Bab 38

1158 Words
Niken mulai membuka kedua matanya perlahan, berusaha mengumpulkan ingatan demi ingatan sebelum pingsan. Seketika ia langsung bangkit tanpa memperdulikan kondisi tubuhnya. Wanita itu berjalan dengan susah payah menuju ke Emely yang masih pingsan. “Emely...,” panggil Niken sambil menggoyangkan tubuh gadis itu. Emely mengerutkan dahi karena pusing yang melanda. “Em..., kita harus mencari Emma.” Saat mendengar nama ‘Emma’, gadis itu langsung bangun. “Ayo cepat... jangan menunda waktu.” Sayang, kondisi tubuh Emely tidak begitu fit karena mnghidup obat bius terlalu banyak. Kakinya mendadak lemah, lalu dengan sigap Niken membantunya. “Biar aku yang mencarinya,” kata Niken sambil menuntun gadis itu menuju ke ranjang. “Katakan kepadaku yang sejujurnya, kenapa ada penculik setelah kita mengenal Zack?” Emely curiga dengan semua hal yang terjadi pada mereka. “Tenangkan dirimu. Zack tak ada hubungannya sama sekali. Zack adalah orang Justin dan Steve. Perusahaan kita menandatangani kontrak seminggu lalu dengan Wilson Company. Dan mereka adalah pemimpinnya” Niken menyentuh tangan Emely. “Percaya padaku, Emma pasti baik-baik saja.” “Bantu aku masuk ke dalam mobil. Aku harus ikut mencari Emma,” pinta Emely sambil menangis. Saat ini keluarga satu-satunya yang dimiliki adalah Emma seorang. Jika dia meninggalkan dirinya, apalah arti hidup ini? Gadis itu tak bisa membayangkan sama sekali, baik sekarang atau masa depan. “Baiklah,” putus Niken sambil mengangguk. Di waktu yang sama, pertarungan sengit masih terjadi dekat Menara Eiffel. Kondisi sekitar sudah tidak bisa dijelaskan lagi, rusak parah dan juga tak berbetuk. Beberapa puing-puing bangunan berserakan dimana-mana. Semua orang yang tinggal disekitar hotel langsung pergi untuk mengungsi karena getaran-gataran terjadi di dalam tanah. Sementara orang yang terlibat pertempuran terengah-engah, kehabisan tenaga. Hanya Zack yang tersisa sedang mantau keadaan. Ketika mengawasinya, pria itu melihat Maxel sedang membuat tombak air yang membeku di arahkan ke tempat Emma berada. “Zack! Jangan percaya dengan isi kubus tanah itu?” Hans tahu kalau Emma tidak berada di sana. Lion yang tersenyum semirik langsung membuka penjara yang dibuat. Ada bocah melayang di udara dengan tidak sadarkan diri. Zack pun mengangkat tangan kananya agar pertarungan dihentikan. Sementara Hans tidak menyangka kalau Emma benar-benar ada di dalam kotak itu. “Apa yang kau inginkan?” tanya Zack dengan santai, menatap Martin. “Keluarkan bola kehidupan elemen api, berikan kepadaku,” jawab Martin menatap Emma yang sedang turun. Beberapa tombak es mengelilingi dirinya. “Kau!” tunjuk Steve tidak menyangka kalau tujuan mereka adalah bola tersebut. “Jangan memberikan apa yang dia minta.” “Benar..., kita bisa mencari cara lain untuk mendapatkan bola selanjutnya.” Steve ikut menambah agar Zack tidak setuju dengan persyaratan dari Matin. Ah, Zack dilema karena sejujurnya kebingunan terlintas dalam pikiran, bahkan tubuh sekalipun. Disini, Hans yang tidak setuju dengan pendapat mereka berdua. “Jangan lakukan itu? Emma hanya manusia biasa, Zack! Hidupnya masih panjang.” Hans meneteskan air mata tanpa disadari olehnya. Bocah cilik seperti Emma tak pantas di korbankan. Zack menundukkan kepalanya dalam-dalam, mengingat kenangan mereka berdua. Meskipun jarang komunikasi, pria itu tahu betul bahwa Emma memiliki kekuatan ingin hidup. Dan entah kenapa, dirinya begitu luluh jika berhubungan dengan bocah gadis itu. Benar saja, karena Zack tanpa sadar memiliki rasa kasih sayang, akhirnya letak bola kehidupan elemen tanah terlihat. Kalung milik Jusstin bersinar terang, menunjukkan lokasi dari bola itu. “Justin,” panggil Steve dengan lirih. “Kalungmu bersinar.” Justin langsung menatap ke kalung yang dipakai, tak menyangka dalam situasi yang tidak menguntungkan keberadaan batu kehidupan elemen tanah telah bereaksi. “Kita harus pergi dari sini,” kata Justin dengan wajah cemas. “Tapi, Zack tak mungkin meninggalkan Emma. Lihat..., dia sedang frustasi. Apa yang harus kita lakukan?” Steve sendiri juga dilema. Tanpa pikir panjang, Justin pun mendekati Zack. “Zack..., kalungku bersinar.” “Lalu..., haruskah aku mengikuti perintahmu.” Mata Zack terlihat sayu, tengah putus asa. Kalung terus bersinar. “Kendalikan dirimu, Zack. Kita harus pergi.” Justin menyentuh kedua bahu Zack cukup erat. “Kalian sedang berdiskusi. Semakin waktu terbuang, gadis itu akan mati.” Martin mengkode Maxel untuk melancarkan aksinya. Tombak es itu mulai menyentuh kulit Emma. “Tidak...! Aku setuju! Aku setuju memberikan bola itu kepadamu. Asalkan, Emma selamat!” jawab Zack dengan sayu. “Kau bodoh!” geram Justin tertahan, hendak menyerang Zack tapi ditahan oleh Steven. “Kau sendiri harus mengendalikan emosimu. Saat ini nyawa Emma begitu penting.” “Percaya padaku. Mereka menjebak kita!” Justin berteriak, menatap Martin dengan wajah penuh amarah. “Kau.. sangat licik. Kau menggunakan bocah manusia yang tak berdosa.” Tawa Martin pecah, “Itu namanya taktik. Dan kau kalah Raja Adeus.” Lalu, Zack tak mau menunda waktu, langsung mengeluarkan bola kehidupan elemen api yang ada ditubuhnya. Rasa sakit yang diderita, tidak sebanding dengan kehidupan bahagia Emma. Ketika bola itu keluar, Emely pun sudah tiba di lokasi. “Bodoh! Dia bukan Emma!” sentak Emely cukup keras. Bola itu langsung melayang ke udara, Maxel, Lion, dan Will berusaha mengambilnya, tapi karena kekuatannya terlalu besar mereka pun tak mampu. “Aku sudah bilang kalau dia licik.” Justin menyugar rambutnya ke belakang. “Tapi, bukan berarti kami tidak licik.” Zack yang mendnegar bahwa Emma bukanlah Emma sangat terkejut. Apakah dia terlalu naif? Entahlah, karena dia terlalu bodoh percaya dengan musuh. Martin pun tersenyum kesenangan, langsung menendang perut pria itu hingga terpental jauh dua meter. “Sialan! Kau memanfaatkan keadaan!” Justin sudah tidak tahan lagi. Langsung saja ia mengeluarkan air, mengguyur Emma begitu saja. Ternyata benar, dia hanya sebuah boneka liat yang dibuat oleh Lion. Sedari awal Justin sudah curiga, tapi ia belum punya kesempatan untuk membongkarnya. “Zack... buka matamu dengan lebar. Apakah itu Emma atau bukan?” teriak Ssteve. Perlahan tapi pasti, Zack membuka kedua matanya. Pria itu ingin menertawakan dirinya ynag bodoh. Karena terlalu percaya dengan musuh. “Dia bukan Emma! Jadi, Emma masih ditempat itu!” Hans bergegas mencari keberadan Emma, di ikuti oleh Emely dan Niken. “Para orang lemah itu tak akan bisa mencari keberadaannya.” Martin menatap ketiga anak buah yang masih berusaha keras. Namun ada kejanggalan, kenapa dua raja itu hanya diam sambil menonton saja? “Ini kesempatanku menyerang mereka yang lengah.” Martin menghentakkan kakinya ke tanah cukup kuat, sehingga bagian bawah kaki Justin dan Steve berlubang. Setelah keduanya masuk, lubang ditutup dengan rapat. “Akhirnya hanya kita berdua, Zack,” kata Martin dengan santai. “Dalam hidupku, aku tak pernah emmbunuh manusia lemah. Tapi kau terlalu berbahaya.” Pria itu datang mendekati Zack, lalu memegang dagunya dengan kasar. “Dimana kekuatanmu itu? Kau sangat kemah.” Benar, Zack sangat lemah karena bola itu keluar dari tubuhnya. Karena benda itu sudah menyatu, maka sebagian dari tenaga terkumpul di bola itu. “Aku rasa..., kau.” Belum sempat menyelesaikan perkataannya, bunyi ledakan dari atas langit dan bawah bumi terjadi. Ketika orang yang berusaha mengendalikan bola kehidupan elemen api terluka parah. Sedangkan ledakan bagian bawah bumi itu terjadi karena Justin dan Steve yang berusaha keluar dari jebakan Martin. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD