Bab 5. Proposal

1012 Words
"Jill, apa kau akan baik-baik saja tinggal di sini?" tanya Beverly sambil mendorong kursi roda Jillian memasuki vila yang ia hadiahkan untuk menantunya itu dan juga putra sulungnya sebagai hadiah pernikahan mereka. Jillian bergeming, hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Apa yang dilakukan oleh menantunya itu membuat batin Beverly seakan teriris. Kabut mulai memenuhi netranya, dan Beverly dengan cepat mengalihkan perhatiannya agar ia tidak menangisi kepergian Mike. Ia berhenti mendorong kursi roda setibanya mereka di ruang tamu vila, lalu melangkahkan kakinya ke hadapan Jillian. Di depan menantunya itu, Beverly pun menurunkan tubuhnya dan berjongkok kemudian mengarahkan pandangannya ke wajah Jillian. Ia ... menyentuh tangan Jillian untuk menyadarkan wanita itu. Jillian menurunkan pandangannya saat merasakan sentuhan itu, menatap Beverly dengan tatapan yang sama seperti yang ia lakukan setengah hari ini. "Sampai Psikiater dan Perawat yang Tante sewa tiba di sini, Tante akan menemanimu, Sayang," ujar Beverly sembari meremas lembut tangan Jillian. Sama sekali tidak ada reaksi dari wanita itu, membuat jiwa Beverly semakin nelangsa. Bulir-bulir bening kini mulai menggenang di pelupuk matanya. "Oh, Jillian. Tante tahu kau masih berharap kalau Mike masih hidup, Tante juga mengharapkan hal yang sama. Tetapi kita semua tahu kalau dia telah ...." Beverly mengalihkan pandangannya, tak ingin Jillian sampai melihat jika kini ia telah menangis. Seraya mengusap air matanya yang telah mulai menetes di sudut matanya dengan jemarinya, Beverly kembali membuka mulutnya. "Kau tidak bisa terus-menerus seperti ini, Nak. Tante pikir Mike juga tidak ingin melihatmu menjadi seperti sekarang." Beverly sadar kalau setiap kata yang ia lontarkan pada Jillian tidak akan ditanggapi oleh menantunya itu, namun ia tetap mengajak Jillian untuk berbicara. "Jill, bagaimana pendapatmu tentang Nick?" tanyanya, kembali memberanikan diri untuk menatap Jillian. Sesaat, Beverly terhenyak saat ia menemukan bulir-bulir bening telah membasahi pipi Jillian. Wanita itu sama sekali tidak bersuara, namun air matanya turun bak hujan deras yang dicurahkan ke bumi. "Oh, Jillian." Beverly langsung memeluk Jillian, mencoba untuk menenangkan menantunya itu yang tampak sangat terpukul. "Jika kau butuh waktu, Tante tidak akan memaksamu. Tetapi Tante harap kau mau memikirkan ucapan Tante tadi," bisiknya dengan suara lirih. Di tempat berbeda, di sebuah mansion mewah. Nick baru saja melewati ambang pintu mansionnya, sambil bersiul ia terus melangkahkan kakinya. Setibanya ia di ruang tamu mansion, siulannya sontak terhenti saat Nick menemukan ayahnya tengah duduk di sofa panjang yang ada di ruang tamu. Seolah tengah menunggu dirinya. Nick mengangkat salah satu alisnya melihat kehadiran sang ayah, tidak biasanya ayahnya itu mengunjungi dirinya jika tidak ada sesuatu yang sangat penting. "Ada apa, Ayah. Apakah kini aku telah mendapatkan perhatian Ayah setelah MIke menghilang?" sinisnya. Adam Walt menatap putra bungsunya dengan tajam. "Kau semakin tidak terkendali, Nick. Mengapa kau tidak bisa sedikit saja mencontoh sikap Mike?" "Oh, c'mon." Nick memutar bola matanya dengan jengah, "Cukup, Ayah. Jangan selalu membandingkanku dengan putra kesayangan Ayah itu. Di sini akulah yang bekerja sangat keras, Ayah! Aku yang mengurus bisnis keluarga kita, sementara Mike ... dia hanya duduk, tidur, dan makan dengan tenang di mansion gara-gara kursi roda sialan itu." "Nick Walt!" hardik Adam, "Jangan pernah kau menghina kekurangan saudaramu! Ayah dan Ibu tidak pernah mengajarimu untuk menghina orang lain apalagi saudaramu sendiri." Adam kemudian menghela napas dan memijat puncak hidungnya. "Duduklah, Nick. Ada yang ingin Ayah bicarakan padamu." Nick mendengus, meski begitu ia tetap mematuhi permintaan dari ayahnya. Nick, menghempaskan bokongnya di sofa yang terdapat di seberang sang ayah. "Apakah Ayah ingin membicarakan tentang Perusahaan?" tanyanya acuh tak acuh. Adam menghentikan gerakan tangannya lalu menatap putra bungsunya. Ia menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum ia membuka mulutnya. "Ini bukan tentang Perusahaan, Ayah percaya Perusahaan akan baik-baik saja di bawah kepemimpinanmu," ucapnya. Adam mengambil waktu sejenak, baru melanjutkan kembali ucapannya pada Nick. "Ini tentang Jill." Nick mengerutkan keningnya, merasa terganggu atas ucapan ayahnya itu. "Apalagi yang dilakukan oleh wanita gila itu sekarang?" sungutnya. Adam menyipitkan matanya mendengar panggilan yang diberikan Nick pada Jillian. "Hormati dia, Nick. Dia iparmu, dia bahkan lebih menyayangi Mike ketimbang kau sebagai Adiknya." "Ckk." Nick berdecak sebal, "Selalu tentang Mike. Apakah aku juga harus menyukai wanita yang disukai oleh saudaraku itu?" celotehnya dengan suara pelan. "Setidaknya belajarlah untuk menghormati Jillian," nasehat Adam yang sudah merasa lelah menghadapi tingkah putra bungsunya. Ia bukan tidak tahu bagaimana watak Nick, ia tahu dan sadar kalau sifat itu diturunkan dari dirinya. Nick adalah gambaran Adam di saat ia masih muda dahulu. Tetapi, sejak Adam bertemu Beverly— istrinya yang cantik itu berhasil mengubah dirinya. Bahkan sifat Beverly yang lembut, menurun kepada Mike. Putra sulungnya itu tidak pernah membedakan siapapun, Mike selalu ramah terhadap siapa saja. Naasnya, dua tahun belakangan ini Mike terpaksa harus menghabiskan waktunya di kursi roda gara-gara putranya itu menyelamatkan Nick. Dua tahun yang lalu, kenangan itu masih membekas dengan sangat jelas di benak Adam saat Mike dan Nick mengalami kecelakaan di jalan raya. Saat itu Mikelah yang menyetir. Demi menghindari sebuah truk yang melaju sangat kencang ke arah mobilnya, Mike sengaja membanting setir ke kiri hingga menabrak pembatas jalan dan membuat mobilnya terguling. Nick terperangkap di dalam mobil. Meski ia sendiri terluka— Mike berusaha keras untuk mengeluarkan Nick. Aksinya itu membuat kaki Mike terjepit hingga mematahkan kedua tulang betisnya. Mike dan Nick pingsan di samping mobil yang hampir meledak, lalu seorang wanita datang untuk menyelamatkan kedua putranya itu. Tanpa mengacuhkan percikan api yang telah mulai membakar badan mobil, wanita itu menyeret kedua putranya untuk menjauhi mobil. Wanita itu adalah Jillian, Adam telah menyelidikinya. Ia dan istrinya terus menyimpan rahasia ini dan hanya menceritakannya pada Mike. Itu yang membuat Mike akhirnya memintanya untuk melamar Jillian bagi putra sulungnya itu. "Ibumu ingin Jill tetap menjadi bagian dari keluarga kita, tapi kini Mike telah tiada. Jadi ...." "Jadi apa, Ayah?" seakan mengerti apa yang ingin Ayahnya sampaikan, rahang Nick sontak mengeras. "Bukankah Ayah dan Ibu bisa mengangkatnya menjadi anak kalian jika benar-benar menginginkan seorang putri?" sosornya, mencoba mematahkan keinginan kedua orang tuanya. Yah, Nick sudah bisa menebak akan ke mana arah pembicaraan ini. "Bukan itu yang Ibumu inginkan, Nick." Adam menggeleng dengan wajah lelah, "Ibumu, dia ... ingin agar kau menggantikan Mike untuk menjaga Jillian. Dia ... ingin kau menikahi Jillian." "Apa?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD