ISTRI MUDA YANG LEBIH TUA

1133 Words
Sejak diusir papanya Dhani, Fajar berupaya kuliah, dia ingin merubah nasib. Dia banting tulang dan dengan susah payah bisa kuliah. Kemarin Fajar baru saja di wisuda, kali ini dia pulang ke desa sekalian mengantarkan mamah-nya ke desa. Dalam dialeg khas daerahnya memang bukan mama panggilan untuk Ibu, melainkan MAMAH. Saat di desa oleh ibunya, Fajar dikenalkan pada Mayza Zianisa Lastyanto atau yang biasa hari-hari dipanggil Nisha. Tapi beberapa teman gaul yang akrab dengannya kadang suka memanggil SHASI dari singkatan dua patah namanya mayZA ZIanisa. Dari kata ZAZI itulah tercetus panggilan SHASI. Tapi hanya teman yang sangat dekat tahu panggilan itu, bahkan Fajar juga tak tahu. Perkenalan Fajar dan Nisha dilanjut sampai mereka menikah walau Nisha tahu tak ada cinta dari Fajar. Tak salah kalau Nisha mengatakan MAHAR TANPA CINTA untuk ikatan pernikahannya dengan Fajar. Demi menghormati ibunya yang sudah melamar maka Nisha menerima lamaran tersebut, jadilah 8 tahun lalu mereka menikah. 2 tahun kemudian lahirlah Naffa. “Kamu seriusan nggak mau diantar?” tanya Fajar dengan lembut pada Nisha. “Nggak perlu Kang. Aku sama anak-anak saja. Ditemani sama Budiman,” ucap Nisha sambil membereskan baju ganti anak-anaknya. “Aku bisa lho antar kamu,” tawar Fajar basa basi. “Enggak perlu. Enggak apa apa. Aku pulang sekolah langsung kok. Jadi anak-anak juga masih pakai seragam saja biar lebih cepat.” Semalam Nisha sudah pamit pada Fajar akan pulang ke rumah orang tuanya di hari Jumat. Sudah satu minggu dia menahan emosi dalam dadanya. ‘Pantas saja istri keduanya tak peduli kalau Fajar tidak tidur menginap di rumahnya. Karena istri mudanya itu tahu setiap pagi Fajar datang ke sekolah itu mengantarkan Naffa lalu habis itu mereka entah ke mana sebelum akhirnya Fajar ke kantor. Itu yang Menik ucapkan kalau Fajar selalu menunggu mamanya lalu mereka pergi bersama.’ ‘Pasti dia akan senang kalau aku pulang ke kampung, dia akan leluasa menginap di rumah istri muda yang lebih tua dari aku itu,’ batin Nisha. Tadi di depan Fajar, Nisha hanya membawa sedikit baju ganti. Begitu Fajar pergi mengantar Naffa sekolah, Nisha langsung packing baju sangat banyak dalam dus dan koper. Semua ijazah dia bawa, perhiasan serta surat rumah ini, juga surat tanah kantor Fajar yang atas namanya semua dia bawa. Hanya surat mobil yang bukan atas namanya. Dia kosongkan semua pakaian dan mainan kedua anaknya. Semua langsung diangkat oleh Budiman dengan mobil bak. Jam 09.00 Nisha meninggalkan rumah yang telah dia kosongkan dari barangnya juga barang anak-anak dan barang Budiman adiknya. Semua surat penting anak-anak juga sudah dia bawa. Nisha naik mobil sewaan agar nyaman pulang bersama putra putrinya. Selama ini memang Nisha tak pernah diberi gaji bulanan karena Fajar bukan pegawai. Fajar itu awalnya marketing sehingga setiap ada uang masuk dia masukkan ke rekeningnya, dia beri Nisha uang rutin tiap minggu. Setiap Jumat sore dia kasih uang rutin untuk Nisha jadi memang bukan uang gaji bulanan sehingga Nisha tak pernah tahu berapa uang yang ada di rekening Fajar. Yang penting semua kebutuhan rumah tangga selalu terpenuhi. Itu saja prinsip Nisha sejak dulu. Seiring berjalannya waktu mereka bisa membeli rumah ini dan tanah untuk kantor yang menggunakan nama Nisha. Fajar bilang itu memang hak Nisha karena dengan cinta Nisha mereka bisa berhasil membangun usaha. Karena hanya Fajar yang tahu berapa isi rekeningnya, otomatis mau punya istri berapa pun Fajar tak akan takut Nisha tahu dananya berkurang. Karena jatah mingguan Nisha selalu full tanpa kurang satu rupiah pun. Tak pernah diketahui berapa uang yang dia miliki. Sebenarnya kampungnya Nisha tak terlalu jauh dari Jakarta, ada di Lebak Banten. Dari Jakarta tak terlalu lama. Menjelang ashar dia sudah tiba di rumah kedua orang tuanya. Tentu saja orang tuanya kaget karena Nisha tak mengabari bahwa dia akan datang bersama anak-anak. Nisha lama karena dia harus menyembunyikan barang-barangnya dulu dari orang tuanya. Dia datang hanya bawa satu koper kecil baju untuk dia bertiga anak-anaknya dan Ujang atau Budiman hanya bawa baju di ransel bututnya. Kalau Nisha datang dengan barang, orang tuanya bisa langsung pingsan. Itu sebabnya Nisha mengantar semua barang miliknya dan milik anak-anak ke suatu tempat yang telah lima hari lalu dia persiapkan. Kepergiannya hari ini bukan tanpa perencanaan. Begitu tahu kebenaran perselingkuhan Fajar, dia langsung bertindak. “Kunaon atuh datang nggak bilang-bilang Teteh? Kenapa juga anak-anak masih pakai baju seragam?” tanya sang ambu dengan kecerewetannya yang khas. “Aku sengaja pulang sekolah langsung berangkat ke sini Ambu. Jadi nggak buang waktu. Anak-anak kalau sudah di rumah nanti mereka ganti baju segala macam buang waktu, malah akhirnya malas berangkat,” jawab Nisha memeluk erat perempuan pujaan hatinya itu. Rumah orang tua Fajar juga tak terlalu jauh dari rumah kedua orang tua Nisha. Sejak Fajar SMA, ayahnya Aditya Danoeswan sudah tak ada. Yang ada tinggal ibunya yaitu Widyawati. “Kalian mandi sama nenek ya. Bunda mau ke rumah enin dulu,” kata Nisha pada Naffa dan Zahran. Nisha datang ke rumah ibu mertuanya, tentu saja disambut dengan senang hati oleh sang ibunda dia berikan oleh-oleh yang sengaja dia bawa buat sang ibu mertua. “Tumben Eneng ke sini nggak bilang-bilang dan kenapa nggak sama Fajar?” tanya Widya mengusap kepala menantunya. “Kang Fajar sibuk. Aku kangen saja sama Mamah, jadi aku ke sini sendirian. Biarin saja lah nggak apa-apa,” balas Nisha dengan senyum manis. “Aku cuma mau minta, besok Mamah datang ke rumah Ibu ya, pas jam makan siang. Kita makan siang bareng. Sudah lama banget nggak makan sambel oncomnya Mamah. Meni’ sono,” ucap Nisha. “Ya besok Mamah akan ke sana pagi, sekalian sambil masak dan main sama cucu-cucu Mamah,” kata bu Widya, ibunya Fajar. Mereka pun ngobrol dan sebelum maghrib Nisha pulang. Dia lajukan motornya pelan-pelan menikmati damainya suasana desa tempat kelahirannya. Desa yang tentram. Acara makan siang ini super rame tentu saja semua bahagia karena Nisha pulang bersama Budiman adiknya juga Naffa dan Zahran. “Jang, habis ini kamu bawa anak-anak keluar. Teteh mau bicara sama ambu dan bapak juga mamah,” pesan Nisha. “Iya Teh,” kata Budiman yang biasa dipanggil Ujang itu. Dia tahu pedihnya luka hati kakak tercintanya. Mereka dua bersaudara dan sejak kecil selalu saling berbagi cerita. “Ambu, Bapak punten kalau kedatangan abdi teh di sini gangguin Ambu sama Bapak.” ucap Nisha ketika mereka sudah duduk santai di bale belakang, ada banyak kursi bambu di sekitar bale. “Mamah, punten karena kedatangan abdi di sini ngerepotin Mamah karena kemarin Eneng minta Mamah makan siang di sini, malah tadi Mamah ikutan masak dulu,” Nisha berupaya sopan. “Aku cuma mau cerita, tapi Mamah sama Ambu tolong tekan emosinya.” “Hari Jumat yang lalu, bukan Jumat kemarin. Naffa pulang sedih. Dia bilang temannya habis punya papa baru. Kalau hanya sekedar punya papa baru tentu dia tidak akan sedih. Yang bikin Naffa sedih, papa baru temannya adalah ayahnya Naffa, yaitu Fajar!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD