Chapter 11 - Ikatan Ayah dan Anak

1003 Words
Chapter 11 - Ikatan Ayah dan Anak Pemograman yang diajarkan Lucas pada Lucas kecil menarik perhatian bocah kecil itu. Matanya berbinar terang saat Lucas mengajarinya cara membuat program aplikasi. Ia terlihat sangat antusias dan bersemangat saat Lucas mengajarinya satu per satu soal pemograman. “Wow, ini keren!” Ia seperti menemukan harta karun yang berharga. “Apa kau menyukainya?” Antusiasme bocah itu membuatnya semangatnya menggelora. “Tentu saja, Bro. Ini seperti harta karun bagiku. Tunggu sebentar aku mau menunjukkan sesuatu.” Lucas kecil mulai memainkan keyboard mengetikkan beberapa angka kode rahasia. Ia terlihat fokus pada kode angka yang tertera di layar komputer. Ia begitu lihai mengetikkan koda angka. Lucas menatapnya takjub. Beberapa menit berlalu, bocah itu begitu larut dengan program yang ada di hadapannya. Program yang belum sempurna. Klik! Lucas kecil menelan tombol enter dengan penuh percaya diri. “Sekarang lihatlah!” Lucas menatapnya, nyaris tak percaya. Bocah itu memecahkan misteri perkodean yang tak bisa dipecahkan oleh para ahli program yang bekerja dengannya. Mata Lucas berbinar seterang bintang di ufuk langit malam. “Bagaimana kau melakukan itu?” “Aku menemukan beberapa kesalahan kecil dalam pengkodean. Saat aku coba mencocokkan dengan kode yang tepat, hasilnya jadi seperti ini.” “Astaga, aku seperti menemukan permata program untuk masa depan,” puji Lucas, menatap bocah itu, takjub. “Lain kali, ajarkan aku kode-kode lainnya. Nanti aku ajarkan kau ilmu sihir,” bisik Lucas sambil melirik takut ke sekeliling. Tak ingin ada orang lain mendengar perbincangan rahasia mereka. “Apa itu?” Lucas dewasa bertanya penuh rasa ingin tahu. Bocah ini begitu terikat erat dengannya. Entah mengapa Lucas merasakan ikatan itu terjalin begitu saja, sulit untuk ia jelaskan. “Pokoknya janji ya? Lain waktu jika kau mengundangku datang lagi, aku akan mengajarimu ilmu sihirku.” Lucas berkata lagi. Lucas dewaa tersenyum lembut sambil mengacungkan jarinya, mengikay janji. “Perusahaanku akan terbuka lebar untukmu, Lucas sahabatku.” “Apa itu artinya sekarang aku menjadi rekan bisnis barumu?” Lucas berkata penuh semangat. “Hmm, jika itu yang kau mau. Apapun hubungan kita, pokoknya kau adalah rekanku. Alexander Lucas!” “Hei, kau bahkan tahu namaku!” Lucas terkejut mendengarnya. Lucas dewasa tertawa lebar melihat keterkejutan bocah kecil nan menggemaskan itu. “Tentu saja aku tahu, sebagai rekan kerja bukankah sewajarnya kita saling mengenal?” Lucas memperlakukan Lucas kecil bukan seperti anak bocah pada umumnya. Bocah ini sangat berbeda, karena itulah, entah mengapa Lucas sangat memahami karakternya. “Namaku Damian Lucas Carter.” Inilah pertama kalinya ia memperkenalkan identitas asli yang selama ini ia sembunyikan. Orang-orang di perusahaan ini hanya mengenalnya sebagai Damian Carter, menanggalkan nama tengahnya yang menyimpan beribu kenangan yang ingin dia lupakan, tapi entah mengapa terus menghantui dirinya. Hanya Darren dan keluarganya yang tetap memanggilnya Lucas. Sedangkan para karyawan, serta para investor dan orang lain mengenalnya sebagai Tuan Damian. “Halo, Damian Lucas Carter. Namaku Alexander Lucas. Usiaku tahun ini lima tahun, tapi tenang saja. Awal tahun depan, aku akan berusia enam tahun.” Lucas tersenyum mendengarnya memperkenalkan diri dengan bangga. “Salam kenal!” Itulah ikatan pertama yang mereka jalin, tanpa menyadari bahwa ada ikatan yang lebih kuat di antara mereka. Ikatan darah antara ayah dan anak yang tak terbantahkan. Sayangnya baik Lucas dewasa maupun Lucas kecil, sama-sama tak mengetahui ikatan mereka lebih kuat dari apapun. *** Nathan memandangi Lucas dan lelaki itu dari tempatnya duduk. Bersama para orang tua lainnya ia terpaksa hanya bisa memantau kegiatan anak-anak mereka dari luar ruangan. Ia merasa cemburu akan kedekatab Lucas dengan lelaki yang menjadi musuhnya. Damian, sejak awal Rose memperkenalkannya pada keluarganya, Nathan tahu betapa buruknya sifat serta karakter lelaki itu. Sekarang terbukti, Damian memang lelaki yang arogan dan dingin. Aneh sekali, jika Rose menerima lelaki itu sebagai tunangannya. “Halo, Nath?” Suara Lily dari seberang telepon menenangkan kegelisahannya. “Halo, Lily. Bagaimana kondisimu? Apa semuanya baik-baik saja?” “Syukurlah mobilku kembali menyala dan siap digunakan. Apa aku perlu menjemputmu?” Awalnya Lily ragu, takut jika ia tanpa sengaja bertemu dengan bosnya sekaligus pria masa lalunya itu. “Tidak perlu. Kau pulanglah ke rumah. Aku akan mengantar Lucas pulang.” Lily menghela napas lega. Sejujurnya memang itu yang ingin lakukan. Bersembunyi di rumah, tapi ia merasa tak enak hati jika Nathan harus mengambil alih tugasnya mengurus putranya. Ia sudah cukup banyak berutang budi pada lelaki itu. Karena itulah, Lily berusaha semaksimal mungkin agar tidak merepotkan Nathan terus menerus. “Sebentar lagi kami akan selesai. Kau tunggu saja di rumah.” “Baiklah, Nath. Terimakasih atas bantuanmu sekali lagi.” “Tidak perlu sungkan, Ly. Bukankah sudah ratusan kali aku katakan, kapan pun kau butuh bantuan, katakan saja. Aku pasti akan membantumu.” Mendengarnya, membuat Lily semakin sungkan. “Terimakasih, Nath.” *** Damian mendampingi Lucas menghampiri papanya. Lucas terlihat sangat ceria dan bahagia saat menggandeng tangan Damian. Nathan memandangnya dengan rasa cemburu. “Apa kau sudah selesai?” tanya Nathan pada bocah itu. Lucas mengangguk. Lalu melambaikan tangan dengan sopan ke arah Damian. Damian membalas lambaian tangannya. “Bye, Brother! Sampai ketemu lagi!” Lucas sangat antusias. Seolah-olah, akan ada pertemuan berikutnya di masa depan. Pertemuan yang mengeratkan ikatan mereka lebih jauh lagi. Damian ikut tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah semua anak yang perlahan mulai pergi meninggalkan ruang pertemuan. “Kau terlihat menikmatinya?” komen Darren. “Seperti yang kau lihat, ada sesuatu dari bocah itu yang menarik perhatianku. Ikatan kami berdua ... sulit aku jelaskan.” Lucas sendiri tak yakin perasaan yang dirasakannya terhadap Lucas kecil. Ia merasa ada sesuatu di antara mereka berdua. Entah apa itu? Lucas sendiri tak tahu jawabannya. “Lalu apa kau mendapatkan sampel rambutnya?” Rencana mereka berubah. Semula mereka yang ingin tahu siap Lily dan au yang sebenarnya, mendadak mengubah rencana mereka saat Lucas datang bersama lelaki yang dipanggilnya ‘Papa’. Lucas membuka genggam tangannya. Terdapat sehelai rambut milik Lucas kecil yang ingin ia periksa lebih lanjut. Rasa penasaran, menuntutnya untuk tahu siapa ayah dari bocah itu. “Bawa sampel rambut ini ke rumah sakit Edyson sekarang!” Lucas tak sabar menunggu hasilnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD