Chapter 12 - Tes DNA

1129 Words
Chapter 12 - Tes DNA Darren membawa beberapa helai rambut Lucas yang didapatnya kemarin. Dia segera membawa ke laboratorium terkait sesuai perintah Lucas. “Berapa lama hasilnya akan keluar?” tanya Darren pada petugas jaga. “Paling cepat hasilnya akan muncul dalam tiga hari.” “Kuberi kau bayaran tiga kali lipat, tapi biarkan hasilnya keluar besok. Kau mengerti?” Mudah baginya menyuap para pegawai rumah sakit. Tinggal memberi mereka uang, maka mereka akan melakukan apa yang diperintahkan tanpa banyak kata. “Bagaimana?” Petugas laboratorium itu menganggukkan kepala, menyanggupi. Uang yang ditawarkan Darren cukup fantasis untuk petugas bergaji rendah seperti dirinya. Tentu saja dia akan tergoda. Sulit baginya melepaskan tawaran menggiurkan tersebut. “Hasilnya akan keluar besok!” Darren muncul tiba-tiba di ruang kantornya. Membawa berita yang amat Lucas nantikan. Lucas tak sabar menunggu. *** Di sisi lain, Nathan membawa Lucas pulang. Segera setelah Lucas dan teman-temannya diizinkan pulang. Nathan segera membawa bocah itu pergi tanpa mengucapkan terimakasih sedikit pun atas undangan mereka. “Apa yang terjadi?” tanya Nathan curiga karena potongan rambut Lucas sedikit pendek dari potongan rambut lainnya. “Salah seorang temanku tidak sengaja menempelkan permen karet di rambutku. Aku terpaksa mengguntingnya.” Nathan menjawab jujur. Ia hanya acuh tak acuh dengan penampilan barunya yang sedikit aneh. “Apa aku terlihat aneh?” tanya Lucas mulai merasa tak percaya diri. “Tidak!” sergah Daniel cepat sebelum Lucas merasa insecure dengan penampilannya. “Hanya saja, mamamu pasti akan menanyakan penyebab rambutmu terpotong. Jadi minimal aku tahu apa yang terjadi padamu.” “Oh, begitu.” Lucas merasa sedikit lega. “Apa kau sendiri yang melakukannya?” “Tidak! Tuan Damian dan beberapa guru menolongku.” “Lalu di mana potongan rambutmu?” “Tentu saja aku buang ke tong sampah, Pa. Untuk apa aku menyimpannya,” celetuk Lucas sambil terkekeh. “Kau benar sekali.” Nathan tidak menyalahkan bocah itu atas keteledorannya. Tapi dia curiga aksi tersebut sengaja dilakukan Damian, entah apa alasannya. Sebeluk menginjak gas, Nathan mengacak rambut Lucas sambil tersenyum penuh cinta. Lucas melemparkan senyum menggemaskan ke arahnya. Saat itulah Nathan bersumpah, ingin memiliki Lucas dan Lily untuknya. *** Setelah mengantarkan Lucas pulang, Nathan bergegas pergi. Kepergian yang mendadak membuat Lily merasa bersalah. Lily berlari mengejarnya hingga ke pekarangan rumah, “Apa kau tidak ingin mampir? Aku sudah memasakkan sup ayam kesukaanmu,” Lily mengundangnya makan bersamanya. “Maaf, Lily. Ada hal yang harus aku lakukan. Jika sempat, aku akan mampir. Bye.” “Maaf, merepotkanmu, Nath!” teriak Lily yang langsung direspon dengan lambaian tangan. *** Satu-satunya rumah sakit terkemuka yang bisa melakukan tes DNA di kota ini hanyalah Rumah Sakit Edyson. Rumah sakit pemilik konglomerat keluarga kaya raya yang nyentrik dan menarik. Nathan terpaksa mencari data pemeriksaan DNA di rumah sakit besar tersebut. Berkat bantuan teman-temannya, ia berhasil menemukan bahwa Damian melakukan uji coba DNA. Tepat seperti dugaannya. Ada sesuatu yang direncanakan lelaki itu. Tentu saja Nathan tertarik dengan hasil tes DNA. Karena ia sendiri penasaran siapa ayah kandung dari Lucas. Selama ini Lily selalu menyembunyikan sosoknya. Sudah nyaris enam tahun berlalu, sosok ayah kandung Lucas masih menjadi misteri. “Seseorang bernama Damian melakukan tes DNA dan hasilnya akan keluar besok.” Tidak sulit bagi Nathan mendapat informasi penting dari salah satu anak buahnya yang berada di rumah sakit ini. Dia bekerja sebagai agen intelejen negara. Tidak ada satupun yang tahu pekerjaannya, termasuk keluarganya. Begitu pula dengan Lily yang tidak mengetahui secara detail soal pekerjaannya. Untungnya Lily bukan tipe wanita yang begitu penasaran akan dirinya. Sehingga dia tidak mendapat banyak pertanyaan soal dari mana Nathan menghasilkan uang. Sedangkan dirinya selalu sedia kapan pun di mana pun. “Tolong beritahu aku hasilnya sebelum diserahkan pada lelaki itu,” ujar Nathan pada lelaki yang bekerja untuknya. “Baik, Kapten.” Ia menyanggupi perintah tersebut tanpa banyak kata. Nathan hanya bisa menunggu hasil yang keluar besok. *** Lucas menatap takjub program yang disempurnakan Lucas kecil tadi siang. “Ada apa?” Melihat bosnya tersenyum sendiri, membuat Darren bertanya-tanya. “Kau lihat ini, Darren?” “Apa?” Darren beranjak dari sofa dan menghampiri Lucas. Tatapannya terfokus pada layar yang menampilkan program terbaru mereka. “Apa akhirnya kau menyelesaikan kode rumit itu?” Lucas menghentakkan tangannya ke atas meja, terlihat sangat antusias. “Kau tahu siapa yang berhasil memecahkan kode tersebut dan menyempurnakan program baru kita ini?” “Siapa? Robert?” Darren menebak pasti lelaki ahli program yang sangat disukai Lucas itu yang memecahkannya. Lucas menggeleng, dia tersenyum misterius. “Kalau bukan dia lalu siapa?” “Kau pasti takkan mempercayainya,” tebak Lucas, penuh misteri. “Siapa?” “Lucas kecil. Dia yang memecahkan kode itu kemarin.” “Apa kau yakin?” Rasanya sulit untuk Darren memercayai ucapan bosnya itu. “Iya. Dia tidak hanya mengejutkan kita dengan kemampuannya melacak lokasi ibunya. Tapi dia juga berhasil menyempurnakan program baru dia yang sempat tersendat berbulan-bulan karena kita tidak menemukan kesalahan di kode yang kita susun.” Darren masih terperangah mendengarnya. “Kita menemukan Albert Einsten versi upgrade.” Lucas sangat antusias dengan bocah yang bernama persis dengannya. “Bukankah dia terlalu jenius jika bisa memecahkan kode yang bahkan kita sendiri sulit memecahkannya.” “Mendengar dia bicara layaknya orang dewasa saja sudah membuat kita merasa janggal. Karena usianya baru lima tahun.” “Hm, kau benar Luc. Sepertinya anak itu memang istimewa. Dia mewarisi gen dirimu.” “Apa kau yakin di putraku?” tanya Lucas semakin bersemangat. “Melihat kemampuannya yang mirip dirimu. Susah kupastikan dia adalah putramu.” Darren berkata penuh keyakinan. Sudah tak bisa diragukan lagi kalau Lucas mungkin adalah putra kandung Lucas dari hubungan panasnya bersama seorang gadis anonim beraroma lili. *** Dering ponselnya membangunkan tidurnya yang lelap. Nathan meraba-raba atas meja, mencari letak alat komunikasi itu berada. Matanya masih terpejam, tapi tangannya secara aktif terus bergerak menyusuri semua benda yang tergeletak di atasnya. Ponselnya berdering lagi, kali ini terdengar panjang dan memekakkan telinga. Nathan terbangun mendengar alarm yang dia set semalam agar ia terbangun tepat waktu. Jarum jam menunjukkan pukul lima pagi. Sebelum pukul tujuh ia harus tiba di rumah sakit dan mengetahui hasil tes DNA tersebut. Ia sengaja menyewa hotel yang berjarak hanya beberapa puluh meter saja. Sehingga dalam sekejap, dia sudah tiba di area rumah sakit. Menunggu petugas laboratorium memberikan hasil tersebut padanya. Butuh waktu kurang dari sepuluh menit ia bertemu anak buahnya yang melangkah cepat menuju ke arahnya. Sambil membawa amplop coklat besar di tangannya. “Ini hasilnya,” ucap petugas itu sambil berlalu pergi. Transaksi mereka cukup singkat dan sengaja meminimalisir kecurigaan staf lainnya. Mereka juga sengaja bertemu di area yang tidak terpantai CCTV. Sehingga mereka leluasa menjalankan transaksi ilegal mereka. Dengan antusias, Nathan segera membuka amplop tersebut. Ia menarik kertas dan membacanya. Wajahnya seketika memucat, tangannya pun bergetar. Dan hasilnya adalah ... ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD