Bab 4. Kebisuan Jillian

1040 Words
“Apakah dia akan baik-baik saja?” tanya Beverly, menatap dari kaca ruang perawatan sebuah rumah sakit yang terdapat di kotanya. Adam, suaminya, berdiri di sisinya dan melakukan hal yang sama. “Dokter bilang kita harus menunggu,” tukas Adam, sambil memegangi tangan istrinya. “Dia perlu dukungan kita.” "Aku tahu, aku hanya tidak menduga jika dia sangat mencintai Mike." Beverly menoleh, menatap suaminya dengan tatapan sayu. "Adam, Jill ... wanita yang baik," ujarnya. Adam mengangguk setuju, "Mike beruntung memilikinya, di saat kita semua telah menyerah, dia ...." "Aku tidak ingin kehilangannya, Adam. Hanya dia satu-satunya yang mengingatkan kita pada Mike." Adam hanya diam, namun ia mengerti apa yang istrinya itu inginkan. *** Sore hari, Jillian terbangun di dalam sebuah ruangan yang didominasi dengan warna putih gading. Tatapannya kosong, ia hanya menatap langit-langit ruangan itu tanpa mengatakan apapun. "Nyonya Walt? Bagaimana kabarmu?" tegur Dokter jaga yang segera memasuki ruangan tempat Jillian berada setelah salah seorang perawat memberi kabar padanya jika wanita itu telah membuka matanya. Sama sekali tidak ada jawaban dari Jillian, ia terlalu disibukkan dengan alam bawah sadarnya. Di dalam benaknya, ada suara yang terus mengatakan padanya, “Mike ada di sini, dia tidak pergi ….” Namun, suara lainnya justru berbisik, “Dia tidak akan pernah kembali.” Dokter pria yang melihat kebisuan Jillian mencoba memeriksanya, Jillian tidak merespon cahaya senter kecil yang diarahkan ke matanya. "Semua tanda vitalnya terlihat baik-baik saja, tetapi mengapa dia ...." Ia menatap Jillian, dan seolah mengerti apa yang terjadi pada wanita itu— ia pun menggelengkan kepalanya. "Dia tidak membutuhkan perawatan medis, dia memerlukan seorang Psikiater," ujarnya pada perawat yang sedang berdiri di sampingnya. "Oh ya, di mana walinya?" "Ibu mertuanya dan Kakeknya ada di depan, Dokter," sahut sang perawat. "Bagus, aku perlu berbicara pada mereka." Dokter itu lalu pergi meninggalkan sang perawat, setelah ia meminta perawat itu agar terus mengawasi Jillian dan jangan pernah meninggalkan wanita itu sendirian. Dalam kondisinya yang tampak rapuh, sang Dokter paham kalau Jillian bisa saja akan melukai dirinya sendiri. Di selasar rumah sakit, Dokter itu menemui Beverly dan Kakek Bernard. Ia mengajak Beverly dan pria berusia senja yang duduk bersama wanita itu untuk ikut bersamanya ke ruangannya agar ia bisa menjelaskan tentang kondisi Jillian. Meski merasa bingung dengan tingkah sang Dokter, Beverly dan Kakek Bernard tetap mengikuti pria itu. "Silakan duduk, Mrs. Walt, Tuan Bernard," lontar Dokter itu setibanya ia, Beverly, dan Kakek Bernard di ruangannya. Masih dengan wajah tak mengerti, Beverly membantu Kakek Bernard. Ia duduk di kursi yang terdapat di samping pria berusia senja itu setelahnya. Kemudian menatap Dokter yang telah mengajaknya ke ruangan ini. "Apakah Anda ingin mengatakan sesuatu tentang kondisi Menantuku, Dokter?" tanyanya tak sabar. Dokter itu tidak langsung menanggapi, melainkan justru menatap Beverly dan Kakek Bernard secara bergantian. "Mrs. Walt." Sang Dokter pun membuka mulutnya, "Aku telah memeriksa kesehatan Mrs. Jillian. Tidak ada yang salah pada tubuhnya, dia hanya terlalu kelelahan. Dia membutuhkan istirahat dan ...." Merasa ragu, Dokter itu diam sejenak sambil menatap Beverly kemudian beralih ke Kakek Bernard. "Dia membutuhkan seorang Psikiater." Kakek Bernard sontak menghentakkan tongkatnya ke lantai, "Apa kau ingin mengatakan jika cucuku sudah gila?!" hardiknya pada sang Dokter. Dengan cepat Dokter itu mengibaskan kedua tangannya, "Jangan salah paham, Tuan Bernard. Maksudku ... Mrs. Jillian tidak memiliki sakit pada jasmaninya. Dia hanya tertekan, karena itu aku mengusulkan untuk membawanya ke seorang Psikiater. Lebih cepat akan lebih baik untuknya sebelum Mrs. Jillian tenggelam semakin jauh dalam kebisuannya." Kakek Bernard mendengus, namun Beverly mencoba memahami apa yang ingin Dokter itu sampaikan padanya dan juga pada Kakek Bernard. "Apakah Jill bisa melakukan perawatan di rumah? Dia tidak harus dibawa ke ...." "Bisa, Mrs. Walt. Saat ini jiwa Mrs. Jillian hanya sedang terkurung dalam kenangan buruknya, kita hanya harus menyadarkannya dan membawanya kembali," tukas sang Dokter. "Ah, syukurlah." Beverly kemudian menoleh ke samping, menatap Kakek Bernard sambil tersenyum. "Aku akan membawanya pulang ke vila mereka, siapa tahu dengan berada di sana dia akan merasa lebih tenang. Aku juga akan menyewa seorang perawat dan seorang Psikiater untuk menemaninya di sana. Dan jika Anda tidak keberatan, aku ingin Jill tetap menjadi menantuku." Kakek Bernard mengernyit, bingung dengan apa yang ingin Beverly katakan padanya. "Eum, ini tentang Nick. Jillian menjadi seperti sekarang karena putraku, Mike. Tetapi kita semua tahu jika Mike ...." Kalimat Beverly terjeda, seolah ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongannya. Bersamaan dengan itu, kesedihan kembali merasuk ke dalam lubuk hatinya. Setiap kali ia mengingat tentang putra sulungnya, Beverly selalu seperti ini. Ia seorang ibu yang hanya memiliki dua putra, dan Mike ... sudah terlalu banyak mengalami kemalangan di dalam hidupnya. Jadi ia tentu sangat menghargai Jillian yang telah bisa menerima putranya itu dan bahkan mencintai Mike dengan cara yang luar biasa. "Dengan melihat Jill, aku merasa Mike masih hidup di dalam dirinya. Oleh sebab itu ...." Beverly meraih tangan Kakek Bernard, "Ijinkan aku memberikan putraku, Nick. Untuk merawatnya." Kakek Bernard termangu selama beberapa saat, dan setelah cukup lama— ia pun menghela nafas berat. "Aku tidak bisa mengambil keputusan untuknya." Ia menggelengkan kepalanya. "Tapi Anda juga tidak ingin dia terus larut dalam kesedihan, bukan?" timpal Beverly. Ia menarik nafas dalam-dalam sesaat sebelum ia kembali berbicara. "Kita semua menyayangi Jill dan menginginkan yang terbaik untuknya." Kakek Bernard tentu saja tahu itu, hanya ... ia merasa sedikit ragu apakah Nick, pria yang tampak angkuh itu bisa menerima cucu kesayangannya? "Jill sedang tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya saat ini," tekan Beverly. Kakek Bernard manggut-manggut kemudian kembali menghela nafas, "Akan kutanyakan terlebih dahulu pada ayahnya," katanya sambil menatap Beverly. "Jhon memang harus mengetahuinya, dan sebelum Nick mengambil alih tugas Kakaknya— aku ingin Jill melakukan rawat jalan di vilanya." Dengan pasrah Kakek Bernard menganggukkan kepalanya. Sementara sang Dokter yang dipaksa untuk melihat adegan Beverly dan Kakek Bernard, tanpa sadar menyunggingkan seraut senyum tipis di sudut bibirnya. 'Mrs. Walt adalah wanita yang baik, bersamanya aku pikir Mrs. Jillian bisa sembuh secepatnya.' Satu jam kemudian, Beverly pun mengeluarkan Jillian dari rumah sakit dengan menggunakan kursi roda. Sepanjang perjalanan menuju vila, ia terus memperhatikan Menantunya itu yang hanya menatap kaca jendela mobil dengan tatapan kosong. Jillian tidak lagi berteriak memanggil nama Mike, seakan jiwa Menantunya itu telah pergi bersama putra sulungnya. 'Mike, jika kau memang sudah berada di atas sana— tolong, bantulah dia,' bisik Beverly lirih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD