Perlakuan Cylo

1444 Words
Theya menyuap makan siangnya, sembari sesekali melirik pria yang duduk di seberangnya. Sejak keluar dari kamar rawat salah satu pasien, Cylo belum mengajaknya bicara. Pria itu hanya diam—bahkan di sepanjang perjalanan menuju tempat mereka makan siang. Wanita itu mengunyah pelan makanan yang seharusnya terasa nikmat, namun kali ini indera pencecapnya seperti sudah kehilangan fungsi. Wajah datar di hadapannya, membuat semua rasa hilang. Menelan paksa kunyahannya, Theya lalu meraih gelas dan meneguk sebagian isinya. Rasa laparnya sudah menghilang. Ia tidak punya selera untuk menghabiskan makannya. Cylo menatap tidak senang—piring yang sudah didorong sang pemilik, padahal isi di dalamnya masih cukup banyak. “Kamu ingin sakit, supaya aku merawatmu?” Theya yang baru saja mendorong punggungnya ke belakang—mengerjap. Kening wanita itu mengernyit. “Apa maksudmu?” tanyanya bingung. Siapa yang ingin sakit? Dan omong kosong apa yang baru saja Cylo katakan? Hah! Dia tidak habis pikir. Cylo tidak langsung menjawab. Pria itu hanya mengedik ke arah piring yang sudah Theya singkirkan ke tepi meja—tanda jika ia sudah selesai dengan makan siangnya. Pria itu kemudian kembali menyuap, dan dengan wajah tenang mengunyah makanannya. Kelakuan Cylo, membuat Theya menahan geramannya. Theya mendesah, ketika melihat Cylo terus menghujamnya dengan tatapan tajam, tanpa kembali membuka mulut. Wanita itu lalu menarik kasar piringnya, dan langsung menyuap dengan ukuran besar. Theya mengunyah dengan sepasang netra membalas tatapan tajam sang suami. Tatapan mata wanita itu seolah mengatakan, “Puas, sekarang?!” Yang dengan santainya Cylo jawab dengan alis yang terangkat. Sungguh … pria di depannya ini sedang menguji kesabarannya. Oh … Theya menarik dalam nafasnya, sebelum kembali menyendok. Dengan wajah kesal, Theya menelan makannya yang sama sekali tidak terasa nikmat. Dia ingin segera kembali ke rumah sakit. Jam istirahatnya tidak banyak. Theya mempercepat suapannya, hingga akhirnya isi dalam piringnya habis tak bersisa. Benar-benar bersih. Dan setelah usahanya, Theya menjadi semakin kesal--ketika mendapati Cylo masih santai dengan ponsel di tangan, sementara piringnya sudah lebih dulu bersih. Mungkin pria itu berpikir bisa kembali ke rumah sakit sesuka hati, karena dia anak pemiliknya. Hah … privilege memang ada di mana-mana. Wanita itu mendorong kursi ke belakang. Bunyi yang timbul karena gesekan kaki kursi dan lantai, membuat Cylo yang sedang menarikan jari di layar ponsel—mengangkat kepala. Pria itu mengernyit, melihat sang istri yang sudah berdiri. “Aku akan kembali ke rumah sakit lebih dulu,” ujar Theya yang langsung meninggalkan meja mereka. Cylo mendesah. Pria itu kemudian meraih kunci mobil di atas meja, lalu ikut beranjak dan segera mengejar Theya yang sudah melangkah mendekati meja kasir. “Kamu apa-apaan, sih?” Cylo sudah meraih sebelah lengan Theya yang berhasil menghentikan hela kaki wanita itu. “Kamu yang apa-apaan. Dari tadi kamu hanya mendiamkanku, dan membuatku kesal tanpa alasan,” geram Theya sembari membalas tatapan sang suami. Sepasang rahang Cylo mengetat. “Tunggu di mobil.” Pria itu lalu mengangkat sebelah tangan Theya. Meletakkan kunci mobil ke telapak tangan sang istri, kemudian meninggalkan wanita itu—menuju kasir untuk membayar makan siang mereka berdua. Pantang bagi Cylo membiarkan Theya membayar makan siang mereka. Theya menggeleng, sembari mengamati punggung pria yang tidak lain adalah suaminya. Wanita tersebut kemudian memutar tubuh, lalu membawa langkahnya menuju pintu ke luar. Memang lebih baik dia menunggu di dalam mobil. Ah … coba saja kalau dia bisa mengendarai kereta besi beroda empat itu, mungkin ia akan meninggalkan Cylo saat ini juga—kesalnya. Sepertinya, dia memang harus mulai belajar menyetir supaya ia bisa pergi ke mana-mana sendiri. Yah … memang sih, saat ini pun dia bisa pergi ke mana-mana dengan motornya, hanya saja, suaminya itu terkadang sok perhatian dengan tidak membiarkannya menaiki motor. Ya … pria itu hanya sok perhatian padanya. Mungkin, dia ingin menjaga image di depan orang banyak. Dia pasti malu, jika mendengar orang membicarakan istri direktur rumah sakit yang kemana-mana naik motor. Theya yang sudah tiba di samping mobil sang suami, dengan kesal menarik keras pintu mobil sebelah kiri, setelah menekan remot. Wanita itu masuk ke dalam mobil masih dengan rasa kesal. Kepalanya serasa sudah mengepul. Theya bahkan membiarkan pintu terbuka karena ia tidak ingin mendidih di dalam mobil. “Kenapa tidak dinyalakan AC nya?” tanya Cylo, setelah pria itu tiba di mobil dan mendapati Theya duduk menyamping dengan pintu terbuka lebar. Theya melirik tajam pria yang baru saja datang, lalu dengan kasar meletakkan kunci mobil ke atas tangan Cylo yang menengadah. Setelahnya, Theya mengalihkan pandangan. Cylo hanya mendesah, sebelum berjalan memutari kepala mobil, lalu masuk dari pintu samping kanan. Pria itu segera menyalakan mesin, kemudian menghidupkan AC mobil. “Kamu tidak tahu apa salahmu?” tanya Cylo yang sudah menoleh ke kiri. Sang istri sudah menutup pintu, dan sedang memasang sabuk pengamannya. “Aku tidak melakukan kesalahan,” yakin Theya, menjawab pertanyaan sang suami. Cylo mendengkus. “Kamu sungguh tidak tahu?” “Tidak,” jawab tegas Theya, yang kini sudah memutar kepala ke kanan--setelah sabuk pengamannya terpasang dengan benar. Cylo menatap tidak percaya sang istri—sembari menggelengkan kepala. Sementara Theya hanya membalas tatapan sang suami dengan wajah datar. “Seorang istri harus menghargai suaminya. Menjaga nama baik suaminya.” Kalimat yang diucapkan oleh Cylo, membuat mulut Theya terbuka. Wanita itu merasa baru saja mendengar sesuatu yang tidak seharusnya Cylo katakan. Kapan dia tidak menghargai Cylo, dan kapan dia tidak menjaga nama baik suaminya itu? Apa semua yang Theya lakukan dengan selalu mendampingi pria itu sebagai istri penuh cinta—di depan banyak orang, masih belum cukup? “Kamu tidak seharusnya memberikan perhatian lebih pada pasien itu. Dia … laki-laki, dan jelas dia tertarik sama kamu.” Oh … rahang bawah Theya terasa sudah akan terjatuh. Apa lagi ini? apa sekarang Cylo sedang cemburu padanya? Hah … Theya tertawa. Kepala wanita itu menggeleng beberapa kali. “Aku hanya membantunya,” sahut Theya. Dia tidak berbohong. Sang pasien meminta bantuannya, dan dia melakukannya. Sudah. Hanya itu. Bagaimana bisa Cylo berpikir dia memberikan perhatian lebih? Itu tidak masuk akal. “Kamu pasti tahu kalau dia menyukai kamu.” Cylo masih belum mengalihkan tatapan dari sepasang manik sang istri. “Oh … atau, kamu memang suka digoda oleh pria itu?” “Astaga! what’s wrong with you?!” Theya sungguh tidak tahu kenapa tiba-tiba saja pria ini bersikap seperti selayaknya seorang suami yang sangat mencintai istrinya, dan sedang cemburu karena ada pria lain yang memberi perhatian lebih pada sang istri. Yang tentu saja … tidak akan terjadi pada Cylo. “Dia hanya memintaku membantunya makan. Apa itu cara seorang pria menggoda seorang wanita?” Theya kembali terkekeh dengan kepala menggeleng. “Aku baru tahu.” Lalu, sepasang mata wanita itu menyipit menatap sang suami. “Ah … sepertinya itu yang kamu lakukan saat menggoda pacar kamu,” tuduhnya. Cylo merapatkan sepasang bibirnya. Netra pria itu semakin tajam menusuk manik gelap yang sedang menantangnya. “Itu bukan urusanmu, Theya.” “Lalu kenapa kejadian tadi menjadi urusanmu?” tanya balik Theya, tanpa membiarkan satu detik terlewat setelah Cylo menyelesaikan kalimatnya. Mata Theya menyipit. Wanita itu menyusuri setiap inci wajah sang suami—memperhatikan perubahan riak wajahnya yang kini mengeras. Dan Theya ingin sekali tertawa keras. Bagaimana Cylo bisa berpikir dia boleh mencampuri urusannya, sedangkan dirinya tidak boleh mencampuri urusan pria itu? Hah! Dasar pria bodoh. Apa Cylo pikir dia bisa dipermainkan begitu saja? Dia tidak akan mencampuri urusan pria itu, jika pria itu tidak mengusiknya. Lagipula, dia tidak mencoreng nama baik pria itu dengan berkencan di belakangnya. Dia hanya menjalankan pekerjaan sebaik yang ia bisa. Di mana letak salahnya? Benar-benar tidak masuk di akal. Cylo terdiam. Sepasang bibirnya masih mengerat, sementara isi kepalanya sedang berputar. Sepasang mata pria itu mengerjap cepat. Apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya? Kenapa ia merasa begitu terusik, saat mengetahuii pria lain mendapatkan perhatian lebih dari istrinya? Cylo menyeringai. Ah … iya. tentu saja dia merasa tersakiti karena sang istri tidak menjaga namanya di depan orang lain. Seperti tadi, ketika wanita itu menjadi bahan perbincangan di nurse sation. Tentu saja namanya akan terbawa karena ia adalah suaminya. “Apa aku perlu mengingatkan posisimu?” tanya Cylo dengan tubuh yang sudah terdorong ke kiri—hingga jarak keduanya menyempit. Kening Theya mengernyit halus. Apalagi yang ada dipikiran pria ini. Sungguh, dia tidak mengerti. Posisi apa lagi yang sedang Cylo bicarakan sekarang. Sepasang mata wanita itu mengerjap cepat, saat tiba-tiba tubuhnya tertarik, dan ia bisa merasakan rengkuhan tangan besar di belakang leher—sebelum bibirnya terbuka, dan merasakan lumatan yang membuat tubuhnya seketika bergetar. Theya tidak sempat mendorong, ketika tubuhnya sudah terlebih dulu terasa lemas—kala Cylo dengan tidak sabar terus menginvasi bibirnya. “Bahwa kamu adalah istri Abraham Cylo Reksatama,” ujar Cylo, sesaat setelah melepaskan ciuman keduanya. Tidak lama, karena pria itu kembali merapatkan tubuh mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD