7. Malam Pertama yang Berakhir Dengan Talak

1584 Words
Dini memutuskan untuk membereskan penampilannya sendiri, meski Leon menawarkan diri untuk membantu. Malahan, Leon juga langsung mengajak Dini mandi bareng. “Y—ya ampun ....” Lagi-lagi Arini jadi ketakutan tersendiri di setiap Dini melihat tubuhnya. Jejak cinta berwarna merah gelap yang Levian tinggalkan nyaris di sekujur tubuh Dini, membuat Dini kesulitan menyembuhkan traumanya. Berusaha tak melihatnya, tapi semua itu ada di tubuhnya. Fatalnya, jejak-jejak tersebut juga tak kunjung hilang. “Sayang, lampunya dimatikan total saja, ya?” lembut Dini yang menatap Leon dengan tatapan memohon. Akhirnya Dini keluar dari kamar mandi. Rambut panjangnya yang masih setengah basah, ia urai. Sementara bukannya memakai pakaian seksi atau setidaknya minim untuk malam pertamanya dan Leon, ia yang untuk kali pertama membiarkan Leon melihatnya tanpa hijab, justru memakai piyama lengan panjang. Leon yang sempat berbinar hanya karena melihat sang istri akhirnya keluar dari kamar mandi, refleks diam. Setelah sampai menunggu cukup lama, keluarnya sang istri agak membuatnya kecewa. Bukan hanya karena permintaan yang baru saja ia dengar. Bahwa Dini minta semua lampu di kamar dimatikan. “Kok kamu pakai piyama, sih? Pakai lingerie yang aku beli coba. Yang merah apa yang hitam transparan,” ucap Leon sambil beranjak duduk dari tempat tidur dirinya tiduran. Dini membuat Leon menunggu lebih dari tiga puluh menit. Leon sampai beres mandi di kamar tamu, selain ia yang juga sampai keasyikan main game di ponsel. Memakai lingerie yang benar-benar seksi menjadi beban tersendiri bagi Dini. Bukan karena ia malu atau tak ikhlas tubuhnya menjadi pemandangan sang suami. Sebab setelah menikah, baginya Leon berhak mendapatkannya. Hanya saja, jejak cinta yang Levian tinggalkan terlalu banyak dan masih kentara. Dini saja sengaja memakai pakaian serba panjang untuk menutupinya. Termasuk alasannya menggerai rambut panjangnya yang masih basah juga karena untuk menutupi yang di tengkuk, leher, rahang, dan sekitarnya. “Aku pengin yang spesial. Lagian, ini kan malam pertama kita. Ayo dong sayang, ... yang semangat. Kalau kamu tertutup, keluar dari kamar pun kamu selalu tertutup. Aku suami kamu. Aku berhak lihat kamu tampil seseksi mungkin!” tegas Leon benar-benar menuntut. “Namun kamu janji akan menerimaku apa adanya kan? Kalau memang enggak bisa, aku mundur dari sekarang!” tegas Dini meminta kepastian. Jujur, Dini cukup terkejut dengan permintaan Leon yang mengharuskannya tampil seksi di malam pertama mereka. Permintaan tersebut membuat Dini merasa baru mengetahui sisi lain dari Leon yang selama ini selalu manis kepadanya. Akan tetapi, hati kecil Dini menasihati, bahwa bisa jadi, pemuda yang sudah menikahinya itu memang ingin suasana bahkan sensasi berbeda. “Levian pinter banget. Caranya melakukan semua ini kepadaku. Juga jejak-jejak merah kehitaman yang dia tinggalkan di tubuhku terkesan sengaja agar siapa pun termasuk Leon, melihatnya. Sementara Leon, ... kenapa caranya yang menuntut aku tampil seksi bikin aku ilfil ke dia?” Dini bingung, apakah memang dirinya yang terlalu sensitif hingga dituntut bahkan dipaksa tampil seksi oleh suaminya sendiri membuatnya marah, atau memang Leon sudah tergolong keterlaluan? Sambil melepas piyama yang dipakai di dalam kamar mandi, Dini tetap tidak berani dan memang tidak sudi melihat tubuhnya sendiri. Hal yang terjadi gara-gara jejak cinta Levian di sana. Lingerie hitam yang benar-benar transparan. Selain d a l a m a n n y a yang hanya menutup sebagian bagian s e n s i t if milik Dini, terpaksa Dini pakai. Lingerie tersebut merupakan pilihan Leon. Leon membelikannya secara khusus untuk Dini, dan sejak awal memang pemuda itu targetkan untuk dipakai Dini, di malam pertama. Sekitar dua minggu yang lalu, Dini mendapatkannya dari Leon dan mereka simpan di lemari pakaian milik Leon. Saat itu, Dini memaklumi keinginan Leon. Saat itu, Dini masih bisa menerima. Namun setelah apa yang Dini alami karena Levian, Dini jadi merasa sangat tidak nyaman dan bahkan ketakutan. Jantungnya berdetak di atas normal, keras sekaligus cepat. Dini membayangkan, atau malah halusinasi, Levian akan mendadak mendatanginya dan kembali m e n y e t u b u h i n y a secara paksa. “Arrrggghhh!” jerit Dini benar-benar histeris. Dini ketakutan lantaran baru juga keluar dan menutup pintu kamar mandinya. Di tengah suasana yang sudah gelap gulita layaknya permintaannya, sesosok bertubuh tinggi sudah langsung mendekapnya sangat agresif. Dalam sekejap, sosok tersebut membuat tubuh Dini bersandar di tembok sebelah pintu kamar mandi. Sosok yang Dini yakini merupakan seorang pria tersebut langsung menguasai bibir Dini dengan c i u m a n yang sangat memaksa. Dini yang berusaha memberontak sampai kesulitan bernapas karenanya. “L–pas!” tuntun Dini berusaha menyingkirkan wajah sosok tersebut dari wajahnya. Ia menggunakan kedua tangannya, dan tak segan mencakarnya. “Ini aku, ... di kamar ini tidak ada orang lain selain kita. Kamu sendiri yang meminta semua lampu dimatikan hingga jadi gelap gulita!” tegasnya dan Dini kenali sebagai suara Leon. “Ya ampun ...,” lirih Dini merasa tak habis dengan kelakuan suaminya. “S–sayang, bisa ... biasa saja, enggak? Aku ... sebenarnya aku ada trauma dengan sentuhan—” Dini yang sekadar bernapas saja masih kesulitan, lagi-lagi tak kuasa melawan sang suami yang tampaknya sudah telanjur dikuasai h a s r at. Apa yang Leon lakukan membuat Dini sulit percaya. Dini merasa tak mengenali sisi lain Leon untuk urusan percintaan yang lebih intens. Padahal, mereka bukan orang asing atau malah korban perjodohan. Namun jika dibandingkan, ketimbang dengan Levian, Leon jauh lebih pemaksa. Leon tidak memberi Dini kesempatan sedikit pun. Padahal Levian saja masih memberi Dini kesempatan untuk menikmati percintaan yang mereka lakukan. Namun Leon, suaminya itu benar-benar k a s ar. “Meski bisa jadi ini gaya dia dalam bercinta, aku tetap menyesali keputusanku maju melanjutkan pernikahan. Sepertinya, harusnya aku memang menyembuhkan traumaku dulu. Meski pada kenyataannya, posisiku juga serba salah. Mundurnya aku Leon bilang tal segan b u n u h diri. Maju oun, nyatanya hanya menyakiti diri sendiri. Semoga ke depannya, semoga setelah ini, Leon bisa diajak kompromi. Karena caranya yang memperlakukanku layaknya p e l a c u r dan wajib memenuhi fantasinya, ... ini hanya membuatku trauma. “Ayolah Sayang, lebih agresif lagi!” “Balas aku! Lawan!” “Ya ampun ... kok kamu enggak semangat gitu? Yang semangat dong! Lebih cepat lagi!” Tuntutan demi tuntutan dari Leon, hanya membuat Dini merasa makin tidak nyaman. Dini merasa sangat risi. “Bisa jeda dulu, enggak?” Dan Dini, tidak bisa untuk tidak menangis. Dini terduduk di lantai depan tempat tidur. Posisi di mana ia dipaksa m e m u a s k an fantasi suaminya yang entah kenapa seolah sudah terbiasa dengan gaya l i a r. Namun, keputusan Dini yang berhenti bahkan melepaskan ‘milik’ Leon, membuat pria itu tak bisa menoleransi. Leon segera membopong tubuh Dini, kemudian menaruhnya di tengah-tengah tempat tidur. Sampai detik, Leon masih memperlakukan Dini dengan sangat memaksa. Dini yang sempat memohon agar Leon lebih lembut meski sedikit, pada akhirnya menyerah. Dini bungkam dan sebisa mungkin mengimbangi Leon, meski air matanya tak lagi sejalan. “D a r ahnya, mana?” sergah Leon sangat tidak sabar setelah ia menyalakan semua lampu di kamarnya. Ia yang awalnya hanya mengangkat kedua kaki Dini. Kemudian membolak-baliknya guna menemukan darah k e p e r a w a n an, sungguh tak menemukannya. “Ternyata kamu sudah enggak p e r a w a n?” tegas Leon benar-benar syok. Ia menatap kecewa Dini, yang sebenarnya tak kalah syok dari dirinya. Iya, pertanyaan Leon yang mempermasalahkan k e p e r a w a n a nnya, benar-benar membuat Dini tak percaya. Padahal sejak awal suaminya itu memintanya tampil seseksi mungkin, Dini sudah berusaha berbaik sangka. Dini yakin, ingin melihat Dini sangat seksi menjadi bagian dari apresiasi Leon sebagai seorang suami. Meski pada kenyataannya, Leon memang berbeda. Ternyata Leon merupakan laki-laki b e r e n g s e k bahkan b a j i n g an. Laki-laki yang hanya menilai harga diri seorang wanita dari k e p e r a w a n an. Setelah sampai m e l u d a h i Dini, Leon yang terlihat sangat kecewa berkata, “Pantas dari tadi langsung lancar. Sempit pun hanya sebentar, ... ternyata kamu menipuku. Kamu sudah enggak p e r a w an!” “Dini Dwi Pratiwi, ... mulai detik ini juga, kamu bukan istriku lagi! Tak sudi aku punya istri m u r a h a n sepertimu yang sekadar menjaga kesuciannya untuk suami kamu saja, tidak becus!” tegas Leon. Kejutan demi kejutan sungguh Dini dapatkan dari Leon. d**a bahkan tubuh Dini kebas. Langit kehidupan Dini seolah runtuh detik itu juga. Sungguh tak pernah terbayangkan olehnya, Leon akan memperlakukannya dengan sangat hina, bahkan itu di malam pertama mereka. Setelah semua yang terjadi. Leon yang sebelumnya sempat mengancam akan b u n u h diri jika Dini mundur dari rencana pernikahan mereka. Yang mana Leon juga berjanji akan menerima Dini apa adanya. Namun baru saja, pemuda itu memperlakukan Dini bak p e l a c ur, memaksa Dini menjadi dari fantasi yang benar-benar l i a r. Fatalnya, Leon menjadikan k e p e r a w a n a n sebagai harga mati dari harga diri seorang wanita, tanpa peduli penyebab seorang wanita kehilangan k e p e r a w a n annya. “Ya Allah ... kenapa jadi begini?” batin Dini benar-benar hancur. Namun dengan tegas, Dini berkata, “Aku terima talakmu, Kak!” Selanjutnya, Dini tak mau menikah lagi. Terlebih Dini yakin, kenyataannya yang sudah tidak p e r a w a n akan membuat laki-laki yang menikahinya, memperlakukannya dengan hina. Buktinya, Leon yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun terakhir saja, sama saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD