjang hari. Karena itulah, Clara berusaha untuk makan dan menghabiskan semuanya sebagai bentuk menghargai semua jerih payah Vani. Setelah mendengar perkataan Vani, Clara berusaha untuk menghabiskan makananya. Sementara Vani sendiri menatap Clara dan tersenyum tipis. Clara melakukannya dengan baik, hingga dirinya minum obat, saat itulah tiba-tiba Clara merasakan mual yang tidak bisa menahan diri.
Clara pun berlari untuk menuju kamar mandi yang terhubung dengan area kamar dan memuntahkan isi perutnya. Sementara Vani yang melihat hal itu pun beranjak untuk mengikutinya dan membantu Clara menguras isi perutnya. Sementara di luar sana, ternyata ada kekacauan yang terjadi, Kekacauan yang muncul secara tiba-tiba karena serangan mendadak dari puluhan pesawat tempur canggih milik bangsa Draconian. Tentu saja hal resebut membuat Hial dan para anggota kelompok yang sudah tinggal lama di sana, tahu hal apa yang harus mereka lakukan.
Hial memimpin anggotanya untuk bergegas melarikan diri melalui jalur evakuasi yang tersembunyi, tepat di dalam ruang labolatorium Hial. Sayangnya, karena harus memastikan proses evakuasi tersebut berjalan dengan lancar, Hial tidak memiliki kesempatan untuk menuju keberadaan Clara dan Vani lalu membawa mereka untuk melarikan diri. Hial dengan berat hati, harus memilih untuk menyelamatkan pihak yang lebih banyak dan telah siap untuk evakuasi. Hial menggigit bibirnya dengan kuat-kuat, mengingat jika situasi saat ini benar-benar tidak sesuai dengan harapannya. Ia benar-benar berada dilemma.
Ia ingin melindungi Clara dan membawanya untuk melarikan diri, tetapi jika ia melakukan hal tersebut, semuanya akan terlambat. Bisa-bisa mereka semua tertangkap oleh bangsa draconian yang entah mengapa kini sudah bisa menemukan tempat persembunyian mereka. Jadi, kini Hial hanya bisa berpikir realistis sebagai seorang ilmuwan. Ia akan membawa semua hasil penelitiannya dan menyelamatkan orang-orang yang sudah bergegas masuk ke dalam jalur evakuasi yang sudah disiapkan sebelumnya.
Karena jalur evakuasi tersebut tidak boleh sampai diketahui oleh pihak bangsa Draconian, Hial tidak memiliki pilihan lain, dengan membakar bubuk besi yang sudah ia formulasikan hingga bisa menjadi bahan peledak dengan skala sedang. Hial pun berulang kali menggumamkan permohonan maafnya, sebab ia sudah melakukan hal yang sangat bodoh, dan tidak bisa membawa Clara menyelamatkan diri bersama kelompok mereka. Hial sendiri sadar, jika ada banya anggota kelompok yang tertinggal di tempat persembunyian tersebut, tetapi Hial tidak memiliki pilihan lain, selain memutuskan ekor demi menyelamatkan lebih banyak orang.
Suara ledakan tersebut mengejutkan bangsa draconian yang baru saja tiba di area persembunyian tersebut. Riolo yang terlihat memimpin, terlihat sangat kesal saat melihat ledakan tersebut dan bergegas untuk menyebar prajuritnya. Sementara Ostra yang juga ikut dalam rombongan tersebut, terlihat melangkah dengan begitu santai di tengah kekacauan yang terjadi di sana. Ostra seakan-akan tahu ke mana dirinya harus melangkah, dan terlihat begitu berkharisma dengan eksistensinya yang luar biasa. Ostra pada akhirnya berhenti di depan pintu sebuah ruangan dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apakah benar, ruangan ini?”
Lalu tanpa pikir panjang, Ostra segera membuka pintu tersebut dan melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut. Ostra mengernyitkan keningnya saat dirinya masuk, ia melihat ruangan yang sangat menyedihkan baginya. Ostra pun melanjutkan untuk melangkah masuk lebih dalam, dan dirinya pun melihat dua orang wanita yang berada di dalam kamar mandi. Benar, wanita itu tak lain adalah Vani dan Clara. Vani yang menyadari kehadiran Ostra pun berdiri dengan kaku dan tatapannya terlihat sangat kosong, sementara Clara masih berjuang untuk menguras isi perutnya.
Ostra dengan perlahan berdiri di belakang Clara dan ternyata Clara masih tidak menyadari kehadiran Ostra tersebut. Lalu saat Ostra akan melakukan sesuatu pada Clara, ternyata Clara sudah lebih dulu jatuh tidak sadarkan diri, membuat Ostra bergegas untuk menahan tubuhnya. Kening Ostra mengernyitkan keningnya dalam-dalam, lalu Ostra pun sedikit menurunkan tubuhnya untuk menarik tubuh Clara untuk ia gendong. Lalu Ostra pun sadar, jika dirinya tidak tahu cara menggendong wanita dengan benar.
“Apa cara menggendongku ini benar?” tanya Ostra pada dirinya sendiri. Sementara Vani yang mendengar hal itu pun tidak memberikan jawaban apa pun. Sebab Vani saat ini sudah sepenuhnya sudah dikendalikan oleh Gaal, mengingat jika cip yang sudah ditanamkan di dalam batang otaknya sudah sepenuhnya menguasi dan mengendalikan Vani. Kini, Vani tidak lebih seperti boneka yang mengikuti perintah. Gaal ke depannya jelas akan mengembangkan cip tersebut agar semakin berguna nantinya. Ostra sendiri akan menyarankan untuk membuat cip tersebut bergerak dengan sistem.
“Ah sial, entahlah,” ucap Ostra tidak peduli dengan caranya menggendong Clara yang memang sudah tidak sadarkan diri. Ostra pun memilih untuk melangkah pergi dari ruangan tersebut, tentu saja Vani yang terlihat menampilkan ekspresi kosongnya, terlihat beranjak untuk mengikuti langkah Ostra dengan sangat patuh.
Begitu Ostra ke luar dari ruangan tersebut, terlihat jika situasi masih cukup kacau. Mengingat jika ternyata ledakan yang sebelumnya terjadi membuat area persembunyian tersebut sebagian terbakar dengan hebat. Sementara para manusia yang tidak bisa melarikan diri, kini terlihat sangat menyedihkan karena sudah hampir sepenuhnya dilumpuhkan oleh para prajurit draconian yang terlihat mengerikan dengan seragam tempur yang mereka kenakan. Para manusia yang sudah dilumpuhkan atau belum pun terlihat sangat histeris dan menjerit ke sana ke mari.
“Benar-benar kacau,” ucap Ostra dengan kening mengernyit dalam. Lalu ia mencari keberadaan Riolo yang terlihat sangat antusias berlarian dan memburu manusia-manusia yang masih berusaha untuk melarikan diri. Ostra pun menghela napas, saat melihat tingkah Riolo tersebut. Ia seperti anak kecil yang baru saja lepas dari pengawasan orang tuanya dan tengah bersenang-senang di taman bermain.
“Riolo, segera bereskan ini, dan berhenti bertingkah seperti anak kecil seperti itu,” ucap Ostra memberikan peringatan dengan suara yang cukup meninggi. Tentu saja Riolo yang mendengar hal itu mendengkus, karena merasa sangat kesal, kesenangannya saat ini tengah diganggu dan harus dihentikan. Namun, ia sendiri sadar jika ia tidak bisa terus bermain, dan harus menyelesaikan acara bermainnya.
Riolo pun menjawab dengan tegas, “Baik, Jenderal!”
Setelah itu, Ostra pun memilih untuk melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan Riolo. Hanya saja, ternyata Riolo yang membidik para manusia dengan senjatanya tanpa sengaja juga menyerang Vani yang mengikuti langkah Ostra. Riolo rupanya melupakan wajah Vani, menganggap jika Vani bukanlah hasil penelitian yang berhasil dari Gaal dan menganggapnya sebagai seorang buruan. Pada akhirnya Vani ditembak dan mati di sana saat itu juga, sebab ternyata dosis obat bius yang ia tembakkan membuat cip yang tertanam dalam batang otak Vani rusak dan membuat otak Vani seketika mati dan membuat Vani jatuh mati saat itu juga. Ostra yang menyadari hal itu pun menghentikan langkahnya dan menatap Riolo dengan pandangan jengkel. “Apa yang kau lakukan, Riolo?!” tanya Ostra frustasi dengan tingkah bawahannya itu.
Riolo yang menyadari kemarahan Ostra tersebut pun mengernyitkan keningnya. “Kenapa kau marah padaku? Bukankah kau yang ingin aku menyelesaikan pekerjaan ini? Maka aku melakukan hal ini dan bergegas membereskan semua buruannya,” ucap Riolo terlihat tidak merasa bersalah.
Sementara Ostra yang mendengar hal itu pun mendengkus dan berkata, “Apa kau bodoh? Bagaimana bisa kau berbicara dengan begitu percaya diri, setelah hal bodoh yang kau lakukan? Dia ini adalah wanita dua yang menjadi objek penelitian Gaal. Periksa dulu, apa dia masih hidup atau tidak.”
Riolo pun agak terkejut, karena saat dirinya melihat wajah wanita itu, ia pun sadar jika dirinya memang wanita yang pernah ia tangkap sebelumnya untuk ia serahkan pada Gaal untuk menjadi bahan penelitiannya. Perintah Ostra tersebut pun dipatuhi oleh Riolo yang bergegas untuk memeriksa kondisi Vani. Lalu Riolo pun meringis, saat dirinya memeriksanya dan tidak menemukan napas atau detak jantung pada wanita itu. Riolo pun menatap Ostra dan menggeleng. “Dia sudah mati,” ucap Riolo.
Ostra yang mendengar hal itu pun menatap Riolo dengan dingin dan berkata, “Kalau begitu, kau harus bersiap-siap untuk mendapatkan murka dari Gaal. Ia pasti akan sangat marah karena kau sudah merusak hasil penelitiannya yang hampir sempurna ini.”
Riolo tentu saja merasa sangat gugup dengan hal tersebut. Sementara Ostra sendiri berbalik pergi dengan membawa Clara yang berada dalam gendongannya. Tentu saja Riolo yang mendengar hal itu merasa sangat panik dan berlari untuk mengikuti Ostra. Sementara Ostra mengabaikan Riolo yang jelas saat ini meminta bantuan padanya. Riolo tahu, jika Gaal pasti akan sangat murka pada dirinya karena masalah ini. Bisa saja, Gaal memanfaatkan dirinya menjadi bahan penelitian karena terlalu marah padanya.
“Ayolah, setidaknya bantu aku untuk membela diri di hadapan Gaal nanti,” ucap Riolo memohon dengan sangat pada Ostra.
Namun, Ostra yang mendengar hal itu sama sekali tidak peduli. Ia yang sudah berada di dalam pesawat tempurnya, membaringkan Clara dengan hati-hati di atas ranjang yang sudah dipersiapkan lalu memakaikan pengaman agar membuat Clara tetap aman. Lalu Ostra menatap Riolo dengan dingin dan berkata tegas, “Sekarang turun dari pesawatku, lalu bergegas selesaikan pekerjaanmu di tempat ini. Untuk masalahmu dengan Gaal, kau harus menyelesaikannya sendiri.”
Riolo yang mendengar hal itu pun mendengkus sangat kecewa karena Ostra lepas tangan dan tidak mau memberi bantuan padanya. “Benar-benar menyebalkan, kau bahkan tidak mau membantuku. Aku rasa, anak-anakmu nanti akan mencibirmu karena memiliki ayah yang sangat pelit,” cibir Riolo tetapi sama sekali tidak digubris oleh Ostra yang kini sepenuhnya terlihat memperhatikan Clara yang masih tidak sadarkan diri.