Apa ini? perasaan aneh apa yang sedang aku rasakan ini? aku tidak bisa bergerak ataupun bernafas dengan normal. Pikiranku kosong, Pria tampan ini sedang menciumku. Inikah yang di namakan ciuman. Beginikah rasanya? Rasanya lembut, manis dan hangat.
Jantung Jelita mulai berderu seiring dengan gerakan lembut Abizar di bibirnya. Perasaannya bercampur aduk antara takut, asing, khawatir dan tegang. Ia takut, tentu saja, apa yang Abizar lakukan terhadapnya adalah kali pertama Jelita rasakan. Rasa asing yang menyelimuti perasaannya membuatnya tegang dan khawatir. Tapi terlepas dari itu semua, ada perasaan yang yang entah di sudut hati bagian mana, ia merasa tenang dan hangat.
Awalnya Jelita hanya terdiam dengan mata yang membulat terkejut, akan tetapi apa yang Abizar lakukan padanya, kelembutan dan sentuhannya membuat gadis itu larut. Matanya terpejam menikmati setiap gerakan Abizar.
Sedangkan Abizar, berusaha sekuat tenaga untuk tidak lepas kendali. Gairahnya benar-benar sangat menyiksanya sekarang. Andai tubuh yang sedang ia sentuh sekarang adalah Jovanka, maka ia tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya dengan garang.
Tetapi ia tidak akan melakukan itu pada tubuh polos yang masih perlu belajar banyak ini. Yang ia harus lakukan adalah bukan hanya melampiaskan hasratnya semata, tetapi juga memberikan rasa nyaman kepada Jelita. Dan ini sangat menyiksanya.
Dengan tubuh bergetar ia melepaskan ciumannya saat merasa Jelita sudah kehabisan nafas. Deru nafas mereka memenuhi ruangan. Panas terasa di tubuh masing-masing, Jelita menatap wajah tampan Abizar yang memerah. Mata coklat tajam itu kini tertuju padanya sekarang dan hanya untuknya.
Apakah sekarang ia boleh memuji? Apakah boleh ia merasakan perasaan lebih dari hanya sekedar sentuhan semata? Apakah boleh ia me…
“Jelita, aku akan membuka pakaianmu sekarang?” suara lirih dan lembut Abizar terdengar menggoda telinga Jelita tetapi sekaligus menyadarkan dirinya jika mereka akan melakukan hal lain.
“Bu..buka baju, Pak?” tanyanya bingung.
“Kau boleh memanggilku dengan nama. Kau istriku, kau bisa berhak memanggil namaku. Sekarang, apakah aku boleh membuka bajumu?”
“I..iya, Pak. Eh, A..Abi.” sahut Jelita terbata.
Dengan jantung bergemuruh. Abizar mulai menarik tali pengikat kimono Jelita dan menurunkannya. Pada saat yang sama, Jelita teringat dengan gaun malam yang di pakainya.
“Ta..tahan dulu Pak! a..apa aku bisa mengganti baju? Pa..pakaianku ini terlalu memalukan jika dilihat,”cegahnya sambil menahan agar kinomonya tidak jatuh kebawah.
Kening Abizar berkerut bingung. “Ganti baju? Kau tidak perlu melakukan itu. Lagipula kita akan melepas baju,” ucap Abizar.
“A..apa? melepas baju. Kenapa bisa seperti itu Pak? ini akan sangat memalukan. Aku tidak mau melepas baju di hadapan Bapak.” Jelita kembali panik, ia menjauhi Abizar tetapi pria itu menahannya.
“Kau tenang dulu, dengarkan aku.” Abizar membingkai wajah istrinya itu dan menatapnya dalam. Abizar bisa melihat riak cemas dan takut terpancar di manik mata bulat Jelita. Dan entah kenapa gairah yang ia rasakan sangat membuncah perlahan berkurang. Ia bisa jadi bisa lebih fokus menatap wajah istrinya ini. Cantik dan sangat sangat polos.
“Dalam berhubungan seks, pasangan memang akan menanggalkan pakaian masing-masing. Kau tidak perlu merasa malu padaku. Karena aku tidak akan merasa segan ataupun malu memperlihatkan seluruh tubuhku padamu.
Jelita, kita sudah menjadi suami istri. Artinya tidak ada lagi batasan di antara kita untuk melakukan apa pun terhadap satu sama lain di atas ranjang. Kita sudah sepakat sebelumnya kan? Kau tidak perlu merasa malu melakukan itu. Setelah melewati ini, tidak akan terjadi apa-apa. Aku bisa menjaga rahasia apa pun menyangkut dirimu. Apa kau bisa memahami itu?” Jelita mengangguk.
“Jadi apakah sekarang kita bisa memulainya lagi?” Jelita kembali mengangguk pelan. Abizar tersenyum.
Ia menyentuh tangan Jelita yang masih erat melindungi tubuhnya dengan perlahan. Saat tangan kecil itu terlepas, kimono yang dipakai jelita melorot kebawah menyisakan pemandangan yang membuat mata Abizar tidak mampu berkedip.
Gairah yang tadinya sudah bisa ia kontrol kini kembali membuncah hanya dengan melihat apa yang Jelita pakai. Jelita dengan refleks menutupi bagian dadanya yang terekspos dibalik gaun terawang yang ia kenakan.
“Jelita, apa kau sendiri yang sengaja memakai gaun ini?” tanya Jelita tanpa sedikitpun berpaling dari tubuh Jelita.
Jelita dengan cepat menggeleng. “Ini dari ibu Jovanka. Dia yang memintaku memakai baju ini untuk memastikan Bapak tidur dengan saya malam ini. Ibu juga mengatakan kalau saya harus berhasil membuat Bapak melakukan itu agar saya cepat hamil.” Jawab Jelita dengan jujur. Sudah terlanjur kepalang tanggung, ia tidak akan menyembunyikan apa pun lagi kepada suaminya itu.
Mendengar hal itu hati Abizar kembali terasa perih, Jovanka benar-benar sangat ingin ia meniduri perempuan lain. Jovanka sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Ia juga telah dengan sengaja mencampur obat perangsang kedalam s**u yang biasa ia minum untuk memastikan keinginannya tercapai.
Hatinya terasa panas, amarahnya untuk Jovanka seketika mencuat. Baik, Jovanka. Ini yang kau mau kan. Aku meniduri wanita lain karena itu yang sangat kau inginkan. Entah hatimu terbuat dari apa tapi aku akan melakukannya. Aku akan membuatmu puas dan tertawa karena aku sudah berhasil memenuhi keinginanmu. Kau benar-benar sangat kejam Jovanka.
Dengan emosi yang berbaur dengan gairah, Abizar merebahkan tubuh Jelita dengan sedikit kasar. Merobek pakaian malam itu hingga terlihat dengan jelas keindahan tubuh Jelita di depan mata. Akan tetapi, karena dipenuhi amarah dan gairah, Abizar tidak sempat menikmati itu semua.
Pikirannya dipenuhi oleh Jovanka yang telah melukai perasaannya. Istri yang ia sangat cinta telah dengan tega melakukan apa pun hanya untuk memenuhi keinginan egoisnya dan sialnya ia sendiri tidak mampu menolak karena cinta yang berlebih untuk Jovanka.
Abizar menindih tubuh Jelita, tidak peduli dengan raut ketakutan istrinya itu. Ia sama sekali tidak mengingat lagi jika gadis polos yang ada di bawah tubuhnya ini perlu untuk di beri rasa aman dan nyaman.
Abizar mulai berbuat semaunya pada tubuh Jelita, tidak menghiraukan jeritan dan tangis gadis polos itu. Setelah berusaha sekuat tenaga menembus tembok kesucian gadis itu, Abizar mulai memacu tubuhnya di atas tubuh tidak berdaya Jelita. Abizar benar-benar fokus pada amarah dan gairahnya sekarang.
Suara isak tangis yang pekikan lirih kesakitan Jelita sama sekali tidak terdengar olehnya. Hanya rasa nikmat bercampur marah yang terasa, hingga tubuhnya ambruk dengan kepuasan yang tiada tara.
Baru setelah beberapa saat, perasaannya sudah tenang, Abizar kemudian menyadari kesalahannya. Tubuh polos jelita yang penuh dengan bekas perbuatannya tergambar jelas di seluruh permukaan kulit gadis malang itu.
Abizar baru menyadari janji yang ia berikan untuk istrinya ini telah ia lupakan karena terbawa emosi dan pengaruh obat. Isakan tangis dan wajah sembab dengan tubuh meringkuk kesakitan menggambarkan jika Jelita terlihat sangat tersiksa dan ketakutan. Abizar benar-benar dalam masalah besar.