Engagement

1044 Words
Chris berlari layaknya manusia yang telah kehilangan akal sehat, menerobos hutan dan rumput yang kian memanjang. Tak memperdulikan ranting-ranting yang membuat kemejanya sobek dan suasana hutan yang sepi. Seperti orang gila, Chris mengacak rambutnya frustasi, berteriak mengumpat tidak jelas pada dirinya sendiri. Ia kehilangan cintanya, kehilangan mainannya, atau apapun sebutannya pada Valery ia telah kehilangan gadis itu. Wajah Chris saat ini tak dapat diartikan. Sedih, kecewa dan marah bercampur menjadi satu. Beberapa menit ia berubah menjadi marah dan mengumpat pada apapun, beberapa saat kemudian ia begitu kecewa dengan dirinya sendiri, dan sedih tak dapat mempertahankan gadis yang ternyata sangat ia cintai tersebut. Tubuh besar itu kemudian terduduk lesu diatas tanah, menatap tanah dibawahnya yang seakan lebih menarik dari hidupnya. Apakah ia terlalu jahat pada gadis itu? Apakah kasih sayang yang ia curahkan terlalu berat untuk gadis itu terima? Ataukah gadis itu takut akan segala kegilaannya yang akhinya terbongkar? Chris akui ia memang sangat gila, fantasi yang luar biasa disimpannya dalam-dalam selama beberapa tahun memang sangat tidak biasa. Chris akui hanya Carol yang dapat mengimbangi permainan gilanya, namun salahkah ia mencurahkan segala fantasinya kepada gadis yang ia cintai? Bukan kepada wanita yang hanya kebetulan memiliki seks menyimpang sepertinya. Chris menghembuskan nafas kasar, merutuk dirinya yang akhirnya kehilangan Valery. Hari telah sore, seharian mencari gadis itu disekeliling hutan tak kunjung menemukannya. Ketika Chris membuka kedua matanya dipagi hari, perasaannya begitu kalut setelah mengetetahui Valery tak lagi berbaring disampingnya. Gadis itu memang memiliki sebuah impian, impian dimana ia ingin memiliki hubungan yang normal dan menikah suatu saat nanti, yang sayangnya impian tersebut tak dapat Chris wujudkan. Chris tersenyum layaknya orang gila, menikah? Ia tertawa sumbang, ia hanya akan menghancurkan gadis itu jika menikah dengannya. Menikah hanya untuk mendapatkan gadis itu seutuhnya, namun bisakah ia membuat Valery benar-benar bahagia? Chris berdiri, berjalan menelusuri hutan yang cukup lebat oleh pohon pinus. Langkah besarnya tak lama menuntunnya kepinggir jalan yang sepi dimana ia meletakan kendaraannya pada malam itu, Chris melajukan audinya. Mengeratkan pegangannya dikemudi, giginya bergemeletuk menahan sesuatu. Emosi pria itu begitu labil, entah apa yang terjadi kepadanya jika kehilangan Valery ia akan terus seperti ini. Haruskah ia pulang kerumah sekarang? Chris melaju dengan cepat, menuju pusat kota. Mungkin Carol atau Alan dapat membantunya menemukan Valery, tak perduli jika Carol akan memaki dirinya habis-habisan setelah beberapa hari ini menghilang. Ia tidak perduli lagi, yang ia inginkan hanya Valery. Bahkan jika Carol menarik seluruh asetnya diperusahaannya, Chris akan menanggung segala resikonya. Beberapa menit Chris tiba disebuah perumahan elit kota New York, mobil berbelok kearah rumahnya sendiri. Ia mengernyitkan dahi, mobil berjajar rapi cukup banyak dipekarangan rumahnya. Ia segera keluar dari mobil, tak perduli jika pakaiannya kini telah kusut dan penampilannya yang urak-urakan. Chris memasuki rumah, beberapa orang sedang menenteng minuman dan botol minuman berjejer rapi dimeja. Jantung Chris terasa berdegub dengan kencang, apa yang terjadi? "Oh, Chris... disana kau rupanya, aku merindukanmu" seorang wanita berambut pirang memeluknya, Chris mengernyit bingung, perlakuan Carol seakan-akan tidak biasa, ia bahkan tidak memarahinya karena beberapa hari tidak memberi kabar. Dan yang paling membuat Chris bingung adalah rumahnya dipenuhi dengan tamu, seperti tamu undangan. Tapi, perayaan apa? "Bisa kau jelaskan ada perayaan apa disini, Carol?" "Oh, kau belum tahu?" Ujar Carol yang menegak segelas sampanye ditangannya. "Hari ini adalah hari pertunangan Valery dan Alan....." "Apa?!" Gadis cantik itu turun dari tangga, memakai gaun berwarna putih polos yang sangat pas ditubuh indahnya. Dengan rambut yang digelung rapi dan juga make up minimalis, semua para tamu undangan melihatnya begitu takjub, Valery menebarkan senyuman manis keseluruh orang yang ada disana, membuat hati Chris kian memanas melihatnya. Tak sampai disitu, kini Alan datang menjemputnya. Semua orang yang ada disana saling berbisik bahwa mereka berdua adalah pasangan yang serasi, dan Carol hanya menyunggingkan senyum jahatnya. Chris yang masih dalam keadaan kacau mengepalkan kedua tangannya, pandangannya masih tertuju kepada Valery yang terlihat bahagia, tidakah gadis itu mengerti perasaannya saat ini? Dari kejauhan Valery sempat melirik pria itu, namun ia mencoba untuk tidak melihatnya dan mengacuhkannya. Ketika Carol berteriak kepada semua tamu undangan bahwa acara akan segera dimulai, Chris meninggalkan ruang tamu yang dipenuhi manusia tersebut. Menuju kamarnya, muak melihat hingar-bingar apalagi gadis itu juga berada didalamnya. Valery sempat melihat Chris menaiki tangga menuju kamarnya, dan entah mengapa dadanya terasa sesak melihat pria itu. Acara berlangsung meriah, Alan memakaikan benda mungil itu dijemari lentiknya dan Valery berusaha tersenyum kepada Alan yang terlihat bahagia. Lihatlah Val, kau menghianati pria dihadapanmu ini. Kau pikir, kau mencintainya? Seketika senyum Valery menghilang, kalimat itu terus berputar diotaknya bagai kaset rusak. Ingin sekali ia berlari menuju kamar Chris dan memeluk pria itu, namun otaknya masih waras. Ia tidak mungkin kembali menarik kata-katanya dan mempermalukan Aunty Carol, Valery tidak akan pernah melakukan hal konyol itu lagi. Suasana begitu riuh setelah acara, Valery sebenarnya juga tidak menyukai hingar-bingar seperti ini. Iapun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan acara sebelum pamit pada Alan. Valery menuju kamarnya, melewati lorong gelap dan tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangannya. "Chris..." ucap Valery dan pria itu segera menutup mulutnya dan menghimpitnya kedinding. "Apa yang telah kau lakukan, Val?!" Desis Chris, ia ingin tahu persis mengapa gadis itu menyetujui perjodohan yang dilakukan oleh Carol. "Ini hidupku Chris, aku berhak melakukan apapun" jawab Valery dengan mantap, meski saat ini hatinya terasa perih telah menyakiti perasaan pria itu. "Kau tega melakukan ini padaku.." wajah Chris memelas, ingin sekali Valery memeluk pria itu namun sepertinya itu hanya membuatnya seperti orang bodoh. "Apa kau tidak penah berpikir? Semua yang telah kau lakukan padaku? Kau tetap tega melakukannya!" Ujar Valery, kedua matanya mulai berkaca. Kini Chris mulai mengerti kesedihan gadis itu benar adanya, tapi mengapa Valery mencoba menyembunyikannya selama ini? Valery mendorong tubuhnya, pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Ia melihat punggung mungil itu bergetar, terlihat sekali bahwa ia tengah menumpahkan kekecewaannya. Haruskah ia melihat gadis itu dipelaminan kelak? Bersama pria lain yang tak lain adalah keponakannya sendiri, Chris bahkan hampir hancur dengan membayangkannya saja. Meminta maafpun sudah tak guna, pria dengan kelainan sepertinya tak pantas mendapatkan gadis polos seperti itu. Segala fantasi liarnya tak bisa ditujukan kepada Valery, gadis itu pantas mendapatkan kebahagiannya. Dan pada akhirnya Chris harus merelakan gadis itu, itu adalah pilihannya. Chris tak mungkin lagi dapat melarang gadis itu sementara dirinya belum bisa membuat gadis itu tersenyum apalagi bahagia. Chris tertunduk lesu, dari kejauhan Carol dapat melihat dengan jelas pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD