Bertandang

2128 Words
Sesuai dengan apa yang telah aku katakan, aku kemudian mengemasi barang-barangku untuk berkunjung setidaknya satu pekan kerumah orangtuaku. Ada banyak barang yang aku masukan, dan itu butuh waktu lebih panjang daripada pengemasan barangku ketika akan menjalani dinas. Beberapa buku tersebar tak elok diatas ranjang, dan butuh waktu pula bagiku untuk memilih beberapa diantaranya sebagai media hiburanku. Aku merasa kerinduanku kian membuncah ketika memikirkan bagaimana lamanya aku larut dalam kesibukan tanpa sekalipun memikirkan mereka. Aku membuat panggilan pada Sir Boris untuk mengantarku. Pria itu mengiyakan dari sebrang panggilan telepon. Kini aku hanya tinggal menunggu saja. Tak lupa aku juga membuat panggilan lain pada Leivh. Kepergianku pasti akan membuatnya tiga kali lipat lebih sibuk. “Leivh.. aku percayakan pekerjaan kantorku padamu. Jika ada yang tidak kau mengerti kau bisa memanggilku kapanpun. Jika aku tak sempat mengangkat telponmu, kau bisa mengirimiku pesan pribadi. Namun aku berharap segalanya bisa berjalan lebih baik. Aku tau kau orang yang cerdas.” Panggilan itu kuhentikan. Setelah memastikan pemuda itu paham dengan apa yang aku katakan padanya. Setidaknya segalanya berjalan lebih mudah sekarang. Suara klakson diluar sana membuat perhatianku tercuri. Aku bisa tahu jika Sir Boris sudah tiba dan dia sudah menungguku di luar. Aku segera menyeret koperku dan menemui pria paruh baya itu. Tapi dugaanku meleset, diluar sana bukan Sir Boris melainkan Leivh dengan mobil merah menyalanya. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya, mengapa dia berada disini saat pekerjaan dikantor sedang menggunung ? “Kenapa kau disini ? Mana Sir Boris ?” Aku mengintimidasinya dengan pertanyaanku. Seolah aku membenci keberadaannya dikediamanku. Pria itu memberikanku cengiran kecil. “Karena Sir Boris yang memintaku. Dia bilang dia sedang digunakan Pak CEO. Jadi ya, aku yang menggantikannya.” Penjelasan klise semacam itu tidak bisa masuk dalam logikaku. Aku sudah lama bersama dengan Sir Boris, dan pria itu tidak pernah melakukan hal seperti ini kecuali saat insiden sewaktu dia mengantar Grigorii yang mengalami kecelakaan saat itu. “Jika dia tak bisa menjemputku pria itu akan mengabariku. Ini tidak seperti dia yang biasanya.” Aku menjawab nya begitu sengaja untuk menguji seberapa besar kebenaran dalam dugaanku. “Apa Bu Direktur sedang menduga saya telah berbohong ?” Dia terdengar tidak senang dengan ujaran yang aku lontarkan, pria itu keluar dari mobil dan berjalan melangkah mendekatiku. “Oh.. kau tersinggung ya ?” Aku mengatakan itu tepat ketika dia berdiri didepanku. Pria itu tersenyum simpul sembari merebut koper dalam genggamanku. “Tentu saja aku juga punya hati Bu Direktur.” Dia mengacuhkanku begitu saja sambil membawa koperku dan menaruhnya dibagasi. “Kenapa berdiri saja Bu Direktur ? pekerjaan saya akan bertambah lagi jika anda mengulur waktu Apa perlu saya memindahkan anda dengan cara menggendong ?” Pria itu kemudian masuk kedalam mobil. Kemudian menggerakan kepalanya sebagai isyarat bagiku untuk duduk di sebelahnya. Aku tak menjawab, dan mulai mendekati mobil. Pemuda itu sedang mencoba menggodaku dengan caranya yang bak pemuda hidung belang di sepanjang bar tengah malam. Karea itu aku tak perlu meladeni kata-katanya. Ketika aku mencoba membuka pintu mobilnya. Terkunci. Aku tak paham apa yang sedang direncakan pemuda itu dengan bermain-main denganku. Aku melihat Leivh terkekeh di dalam sana. Kemudian memencet salah satu tombol dari mobilnya. Pintu mobilnya bergeser keatas, dan itu membuatku sedikit terkejut. Sungguh, aku barusaja memperlihatkan sisi bodohku pada asisten pribadi yang baru beberapa hari bersamaku. Bagaimana aku tak sadar jika mobil miliknya tak sama seperti mobil konvensional yang biasa aku tumpangi. “Apa Bu Direktur baru pertama kali menumpangi jenis mobil ini ?” Aku merasa malu. Sungguh, dia benar. Ini pertama kalinya aku menaiki mobil sport seperti ini. Aku tak menjawab dan memilih sibuk dengan ponselku. Leivh hanya tersenyum, kemudian mendekat padaku. Tubuhnya yang merapat membuatku terkejut, jantungku bekerja lebih ekstra daripada sebelumnya. Wajahnya yang sangat dekat dan napasnya yang menggelitik leherku membuatku sesaat lupa apa yang baru saja terjadi. Aku belum pernah sedekat ini dengan siapapun. Bahkan Grigorii yang notabene adalah suamiku. Pikiran liar menyambangi otakku, seperti mungkinkah kami akan berciuman atau hal lainnya. Namun ketika aku menutup mataku aku merasa tubuh Leivh yang menghimpitku terasa hampa. Aku hanya merasa ada tali yang mengikat tubuhku. Ketika aku membuka mataku perlahan dan menatap tubuhku. Sabuk pengaman telah terpasang disana dengan apik. Sial. Aku sungguh malu dengan anggapan jika Leivh akan menciumku. Aku buru-buru memalingkan muka kearah jendela tanpa perlu repot bertukar pandang dengan pemuda itu. Aku mendengar Leivh terkekeh. Tapi dia tak mengatakan apapun selain kulihat dari pantulan kaca mobil dia sendiri menutup wajahnya. Kulihat telinganya sedikit memerah, apa dia sendiri juga merasa malu ? Perjalanan kami berakhir dengan sedikit canggung. Aku yang memang tidak pernah terbiasa memulai percakapan dan Leivh yang enggan membangun topik diantara kami tentu saja membuat suasana jadi lebih tak nyaman. “Anu, Bu Direktur jika anda berada dalam posisi seperti itu terus. Leher anda bisa pegal.” Gara-gara siapa aku begini ? memang benar sejak dari insiden pemasangan sabuk pengaman sampai detik ini aku sama sekali belum pernah berpaling kearah manapun selain menghadap kiri. Arah dimana jendela berada. Aku benar-benar tak bisa menatap Leivh sekarang. Terlalu memalukan. “Bukankah sebaiknya kau fokus menyetir saja ?” “Baiklah.. setidaknya aku mencoba bersikap ramah padamu. Apa perlu aku membungkus wajahku supaya kau tidak malu lagi ?” “?” Dia ini peramal atau apa ? kenapa dia bisa dengan mudah membaca diriku dan terang-terangan mengatakannya padaku ? aku menoleh padanya dengan mataku yang merasa terganggu dengannya. Pemuda itu balik menatapku dengan iris onyx nya. Entahlah mungkin karena hanya ada kami berdua, aku merasa matanya begitu indah untuk dipandang. Apalagi mata itu hanya menatapku. Fokus dan tak beralih sedikitpun. Aku juga baru menyadari betapa rupa sang Leivh Alexei begitu indah untuk dilewatkan. Pria itu memiliki anugrah sebab Tuhan memberikannya wajah yang sempurna dengan pahatan yang sempurna. Hidung yang mancung, surai caramel, rahang yang tegas dan bibir yang tipis namun menggoda. Bibir ? aku buru-buru mengenyahkan pikiranku pada hal lain. Sejak kapan seorang Aghta Cyzarine mengomentari paras orang lain bahkan memujinya ? aku mungkin sudah gila sekarang. Aku mungkin stress berat karena Grigorii akhir-akhir ini. “Ada yang salah Bu Direktur ?” “Tidak ada.” Kau tidak salah yang salah ada pikiranku. Itu yang aku utarakan dalam hatiku. Biarkan saja begitu. Aku harus bertemu ibu secepatnya. *** Grigorii menatap kalender duduk dimejanya, sementara Meisei tampak serius memandangi beberapa berkas yang jujur saja tidak dia mengerti. “Kurasa menjadikanku sekretarismu adalah tindakan yang sia-sia.” Grigorii kemudian mengalihkan pandangan pada Meisei. Figur perempuan itu tampak menyiratkan keputusasaan. Sejak awal Grigorii memang tidak berharap lebih padanya. Alasan sebenarnya sudah terang-terangan dia katakan pada Meisei diawal jika dirinya hanya butuh Meisei disisinya. Dan juga untuk menepis anggapan buruk pada Meisei kedepannya. “Aku hanya membutuhkanmu ada disisimu. Kau adalah penghiburan disaat lelahku.” Ya. Grigorii mengakui dirinya sangat lelah. Apalagi setelah perdebatannya beberapa waktu dengan Aghta dan juga tuduhannya yang percaya jika istrinya menjalin hubungan dengan investor asing itu. Meski setelahnya dia tahu bahwa tidak ada apa-apa diantara mereka. Tapi bibirnya yang gatal dan rasa marah yang tiba-tiba membuatnya ingin memberikan tuduhan pada sang istri. Dan dia butuh alasan untuk berdamai dan meredakan ketegangan diantara mereka. “Apa kau baik-baik saja ? apa istrimu membuatmu stress lagi ?” Praduga dari Meisei sebetulnya tidak begitu salah. Dia benar, dia stress karena Aghta tapi tentu saja dia tersiksa sendiri karena asumsinya yang salah. “Kurasa begitu.” “Kenapa dia selalu membuatmu dalam keadaan terpuruk. Dan aku yang selalu menyembuhkanmu.” “Karena kau tulus sedang dia tidak.” “Apa ini karena aku ?” “Tidak sayang, bukan karena kau. Ini hanya antara kami. Kau tidak usah khawatir.” Meisei menggigit bibir bawahnya. Bagaimana dia bisa tak khawatir jika melihat raut wajah Grigorii selalu tertekuk setelah pertemuannya dengan Aghta. Meski Grigorii bilang bukan karenanya tapi tentu saja itu tak benar. Kehadirannya benar-benar menghancurkan hubungan suami istri ini. Tapi meski begitu dia tak bisa menyerahkan Grigorii sebab dia sudah terlanjur mencintai pria itu. Dia figur sempurna sebagai tamengnya. Pria kaya yang memiliki segalanya. Pria yang bisa melindunginya dan menerima dia apa adanya. Meski dia belum sepenuhnya tahu tentang masa lalunya. Tapi itu tak masalah sebab Grigorii terlihat tidak akan meninggalkannya. Buktinya dia justru memilih bertengkar dengan istrinya daripada mengusirnya. Entah dirinya harus bahagia atau justru merasa bersalah. “Kalau begitu ketika bersama denganku, kau tidak boleh berwajah begitu.” Meisei beranjak dan mulai membelai wajah Grigorii dan membenamkan kepala laki-laki itu ke dadanya. Kemudian membelai sesuatu dianatara kedua paha lelaki itu. Dan seperti biasa, Grigorii akan sangat pasrah sekaligus menikmati tindakannya. Sangat mudah untuk menjinakan laki-laki. Sebab dia sudah terlalu mahir dalam bidang itu. “Perlukah kita melakukannya disini seperti pertama kali kau membawaku kesini ?” Tak perlu jawaban, Grigorii tak berkata apapun selain merengkuh Meisei dalam pelukannya. Ini kantor dan Grigorii sudah hilang akal untuk menahan hasratnya. Semua karena Meisei menggodanya lebih dulu. Wanita itu bisa menjadi pelipur lara yang tepat untuk rasa muramnya. Dia bisa menjelma menjadi obat yang memabukan. Dan bagi Meisei itu akan menjadi sebuah kemenangan lain. Dia bahagia bisa memberikan laki-laki itu kenyamanan. Meski itu artinya dengan tubuhnya. “Kau tidak mengunci pintumu dulu ?” “Ustin akan paham, dia akan menjaga pintunya selagi kita sibuk.” “Dia pria yang baik. Aku menyukainya.” Tiba-tiba Grigorii menyerangnya dengan sebuah ciuman menggebu dan terburu-buru. seolah kata suka yang terucap dari bibirnya adalah kata tabu yang tak boleh dia ucapkan. “;Ah..” “Jangan katakan suka pada oranglain kecuali aku.” Sungguh Grigorii adalah lelaki yang sangat dia cintai. Tidak ada bantahan ketika dia mengatakannya. Meisei tak peduli meski pria ini sudah beristri. Lagipula istrinya pun seperti tak begitu memperhatikannya. Jadi daripada pria ini kesepian dan terbuang lebih baik dia pungut kan ? *** Aku tiba dirumah lamaku, yang tentu saja telah berubah lebih mewah semenjak aku setuju untuk menikahi Grigorii. Sesuai dengan perjanjian nya diawal keluarganya memberikan imbalan sepadan dengan menyejahterakan keluargaku. Meski kini aku harus menahan pahitnya kehidupan rumah tanggaku dengan Grigorii. Leivh sudah kuusir beberapa menit lalu, dan pria itu pergi dengan sedih karena aku tak memberinya izin untuk bertemu keluargaku. Siapa pula dia hingga ingin bertemu keluargaku ? dia hanya kolega dan lebih dari itu dia juga tak sedekat itu hingga aku bisa bertukar informasi pribadi. “My Little Sister ...” Pria berbadan besar dan kekar langsung menghadiahiku pelukan tererat sepanjang masa. Dia menggosok-gosokan pipinya kepipiku seakan aku adalah anak kecil menggemaskan. Figurnya yang berotot dan sangar selalu melembut jika berhadapan denganku. Dia adalah Revaldi. Kakak laki-laki yang sangat mencintaiku lebih dari apapun didunia ini. Pria itu bahkan belum juga menikah karena bilang akan melindungiku selamanya. Aku balas memeluknya. “Big Brother..” Sementara itu dibalik adegan pelukanku dengan kakak. ada pria lain yang keluar dari pintu. Dia Sergei, pria yang selalu berada disisi kakak sekaligus teman kecilku juga. Meski kakak selalu melarangku dekat-dekat dengannya. Pria itu hanya melambaikan tangannya dan tersenyum padaku. “Sergei.. jangan tersenyum pada adikku.” Sepertinya kakak memiliki insting cukup tajam, sampai bisa sadar Sergei tersenyum meski posisinya membelakangi sahabatnya itu. “Kau selalu berlebihan kalau menyangkut adikmu.” “Tentu saja, dia itu mahluk tercantik, murni, dan polos didunia ini. Tidak ada cela padanya. Dan kau tak pantas menyentuhnya selain aku.” Ya. Kakak memang selalu seperti itu. Meski aku sering mendengar hal-hal itu dari mulutnya aku masih bisa merasakan malu. “Sergei, sudah lama aku tidak melihatmu. Kau masih berpenampilan begitu ?” Sejak dahulu Sergei adalah pria yang rapi, ketika anak-anak lain sibuk saling bercanda gurau dia selalu serius dengan buku ditangannya. Karena itulah dulu tidak ada yang mau mendekatinya kecuali kami. Aku dan kakakku. Sejak kami bersahabat anggapan buruk terhadap Sergei mulai mengecil bahkan beberapa lenyap. Meski aku dan kakak tak bisa melepaskan dirinya dari image si kutu buku. “Memangnya kenapa dengan penampilanku ?” “Kau seperti seorang pustakawan membosankan. Apalagi apa-apaan kacamata berantai itu.” “Wow.. My Little sister, intuisi mu bagus. Sergei sekarang memang bekerja di perpustakaan. Aku juga sudah bilang padanya untuk mengenakan kontak lens. Tapi dia tak mau dengar. Padahal kalau pakaiannya tidak kolot begitu, dia pasti bisa menjadi Fuckboy nomor satu. Tapi dia lebih memilih menikah dengan buku.” “Jangan mengungkit soal itu. Kau sendiri apa-apaan dengan impianmu yang ingin menikahi adikmu itu ? bukankah kau lebih menjijikan dariku ?’ Ya, mungkin ini saatnya bagiku untuk pamit dari perdebatan kedua sahabat ini. Aku undur diri dan meninggalkan keduanya untuk menemui ayah dan ibu. Rumah kami sudah berubah. Mungkin karena aku menikah dengan Grigorii itu memperbaiki reputasi keluarga kami sebagai besan bos monster. Itu imbalan sepadan bagi keluarga kami karena aku bersedia membangun relasi kekelurgaan dengan keluarga itu. Meski sulit bagiku awalnya, namun karena aku bisa membuat semua orang terkesima dengan kemampuanku, perlahan gosip tak sedap berhenti dengan sendirinya. “Nona Aghta..”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD