“Besok pagi juga, kita menikah. Pernikahanmu dan Leon belum sampai didaftarkan secara hukum. Kalian baru menikah secara siri dan bisa dibatalkan karena salah satu dari kalian merasa dirugikan.”
“Jadi, pernikahan kalian dianggap tidak sah. Pernikahan kalian dianggap tidak pernah ada. Yang otomatis, kamu bukan janda, hingga tak ada masa idah yang harus membuatmu menunda pernikahan kita.” Levian berucap pelan, jelas, sekaligus penuh keseriusan. Di hadapannya, Dini masih sibuk menepis tatapannya. Dini terlihat jelas tetap tidak bisa menerimanya. Meski rumah dua lantai yang tentunya jauh lebih luas bahkan jauh lebih megah dari milik orang tua Dini, sudah Levian berikan untuk orang tua Dini.
Sebagai ganti, sebagai rasa tanggung jawab Levian kepada keluarga Dini, rumah keberadaan mereka, telah menjadi rumah pengganti. Asal Dini mau menikah dengan Levian, rumah tersebut mutlak menjadi milik orang tua Dini. Levian sangat pandai membuat Dini tak bisa menghindar apalagi pergi darinya. Paksaan demi paksaan yang ia lakukan, akhirnya berbuah manis. Tentunya, semua itu tak luput dari uang sekaligus kuasanya.
“Dengan kata lain, aku digadaikan, aku jadi istri kedua ... sudahlah daripada orang tuaku telantar ... ya ampun!” batin Dini jadi sulit berpikir.
Kedua tangan Dini refleks mengepal kencang di sisi tubuh, sementara bibir bawahnya juga refleks ia g i g it kuat-kuat. Tak habis pikir baginya, kenapa keadaan menjadi sangat di luar nalarnya?
Setiap perubahan ekspresi yang terjadi pada Dini, tak luput dari pengawasan kedua mata Levian. Karena hingga detik ini, kedua mata Levian tidak bisa jika tidak memperhatikan Dini.
----
“Saya terima nikah dan kawinnya Dini Dwi Pertiwi ....”
Dini rasa, baru kemarin dirinya menolak ajakan menikah dari Levian. Namun kali ini, mereka sudah duduk bersanding melangsungkan ijab kabul. Memang bukan pelaminan impian, tapi ijab kabul yang Levian lakukan dengan cepat sekaligus jelas, langsung mendapatkan kata “SAH”, dari saksi di sana.
Pernikahan yang digelar di rumah baru orang tua Dini itu dihadiri oleh orang tua sekaligus keluarga dari kedua pihak. Hanya Leon saja yang absen dari sana sebab Anna yang tampak sangat ceria meski wajahnya masih pucat, turut menjadi bagian di sana. Malahan dari semuanya, Anna menjadi orang yang terlihat sangat bahagia.
Namun karena kebenciannya kepada Levian yang teramat besar, Dini sampai lupa untuk menyalami tangan suaminya. Andai Levian tidak melakukannya lebih dulu, tentu semua mata di sana jadi sibuk mengawasi Dini. Terlebih sudah sewajarnya, pengantin wanita akan menyalami tangan pengantin prianya tak lama setelah mereka dinyatakan sah setelah ijab kab. Tak lama kemudian, rasa j i j i k mendadak membuat Dini sangat risi bertepatan dengan bibir Levian yang mendarat di punggung kepala Dini.
“Ya ampun ... pernikahan macam apa yang akan aku miliki jika keadaannya justru begini?” batin Dini yang memaksa dirinya untuk menerima kenyataan, bahwa kini dirinya merupakan istri Levian. Karena apa yang terjadi telah membuat Levian resmi menjadi suaminya.
“Hari ini kamu cantik banget,” ucap Levian lirih dan sengaja mencairkan suasana hati Dini. Terlebih dari wajahnya saja, Dini tak ada bahagia-bahagianya.
Rayuan dari Levian yang terus menatapnya lekat, tak sedikit pun menyentuh perhatian apalagi hati seorang Dini. Karena sampai detik ini, rasa yang ada untuk seorang Levian dalam dirinya hanya benci.
Lain halnya dengan Dini, kedua orang tua mereka justru senyum-senyum sendiri. Keduanya saling bertukar tatap sekaligus senyuman. Memercikan kebahagiaan yang sebelumnya memudar bahkan nyaris padam karena talak Leon kepada Dini. Tanpa tahu, alasan talak ada justru Levian. Karena Levian juga yang membuat Dini tak p e r a w an.
Sepanjang kebersamaan, Dini terus menghindari Levian. Bukan hanya dari tatapan maupun setiap sentuhan yang akan Levian lakukan. Sebab Dini juga tak segan pergi meninggalkan kebersamaan. Kendati demikian, Dini tetap tak lupa untuk pamit. Selain Levian yang juga akan terus mengikuti ke mana pun Dini pergi. Apalagi kepergian Dini justru ke dalam kamar Dini. Dengan cekatan Levian menyusul kemudian mengunci pintu yang ada tepat di belakang punggungnya.
“Siang ini jadwal Anna cuci darah.” Levian meraih lembut kedua tangan Dini yang nasih terpaksa menghadap kepadanya.
“Oh iya ... Anna harus cuci darah. Minimal jika aku tidak bisa berurusan dengan papanya, aku tetap harus mengurus Anna,” batin Dini yang menunduk, tapi dikejutkan dengan keberadaan bibir Levian dan mendadak menempel di pipi kirinya.
“I love you!” lembut Levian yang kemudian mengusap-usapkan punggung hidungnya ke pipi maupun punggung hidung Dini.
“Ya ampun orang ini,” batin Dini yang berusaha menghindari Levian, tapi kedua tangan Levian sudah telanjur mendekap tubuh Dini erat.
“Sepuluh menit, Ni. Sepuluh menit meluk kamu biar aku kerjanya makin semangat. Nanti malam aku langsung ke kalian. Sementara nanti, kalian ditemani mama diantar pak Agus,” ucap Levian lantaran Dini terus berusaha memberontak, melepaskan diri darinya.
“Bentar, ... kok nama sopirnya jadi pal Agus? Bukannya, sebelumnya biasanya namanya pak Arya? Memangnya pak Arya ke mana? Oh iya ... istrinya mau persalinan. Eh, jangan-jangan tuh orang beneran dipecat?” pikir Dini yang kemudian menanyakannya. Dan Dini tidak bisa untuk tidak marah setelah tahu bahwa pak Arya memang sudah dipecat. Sementara alasan pemecatan itu terjadi karena pak Arya gagal mengantar jemput Dini.
“G i l a kamu. Istrinya mau lahiran, Mas!”
“Dia gagal menjalani misi ke kamu!” tegas Levian tak kalah keras dari Dini.
“Aku pikir dia hanya pura-pura mengikuti sandiwara atau tak tik Mas!” sergah Dini yang masih emosi. “Pokoknya aku enggak mau tahu, balikin pak Arya apalagi istrinya sedang sakit!” Dini benar-benar tak menerima alasan.
“Kamu tahu, harga diriku diperhatikan untuk permohonan kamu itu!” tegas Levian. Namun karena Dini langsung memalingkan wajah sekaligus mendiaminya, Levian tak memiliki pilihan lain.
“Oke ... oke! Baik! Namun aku mau imbalan!” sergah Levian dan langsung membuat Dini yang memakai kebaya pengantin putih, menatapnya heran.
“Malam nanti, ... meski kita terancam tidur di rumah sakit, aku mau jatah!” ucap Levian.
Apa yang baru saja Levian katakan sudah langsung membuat kedua mata Dini membelalak. Dini tak bisa berkata-kata, tapi lagi-lagi Levian memaksanya dengan ancaman. Bahwa Levian tak akan memperkerjakan pak Arya lagi, jika Dini tidak mau memenuhi syarat darinya. Namun andai Dini mau memenuhi syarat dari Levian, selain pak Arya akan dipekerjakan, Levian juga akan memberi bonus khusus yang bisa pak Arya gunakan untuk biaya maupun kepentingan persalinan.
“Licik banget nih orang! Selalu saja punya cara buat mengikat targetnya!” batin Dini benar-benar kesal. Terlebih di hadapannya, Levian justru tersenyum santai. Senyum santai yang s i a lnya membua pria itu tampak sangat menawan.
“Apa mau sekarang saja?” ucap Levian memberi penawaran lain, tapi langsung berhasil membuat Dini buru-buri lari meninggalkannya.
“N–nanti ... nanti malam saja!” panik Dini benar-benar gugup. Senyum berikut tatapan Levian yang selalu intens kepadanya, menjadi alasan kegugupannya sulit diakhiri. Walau sampai detik ini, kebenciannya kepada Levian tetap tidak berkurang.