1. Obsesi Calon Kakak Ipar
“Beres gosok gigi, Anna langsung bobo, ya!”
Suara lembut seorang wanita barusan, sukses mengusik keheningan Levian. Kedua mata tajam kecokelatan milik pria bertubuh bidang itu langsung mencari-cari sumber suara. Di dalam kamar bernuansa pink dan serba hello kitty keberadaannya, pintu kamar mandi yang terbuka di sana langsung menjadi tujuan tatapan Levian.
Seorang bocah perempuan yang tampak lemah, tengah digendong di depan d**a oleh wanita berhijab pashmina. Bocah perempuan itu bernama Anatasya, atau yang sering dipanggil Anna. Anna merupakan putri Levian, tapi wanita cantik yang memperlakukannya penuh cinta itu bukan lah istri Levian. Sebab wanita berpakaian serba panjang warna biru gelap itu merupakan Dini, calon istri Leon— adik kandung Levian.
Kecupan dan setiap sentuhan lembut Dini kepada Anna, selalu membuat mata, bibir, bahkan hati seorang Levian bergetar. Kedua mata tajam Levian menjadi sangat teduh di setiap pria itu mengawasi kesibukan Dini. Apalagi ketika Dini sedang mengurus Anna layaknya sekarang. Dunia Levian seolah langsung berhenti berputar dan hanya Dini yang bisa mengendalikannya.
Bagi Levian, bibir dan mata Dini, menjadi keindahan yang sangat sulit membuatnya menyudahi tatapannya. Kedua matanya akan sangat sulit berhenti jika sudah menatap mata maupun bibir Dini. Sebab kedua keindahan tersebut, membuat seorang Levian ingin memiliki Dini. Tak peduli walau Dini merupakan calon istri Leon, yang mana hari pernikahan keduanya tinggal hitungan hari lagi.
“Eh, itu Papa sudah pulang,” ucap Dini masih sangat lembut, tak lama setelah ia keluar dari kamar mandi Anna.
Sampai detik ini, Anna masih Dini gendong. Selain Dini yang sangat menyayangi Anna seperti kepada anak sendiri, Anna juga sangat manja kepadanya. Kedekatan keduanya pula yang membuat orang tua Levian sangat menyayangi Dini. Restu untuk Dini menjadi istri Leon terbuka sangat lebar. Apalagi sebelumnya, Arina mamanya Anna tipikal yang tidak menyukai anak kecil. Dan mungkin karena itu juga, Arina tega menelantarkan Anna berikut rumah tangganya dan Levian, selama hampir dua tahun terakhir.
“Papa dah puyang kelja?” sapa Anna langsung ceria. Di hadapannya, sang papa yang masih menenteng tas hitam dan tampak kelelahan, membalasnya dengan senyum tipis.
Tak lama kemudian, Levian menjadi bagian dari kebersamaan Dini dan Anna. Ia duduk bersebelahan sekaligus berhadapan dengan Dini yang membacakan dongeng untuk Anna.
“Menikahlah denganku, ... lupakan Leon. Aku akan membahagiakan kamu melebihi yang Leon lakukan kepadamu!” ucap Levian tak lama setelah Anna benar-benar lelap.
Dini yang awalnya tersenyum sambil menaruh buku dongengnya di laci meja sebelahnya, refleks diam. Dini membeku, tak paham dengan maksud Levian. Karena alih-alih menanyakan kabar persiapan pernikahan Dini dan Leon yang tinggal hitungan hari, Levian justru mengajak Dini menikah.
“Serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu memikirkan apa pun, termasuk memikirkan Leon maupun orang tua kamu,” lanjut Levian yang kemudian memberanikan diri menggunakan tangan kanannya untuk meraih pundak kanan Dini.
Detik itu juga Dini terlonjak. Tanpa kata, Dini buru-buru pergi dari sana. Dini ketakutan, dan tak kuasa menyudahinya. Terlebih ketika tangan kanan Levian nekat menahan pergelangan tangan kiri Dini. Levian dengan cepat mendekap bahkan menguasai tubuh Dini. Bukan hanya panas dingin, tapi Dini juga merinding. Pria berjas biru gelap itu terus membawa Dini ke pinggir lemari pakaian Anna. Tangan kanan Levian membekap mulut Dini, sementara tangan kiri, mengunci pinggang Dini sangat erat.
Dini tahu, Levian sedang bermasalah dengan Arina, sang istri. Arina pergi tanpa pamit ketika Anna berusia dua tahun. Padahal saat itu, Anna yang mengalami gagal ginjal sedang parah-parahnya. Anna bolak-balik masuk rumah sakit. Dini yang saat itu statusnya masih pacar Leon, sengaja turun tangan ikut mengurus. Namun jika keadaan malah seperti sekarang dan Levian benar-benar nekat men ye ntuhnya, Dini tak bisa menoleransinya.
“Aku benar-benar sadar. Aku tidak ma bok! Aku mencintaimu dan aku sangat menginginkanmu!” tegas Levian sambil menatap saksama kedua mata Dini.
Ucapan tersebut Levian katakan dengan tegas tak lama setelah ia membawa Dini ke ruang rahasia yang ada di balik tembok sebelah lemari pakaian Anna. Di sana layaknya sebuah kamar mewah pada kebanyakan. Ada tempat tidur luas dan juga sebuah kulkas yang berisi koleksi mi nu mannya. Karena keputusan Arina meninggalkannya, membuat Levian sangat putus asa.
Di kamar tersebut pula, Levian kerap menghabiskan waktu dengan menenggak minuman pa nas. Berharap, apa yang ia lakukan itu mampu membuat pikirannya lebih tenang. Walau sampai detik ini, sejak sang putri terang-terangan mengatakan ingin punya mama seperti Dini. Ketimbang min uman pa n a s yang justru membuat kepala Levian makin pusing, Levian malah menemukan ketenangan yang dicari, dari diri Dini.
“Aku mencintai Leon. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah meninggalkannya, Mas! Bahkan walau kamu memaksa, aku tetap tidak akan pernah melakukannya! TOLONG jangan jadikan aku sebagai pel am pias an hanya karena mama Anna, menelantarkan Mas!” tegas Dini yang sebenarnya masih ketakutan. Tak menyangka, bahwa di balik pintu sebelah lemari pakaian milik Anna, ada ruang tersembunyi dan terbilang sangat nyaman. Walau rasa nyaman itu mendadak tak ia rasakan karena Levian. Pria itu tampak benar-benar menginginkannya. Levian yang harusnya jadi kakak iparnya, tak segan menyentuhnya.
Sambil terus melangkah meninggalkan Levian, Dini tak hentinya heran. Kenapa langkahnya begitu berat, padahal bisa saja Levian kembali menahannya. Namun baru Dini sadari, semua itu masih berkaitan dengan ketakutannya kepada Levian.
“M–Mas ...!” teriak Dini ketika ketakutannya sungguh terbukti.
Levian kembali menahan Dini. Tak tanggung-tanggung, kali ini, calon kakak ipar dan selama mereka mengenal jarang bertukar sapa dengannya, langsung membungkam bibir Dini menggunakan bibir juga.
Dini kacau, dan sudah beberapa kali berteriak meminta tolong. Baik itu kepada Levian agar calon kakak iparnya itu melepaskannya. Juga meminta teriak kepada siapa pun yang mendengarnya. Namun selama Dini melakukannya, termasuk itu setelah Levian menarik paksa pashmina dari kepalanya. Selama itu juga Levian akan menggunakan bibirnya untuk membungkam bibir Dini menggunakan cium an li ar.
Levian tak segan melakukan apa pun untuk memiliki Dini. Agar wanita itu mau bersamanya dan tak memiliki alasan untuk meninggalkannya. Levian sengaja tak memakai ‘pengaman’ dan tetap nekat merenggut paksa harta paling berharga yang dini miliki dan itu sebuah kesucian, k e p e r a w a nan.
Semuanya terjadi dengan sangat cepat. Dini juga sudah berulang kali memohon bahkan mencoba melarikan diri. Namun, tenaga Dini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Levian. Apalagi pada kenyataannya, Levian sangat terobsesi kepadanya hingga pria itu memiliki berbagai cara agar Dini tunduk kepadanya.
“S—sakit, Mas!”
“Setelah ini, tidak!”
“M–Mas benar-benar tega!”
“Aku sangat mencintaimu. Alasanku melakukan ini karena aku—”
“Berhenti mengatakan itu, Mas! Apa yang Mas lakukan kepadaku benar-benar jahat. Mas tega, bahkan ke Leon yang adik Mas!”
“Aku akan bertanggung jawab! Aku akan menikahimu!”
“Enggak! Sampai kapan pun aku enggak akan mau menikah dengan Mas!”
Alih-alih marah apalagi putus asa dengan setiap penolakan yang Dini berikan, Levian yang masih mengungkung sekaligus menindih tubuh Dini, justru kembali mengulang percintaan penuh paksaannya.
“M—Mas, udah!”