Hal Mengganjal

2014 Words
"Berusaha untuk bisa menjadi apa yang kamu inginkan." *** Veni dan Mario sudah sampai di rumah sekarang. Ternyata di rumahnya ada Kakak-Kakak iparnya. "Kamu baru pulang, Mar," ucap Mama mertuanya. "Iya, Ma. Marvel sama Bhiya nginep di sini?" tanya Mario. Veni menyalami mereka satu persatu tapi tidak dengan Mario. "Yo, Bhiya ini 'kan kakak ipar lo bisa enggak manggilnya kakak atau Mbak kek. Lo ke gue enggak masalah tapi ke Bhiya sekarang udah jadi istri gue bukan kayak dulu." "Mass...." Bhiya langsung menyenggol bahu suaminya. "Dia kebiasaan, Bhi manggil nama kamu terus emang dia kira masih kamu yang dulu apa." "Udahlah ngapain si ribut cuma masalah nama doang. Ribet tahu enggak lo!" ucap Mario lagi. Veni pun langsung mengelus lengan Mario. Entah ada apa sebenernya antara kakaknya dan Mario kenapa mereka terlihat tidak akur. "Udah kalian ini malah ribut. Mario kamu juga kan baru pulang jangan cari masalah sama Kakak kamu terus." "Belain aja terus anak kesayangan, Mama...." Mario lantas membawa Veni masuk ke kamar. Veni jadi merasa canggung dia tersenyum dan meminta maaf kepada mereka tapi Mario menarik tangannya untuk segera masuk ke dalam. *** "Mario kamu apa-apaan sih, ribut kayak gitu di depan, Mama. Malu tahu." "Marvel itu selalu cari pencitraan di depan Mama, Ven. Dari dulu aku selalu dibandingin sama Marvel dan sampe akhirnya Mama kirim aku ke luar negri juga aku jadi kesel." "Karna akhirnya aku sama Bhiya pisah dan Bhiya malah nikah sama Marvel. Jadi, aku benci sama dia, Ven asal kamu tahu," lanjutnya dalam hati. "Sabar, Mario toh kuliah di luar negri itu dambaan semua orang kok. Kamu seharusnya bangga bisa ke sana. Aku dulu juga pengen banget loh bisa ke luar negri entah karena apa terserah asalkan aku bisa ke sana. Tapi, nyatanya biaya kami enggak cukup untuk bisa sampai ke sana," jelas Veni lagi. "Kamu pengen ke luar negri?" tanya Mario. Veni mengangguk, "Tapi, cuma harapan aja dulu." "Kalau ke luar negri kamu mau ke mana?" tanya Mario lagi. "Kenapa emangnya?" "Ya kali aja nanti kita ada free kita ke luar negri deh." "Hmmm...." "Ke mana?" tanya Mario lagi. "Gatau nanti aja. Aku mau mandi dulu dah." Veni bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar mandi. "Kan tadi dari hotel juga udah mandi, Ven masa mandi lagi," ucap Mario. Veni pun seketika baru teringat. "Oiya ya. Yaudah deh ganti baju aja lupa aku." Mario menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya. Dia pun ke luar kamar sembari menunggu istrinya mengganti pakaian. *** Mario ke luar untuk mengambil minum. Dia bertemu dengan Bhiya yang sedang masak. "Ngapain, Bhiy?" tanya Mario dengan malas-malasan. "Kamu lihat 'kan aku lagi masak," jawab Bhiya ketus. "Ketus banget kan bisa jawab baik-baik, Bhiy." Mario menyauti Bhiya sambil minum di kursinya. Untung tidak ada Marvel sehingga dia bisa mendekati Bhiya. "Ya lagian udah tahu orang masak pake ditanya." "Iya-iya. Kamu nikah ama Marvel bahagia gak, Bi?" "Bahagialah kalau enggak bahagia ngapain nikah." "Yakin.... Kok belum punya anak lagi habis keguguran kemaren." Mario hanya tertawa saat Bhiya tidak lagi menjawab ucapannya. "Kamu enggak bisa hamil lagi Kali sama Marvel." "Jaga ya ucapan kamu, Yo." "Suruh siapa dulu—" Mario menghentikkan ucapannya kala Veni datang menghampirinya. Bhiy menengok dia kira Mario sudah langsung pergi. "Ven ganti bajunya udah?" tanya Mario berusaha untuk bersikap santai kala Veni datang. "Udah." Veni mendekat ke arah Bhiya, "Masak apa, Mbak?" tanya Veni. "Masak sop, Ven. Kamu kemarin habis dari Puncak ya...." "Hehehe ... iya, Mbak. Sini, Mbak Veni bantu apa yang belum." "Ah enggak usah nanti kamu capek baru pulang dari Puncak juga." "Enggak papa kok, Mbak. Ini ikannya mau dimasak juga?" tanya Veni menunjukkan ikan yang belum diapa-apakan. "Iya mau dibikin sambal Manis, Ven. Mario yang suka banget itu dan kebetulan di kulkas ada itu." Veni melihat ke arah Mario. "Kok, Mbak Bhiya tahu kesukaan Mario hehe...." Veni berusaha untuk bercanda dengan dengan Bhiya. Bhiya pun sadar dengan ucapannya ada yang salah. "Oh ... itu. Mama yang kasih tahu kesukaan, Mario. Soalnya aku selalu lihat ikan Tuna terus di kulkas hampir setiap hari. Pas aku tanya sama Mama kesukaan Mario." Veni pun mengangguk. Mario bangkit lantas ke luar saja dari dapur. Dia merasa takut kalau Veni merasa ada yang mengganjal antara dirinya dan Bhiya. "Mau ke mana, Mar?" tanya Veni. "Ya kalian masak mending aku ke luar aja main ps kek." Mario lantas berjalan ke luar. Veni membersihkan ikan untuk membantu Bhiya. Bhiya yang memang ramah pun mudah akrab dengan adik iparnya itu. "Kamu mulai kerja kapan, Ven?" "Emm ... minggu depan, Mbak. Mbak masih kerja?" tanya Veni lagi. "Bulan depan udah mulai enggak, Ven," jawab Bhiya sambil tersenyum. "Loh kenapa? Ada masalah atau gimana?" tanya Veni. Bhiya tersenyum, "Pengen fokus di rumah aja ngurus suami biar bisa hamil lagi juga." "Oh maaf bukannya kemarin—" Bhiya tersenyum lagi dengan masam, "Iya kemarin Allah belum ngasih kepercayaan penuh cuma nitip sebentar aja habis itu Allah jemput lagi." "Maaf maksudnya keguguran, Mbak?" tanya Veni lagi dengan hati-hati. Bhiya berjalan mengambil bumbu-bumbu dan mengangguk tersenyum. "Maaf ya, Mbak," ucap Veni jadi tidak enak sendiri. "Enggak papa, Ven lagian mungkin aku juga harus istirahat kemarin-kemarin aku kerja terus jadi Dokter nyuruh aku bedrest dulu." "Oh gitu. Apa nanti aku bakal—" "Hustt ... jangan ngomong gitu ah. Setiap orang kan beda-beda. Asal jaga kesehatan jangan porsir pikiran semoga aja enggak kenapa-kenapa kok." "Emm gitu...." "Bhiya kamu masak dari tadi enggak selesai-selesai." Mamanya masuk ke dapur dengan nada yang sepertinya emosi. Veni agak terkejut padahal biasanya tidak apa ini sikap asli mertuanya, pikirnya. "Belum, Ma. Ini sebentar lagi sopnya mateng kok." "Eh ada Veni. Veni kamu ngapain, nak di sini Mama kira kamu masih di kamar." Veni mengerutkan keningnya sepertinya ada yang berbeda. Apa selama dua hari ini dia tidak pulang ada masalah. "Iya, Ma ini bantuin Mbak Bhiya Masak." "Masak apa, nak?" tanya Mamanya dengan ramah. "Tuna asam Manis kata Mbak Bhiya Mario suka ini." "Bhiya kamu tahu dari mana masakan kesukaan Mario itu?" tanya Mamanya. Deg.... Veni semakin merasa mengganjal dengan keadaan keluarga ini. Sebenarnya apa yang Veni tidak tahu. "Eng ... anu...." "Veni anterin aku yuk. Ini aku ada panggilan mendadak dari temen buat kumpul harus bawa istrinya." Mario tiba-tiba datang. "Loh ke mana lagi? Aku enggak usah ikut ini aku lagi masak." "Udah nanti aja. Mah aku bawa Veni ke luar dulu ya. Ini ada pertemuan sama temen dadakan pada bawa istrinya," ucap Mario lagi. "Lah kamu mau makan di luar lagi?" tanya Mamanya melihat Mario buru-buru membawa istrinya. "Enggak kok, Ma. Cuma sebentar aja. Ayo, Ven." Mario lantas menarik tangan Veni segera pergi. Tapi, Veni mencuci tangan lebih dulu. "Ntar dulu, Ven ini aku cuci tangan dulu amis. Terus masa aku enggak dandan atau ganti baju dulu," ucap Veni lagi yang jadi bingung karena Mario menyuruhnya buru-buru pergi. "Sebentar doang kok, Ven cuma ketemu ngambil sesuatu terus balik udah." "Tapi, ini baju aku amis kayaknya kena ikan." "Ahh ... udah enggak papa kamu tetep cantik kok mau digimanain juga." "Aish ... Mario. Yaudah sabar dulu." Veni pun menyalami Mamanya dan Kakak Iparnya serta pamitan untuk pergi ikut dengan Mario. "Ma, Veni pergi dulu ya," ucap Veni kepada Mama mertuanya. "Iya kamu hati-hati ya. Mario kamu jangan cepet-cepet nanti bawa mobilnya." "Iya, Ma." "Mbak Veni izin pergi ya maaf enggak bantuin Mbak lanjutin masak." "Enggak papa, Ven," jawab Bhiya. Setelah itu Mario membawa Veni pergi dari sana. Sampai di depan Mario bertemu dengan Marvel, Mario menyenggol bahu Marvel hingga membuat Marvel meringis. "Mau ke mana si lo, Mar buru-buru banget." "Bukan urusan lo," jawab Mario tetap melanjutkan jalannya. Veni melihat ke belakang dan meminta maaf dengan wajah merasa bersalah. Marvel hanya tersenyum. Di mobil Mario langsung menelepon seseorang tapi anehnya dengan bahasa yang sama sekali dia tidak mengerti. Sebenarnya Mario ingin membawanya ke mana. "Kamu ngomong pake bahasa apaan si, Mar barusan?" "Pranciss...." "Waw kamu bisa bahasa sana?" tanya Veni lagi. "Bisalah kamu enggak tahu suami kamu multitalent." "Iyadeh percaya." Veni masih kepikiran masalah tadi jadinya. "Mario...." panggil Veni. "Kenapa?" tanya Mario. "Tadi pas aku lagi masak Mama tiba-tiba manggil Mbak Bhiya tapi nadanya kayak marah gitu. Tapi, pas ama aku itu engga, Mar. Ada apa ya?" tanya Veni. Mario terdiam. "Nih ya. Tadi itu Mama datang terus kayak marah sama Mbak Bhiya. Ngomong gini, "Bhiya kamu masak dari tadi enggak selesai-selesai." Gitu, Mar. Tapi aku ngerasa nadanya tuh kayak marah gitu, Mar." "Ah perasaan kamu aja kali." "Menurut aku enggak kok, Mar tadi beneran deh nadanya tuh gitu." Mario terdiam dan ingatanya kembali saat dirinya, Mamanya dan Marvel berbicara di ruang tamu. Tanpa adanya Veni dan juga Bhiya. -flashback on- Mario tadi enggan berlama-lama di dapur sehingga di ke ruang tengah. Dia pun mendengar suara Mamanya dan Kakaknya sedang berdebat sehingga dia menyusul ke sana. "Marvel kamu itu seharusnya bisa dong tegas sama istri kamu. Kamu ini kan anak pertama Pengganti Papa kamu yang udah enggak ada masa kamu malah nurut sama istri kamu enggak tegas gitu!" "Ma tapi kan Bhiya itu suka kerja." "Kalau gitu terus kamu mau istri kamu gila kerja terus dia keguguran lagi?!" "Bhiya keguguran?" tanya Mario yang langsung masuk menghampiri mereka yang berdebat. "Mario! Ngapain lo main masuk aja ada pintu ke tutup kan ketok dulu kek." "Bener, Bhiya keguguran?" tanya Mario dengan pandangan ke Mamanya. "Iya soalnya kata Dokter kecapekan. Kemarin Bhiya nginep sini pas kamu enggak ada." "Oh pantes, Mama telepon Mario segala sensi lagi ada masalah ternyata." "Kenapa lo senyum-senyum. Seneng kan ko lihat gue kayak gini." "Enggak usah geer. Gue malah seneng untung aja gue enggak jadi nikah sama Bhiya. Emang sih dia susah dibilangin tapi selama ama gue dia bisa kok dibilangin jangan-jangan kalian nikah itu karena Bhiya bales dendam gue tinggal." Mario mengucapkan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Padahal, laki-laki itu yang menikah dengan Veni untuk balas dendam dan membuat Bhiya kembali dengan dirinya. "Jaga ya ucapan lo, Mar! Lo cuma iri kan karena yang dapetin Bhiya akhirnya gue. Makanya jadi orang yang pinter kayak gue jadi enggak perlu di kirim ke luar negri. Dan cewe lo malah jadi punya gue!" Mario mengepalkan tangannya maju ingin meninju Marvel tapi Dian segera maju menghalangi mereka. "Udah-udah Mario. Kamu enggak usah campur masalah sama Kakak kamu. Mending kamu juga fokus aja bikin anak kita harus punya keturunan laki-laki kalian mau bikin Papa kalian kecewa anak-anak ya enggak ada yang bisa kasih kalian cucu." "Denger, Mar! Lo enggak usah belagu dulu. Kita lihat anak siapa yang bakal dapet perusahaan!" Mario tersenyum meremehkan, "Emang lo kira gue takut?" tanya Mario meremehkannya. "Udah-udah enggak usah ribut. Mending kalian urusin istri kalian masing-masing supaya bisa dapet cowo! Bukan malah ribut. Mama udah pusing. Mau ke luar. Kalian enggak usah ribut lagi!" Dian pun ke luar meninggalkan kedua anaknya itu. Dia pusing karena cucu dari anak pertamanya itu malah keguguran. Mario menyunggingkan senyumnya, "Bhiya keguguran karena enggak bahagia Kali sama lo hahaha!!!!" Mario lantas ke luar dari kamar meninggalkan Marvel sendirian. "Mariooooo!!!!" teriak Marvel tapi hanya tawaan Mario saja lah yang dia sautkan. -Flashback off- "Mario!!!!! Aku ngomong sama kamu!!!!" teriak Veni lagi. Mario ternyata dari tadi bangong padahal dia sedang menyetir. Entah kenapa dia melihat keadaan di jalan depannya tapi pikirannya mengawang ke masalah tadi. *Jadi gini kalian pernah enggak sih kalian itu nyetir, nah serius sama jalanan tapi pikiran kalian itu ke mana-mana. Tapi tetep fokus sama nyetir. Soalnya aku pernah kayak gitu. Pikiran aku mikirin masalah bener-bener ke masalah tapi mata aku tu masih bisa fokus nyetir. Nah kondisi Mario itu kayak gitu sesuai yang pernah aku alamin. Tapi untungnya ya enggak papa selamet. Cuma pas udah sampe rumah baru mikir kek gini, "Gila tadi gw nyetir pikiran ke sini tapi enggak papa. Masih untung dikasih keselamatan coba enggak. Pasti udah wassalam ;'). Ini enggak baik ya ditiru just pengalamanku aja. Oke back to story* "Eh kenapa?" Mario langsung menengok ke arah Veni sebentar dan mengalihkan pandangannya ke jalan lagi. "Mario astaga kamu dari tadi bengong?!" oceh Veni. "Maap-maap, Ven tadi aku beneran ga fokus." "Ahhhh, Mario kamu gila!" ucap Veni lalu mementung kepala Mario dengan tongkat yang ada di bawah kakinya. Entah tongkat dari mana itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD