Genting
Abizar Bhalendra adalah seorang pria tampan berumur 30 tahun, dia adalah seorang CEO dari sebuah perusahaan terkenal, kehidupannya sangat mapan dan boleh dikatakan tidak kekurangan satu apa pun.
Wajahnya yang tampan dengan postur tubuh atletis sempurna, tentu saja banyak wanita yang ingin menjadi pendamping hidupnya. Sikapnya yang baik dan ramah terhadap siapa pun semakin menambah kesempurnaan pribadinya.
Abizar terlihat mengenakan kemeja putih bersih, diraihnya dasi berwarna biru tua bermotif garis putih kemudian memasangnya. Dia terlihat sangat tampan dengan rambut yang telah tersisir rapi ke belakang, dia memang seorang CEO seutuhnya.
Dia mengenakan jasnya lalu mengancing dengan rapi, sungguh Abizar terlihat sangat tampan sempurna.
Tetapi saat hendak membalikkan tubuhnya, sebuah dekapan lembut dari arah belakang menghentikan gerakannya. Abizar tersenyum.
“Apa sarapanku sudah siap, sayang?” tanya pria itu sambil mengelus lembut lengan halus yang melingkar di pinggangnya.
“Aku kesini untuk memberitahumu kalau hari ini kau sarapan diluar saja. Aku lagi malas masak sayang, capek.” Mendengar itu Abizar berbalik dan menatap wanita cantik bermata coklat terang yang menatapnya dengan mata yang berbinar. Bibir seksi tebalnya tersenyum lembut, menggelitik gairah Abizar untuk mengulumnya dengan kasar.
Wajah bulatnya yang penuh dengan pesona selalu membuat Abizar tidak betah berlama-lama berpisah dengannya walau hanya sehari saja. Bahkan di usia pernikahan mereka yang sudah menginjak 5 tahun lamanya, cinta yang Abizar rasakan untuk istrinya ini selalu bertumbuh dan bertambah seiring waktu.
“Apa ada masalah? Bukannya aku sudah bilang untuk mengurangi aktivitasmu,” ucap Abizar sambil menyentuh hidung kecil mancung istrinya itu.
Sang istri menggeleng, “Itu tidak adil namanya, di saat kau sibuk di kantor dan akan pulang dimalam hari, aku harus menunggumu dengan perasaan cemas setiap hari? Kalau aku tidak mencari kesibukanku di luar, mungkin aku akan gila karena memikirkanmu terus,” protes sang istri dengan manja.
“Tapi tetap saja Jovanka, kau harus memperhatikan kesehatanmu kan? Dokter bilang apa tentang kesibukan di luar, hmm?”
“Iya, aku tahu.”
Abizar menatap lembut mata istrinya, dia tidak pernah selamat jika menatap kedua bola mata indah itu. Dia pasti akan tenggelam ke dalamnya. Abizar kemudian menunduk dan meraup bibir indah itu, menghisapnya dengan penuh perasaan.
Desahan sang istri keluar seketika dan itu semakin membuat Abizar memperdalam kuluman bibirnya. Lengan lembut istrinya sudah melingkar di leher Abizar, memberikan akses kepadanya untuk menyentuh semua area yang Abizar inginkan. Gairah Abizar tidak pernah sedikit pun meredup saat menyentuh tubuh istrinya ini, baginya, Jovanka adalah birahi itu sendiri dan dia adalah budaknya.
“Aku sarapan tubuhmu saja kalau begitu,” lirihnya di sela desahan nafas yang sudah memburu. Tapi dengan cepat istrinya menahan gerakan mulut Abizar yang sudah menyentuh area dadanya.
“Bukannya kau mau ke kantor? Kau bahkan sudah tampan dan rapi begini? Bagaimana bisa kau mau melakukan itu lagi? apa semalam tidak puas?” ucap Jovanka mengingatkan suaminya, dia hanya bisa menggeliat menahan gelitikan bibir Abizar yang basah menyapu permukaan kulit dadanya.
Mendengar hal itu, Abizar menghentikan gerakannya.
Ya, hari ini ia ada meeting penting dengan beberapa klien dan harus tepat waktu. Abizar kembali menatap sang istri dan meraup bibir yang sudah memerah itu sekali lagi sebelum melepas pelukannya dari tubuh Jovanka.
“Sayang sekali,” ucapnya sebelum kembali menghampiri cermin besar yang berada di sudut ruangan di dalam kamarnya. Merapikan pakaiannya yang terlihat sedikit kusut lalu berjalan keluar dari ruangan.
Jovanka mengikuti langkah Abizar sampai ke depan, menyerahkan tas sang suami lalu meraih tangannya menciumnya lembut. Abizar tersenyum, ia meraih kepala Jovanka lalu mengecup lembut kening istrinya itu kemudian masuk ke dalam mobil.
“Hati-hati dan cepat pulang.” Kalimat itu yang selalu mengantar kepergian Abizar setiap kali dia meninggalkan rumah. Tempat yang selalu membuatnya merasa tenteram dan nyaman, tempat di mana di dalamnya ada seorang bidadari yang selalu menunggunya untuk pulang.
Mobil kemudian memasuki pekarangan luas sebuah bangunan besar tinggi yang menjulang, dinding-dinding kaca yang menghiasi di setiap sisi membuat bangunan itu semakin terlihat elegan dan megah.
Mobil kemudian berhenti tepat di depan pintu utama yang memiliki lobi yang sangat luas. Beberapa orang sudah berlalu lalang di sekitar tempat itu.
Abizar keluar dari mobil dan melangkah masuk ke pintu utama.
“Selamat pagi Pak.” Beberapa karyawan yang kebetulan berpapasan dengannya segera menyapa Abizar sambil menunduk hormat kepadanya. Abizar membalasnya dengan senyum ramah.
Jika sebagian CEO atau pemimpin sebuah perusahaan selalu memiliki sifat dingin dan sedikit angkuh, itu tidak berlaku dengar Abizar.
Dia adalah pemimpin yang di kagumi oleh semua karyawan di perusahaannya, selain memiliki paras yang luar biasa tampan, sikapnya juga sangat baik. Abizar sangat ramah dengan semua orang, tidak terkecuali dengan para pelayan dan cleaning servis yang bekerja di kantornya. Semua diperlakukan sama dan adil.
Sikap lembut yang juga di barengi dengan ketegasan, jika terdapat pelanggaran, maka yang bersalah pasti akan mendapat hukuman sesuai dengan perbuatannya. Sehingga tidak heran, semua penghuni dalam perusahaan miliknya sangat mengagumi sosoknya.
Bagi mereka, Abizar adalah dewa kebaikan.
Tidak sedikit karyawan wanita yang tergila-gila dengannya, bahkan ada beberapa yang dengan berani menunjukkan rasa sukanya kepada Abizar, tapi pria itu hanya menolaknya dengan sopan. Itulah sebabnya dia sangat di kagumi sekaligus disegani oleh semuanya.
Abizar memasuki ruangannya dan langsung menuju meja kerja. Terdapat beberapa file yang tersusun rapi dan sebuah laptop di sana. Kopi dan kudapan kecil telah tersedia di meja khusus yang terletak di samping meja kerjanya.
Abizar terlihat menyentuh sebuah frame foto dan menatapnya, dia tersenyum melihat gambar sang istri yang sedang tertawa lepas dan terlihat sangat bahagia. Abizar menyentuh foto istrinya itu lalu memulai pekerjaannya.
Terdengar suara ketukan pintu sebelum seorang pria masuk dengan beberapa map di tangannya.
“Pagi pak, ini dokumen yang sudah di revisi, Anda tinggal memastikannya lagi sebelum di tanda tangani. Oh iya, meeting Anda dengan beberapa klien akan berlangsung 1 jam lagi,” ucap pria itu.
“Iya, letakkan saja berkasnya nanti saya akan cek ulang. Meeting kali ini sangat penting, jadi kita harus memastikan semuanya berjalan dengan lancar. Aku akan mengecek sendiri ruang meeting dulu, jangan sampai ada celah yang akan membuat para investor berubah pikiran,” ucap Gio.
“Baik Pak,” jawab pria itu lalu menunduk hormat sebelum meninggalkan ruangan. Gio mengambil kopi lalu meminumnya. Mengunyah sebuah kudapan untuk mengganjal perutnya yang terasa lapar karena sang istri tidak sempat menyiapkannya sarapan, kemudian melangkah keluar dari ruangannya.
Sementara itu, di sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sebuah proyektor besar dan beberapa kursi dan sebuah meja besar bundar memanjang, beberapa orang terlihat sibuk merapikan tatanan kursi dan meja yang terlihat masih berantakan.
2 pria paruh baya juga terlihat sedang memasang gorden di sepanjang dinding kaca ruangan itu. Juga, 3 orang wanita yang juga sedang sibuk menyusun perlengkapan rapat dan menu santapan selama rapat di adakan.
Ruangan ini dipersiapkan untuk sebuah meeting penting, sehingga persiapan yang dibutuhkan harus maksimal.
Akan tetapi karena beberapa kendala, semua pekerjaan yang seharusnya diselesaikan di hari sebelumnya, baru di lakukan hari ini, itu pun di saat waktu meeting akan diadakan. Sehingga orang-orang yang bertanggung jawab di bagian persiapan terlihat sudah kelabakan.
Pimpinan mereka sudah mewanti-wanti agar semua harus beres sejam sebelum rapat di mulai tapi lihatlah sekarang, mereka masih sibuk dengan masing-masing urusannya di ruangan itu.
“Jelita, bisa kau tolong ambilnya taplak meja biru tua di tempat peralatan? Aku benar-benar lupa membawanya masuk kesini tadi. Waktu makin mepet ini, aduh kalau ketahuan bos kita bisa gawat. Tolong ya cepat,” ucap seorang wanita yang terlihat sedang sibuk menyusun minuman dan kudapan di setiap bagian tempat yang sudah tersedia di atas meja.
“Baik kak,” jawab gadis cantik berambut hitam panjang tergerai sampai ke pinggang. Segera setelah mendengar rekannya meminta tolong, dia melangkah keluar menuju pintu. Dengan terburu-buru gadis itu membuka pintu dan langsung melangkah keluar.
“Brukk..!” langkahnya terhenti saat dia merasa kepalanya terbentur sesuatu. Hampir saja keseimbangan tubuhnya goyah dan terhempas ke lantai, tapi sebuah tangan kekar degan sigap menangkap tubuhnya.
Jelita yakin jika dirinya akan jatuh dan membentur lantai saking kerasnya tubrukan tadi, tapi di saat dia membuka mata bulatnya, dia melihat wajah pria tampan sedang menatapnya tajam. Karena jarak mereka cukup dekat, Jelita bisa merasakan hembusan nafas mint segar pria itu.
“Kau tidak apa-apa?” mata bulat Jelita mengerjap-ngerjap mendengar suara pria itu, dia masih berusaha mencerna situasi yang sedang terjadi. Alangkah terkejutnya dia, sesaat setelah benar-benar menyadari apa yang terjadi dan melihat siapa yang sedang menahan tubuhnya hingga tidak terjatuh.
Dengan cepat Jelita berdiri tegak sehingga pegangan pria itu terlepas dari tubuhnya, dia lalu membungkuk hormat. “Tolong maafkan kecerobohan saya Pak, saya tidak sengaja,” ucap Jelita dengan kepala yang menunduk dalam.