Bab 17. Aktifitas panas

1377 Words
"Kak Alex! Buka pintunya!" Bianca mendorong tubuh Alex yang masih asik dengan bibir Bianca. "Kak Melinda." Bianca pun menatap Alex. "Kak, sebenarnya apa maksud semua ini?" Alex menarik tangan Bianca, lalu membuka pintu dan keluar dari kamar. Nampak Melinda begitu marah melihat Alex merangkul tangan Bianca. Dengan cepat Melinda menepiskan tangan mereka lalu hendak mendorong tubuh Bianca. Namun, sebelum Melinda menyentuh tubuh Bianca, Alex sudah lebih dulu menarik tubuh gadis itu sehingga Melinda lah yang terjatuh. Blugh!! "Kak Melinda!" Alex menarik Bianca yang hendak menolong Melinda. "Dia pantas mendapatkannya, Bi." Bianca menoleh pada Alex dengan masih bingung. Pasalnya, yang Bianca tahu Alex begitu mencintai sang kakak. Namun, sepertinya pemandangan kali ini tidak menunjukkan hal itu. Melinda bangun dengan sedikit meringis. "Ini semua pasti karena kamu, Bianca! Kamu yang sudah menghasut Kak Alex untuk membenciku, bukan?" Bianca menggelengkan kepalanya. "Kamu terus saja menuduhku yang tidak tidak, Kak. Kenapa kamu tidak bertanya pada dirimu sendiri? Aku yakin Tuhan tidak pernah tidur. Lalu kenapa kamu terus menuduhku seperti itu tanpa bukti? Apa kamu tidak takut Tuhan murka padamu, Kak Melinda?" Kali ini Bianca tidak bisa lagi menahan emosinya karena Melinda terus saja menuduhnya. Padahal Bianca sendiri tidak tahu apa alasan Alex berubah sikap. Bahkan Bianca masih tidak percaya jika Alex mengabaikan Melinda dan lebih memilihnya. "Selama ini aku terima semua perlakuanmu padaku, Kak. Tapi sekarang, aku tidak terima karena kamu menuduhku melakukan hal yang tidak pernah aku lakukan!" Alex menoleh pada Bianca dengan senyum tipisnya. Alex begitu senang karena akhirnya Bianca mau melawan Melinda. Sebab, Alex pun merasa geram saat tahu apa yang dilakukan oleh keluarganya pada Bianca termasuk perlakuan buruk dari Melinda pada sang istri. "Apa maksudmu, Bianca? Jadi kamu menuduhku berbohong pada Kak Alex?" Bianca memalingkan wajahnya sedikit berdecak. "Bahkan aku tidak mengatakannya, tapi kamu sudah mengakuinya sendiri, Kak." Melinda begitu geram dan tak terima. "Kurang ngajar kamu, Bianca!" Melinda hendak kembali menyerang Bianca. Beruntung Alex sudah siaga. Sehingga Bianca aman di pelukannya. "Sekali saja kamu berani menyakiti istriku, maka aku akan buat kamu menyesal seumur hidup! Apa kamu mendengarnya, Melinda?" Melinda menggelengkan kepala begitu tak percaya Alex menyentaknya. "Kak Alex, kamu bahkan tega membentakku?" Alex memalingkan wajahnya semakin malas mendengarkan sandiwara Melinda. "Aku bahkan bisa saja membunuhmu sekarang juga jika aku mau, Melinda." Bianca menatap Alex penuh tanda tanya. "Kak Alex." Alex mengecup kening Bianca, jelas membuat Melinda semakin geram. "Bianca, aku memang bodoh. Aku bodoh karena aku pernah menyakitimu. Aku bodoh karena aku pernah tertipu oleh wanita ular itu. Tapi sekarang ... aku tidak akan tertipu lagi, Bi." Bianca masih mencerna ucapan Alex. "Aku masih bingung, Kak." Alex menoleh pada Melinda dengan tetap merangkul tubuh sang istri. "Aku sangat berterima kasih karena kepergianmu hari itu. Sebab, kini hidupku jauh lebih baik dan tentunya aku lebih bahagia dengan pengantin penggantimu." Melinda masih tidak terima. "Tidak Kak Alex. Dia itu jahat, aku korbannya, Kak!" Plak!! Bianca membekap mulutnya melihat Alex menampar Melinda. "Kak Alex." "Bahkan kamu masih saja menganggap ku orang bodoh, Melinda! Kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu di luar negri, hah?" "Kamu pergi ke luar negeri karena kamu selingkuh dengan pria lain hingga hamil. Apa kamu masih mau menyangkalnya lagi, Melinda?" Alex memanggil Robi. "Bawa perempuan ini dari rumahku dan jangan biarkan dia masuk kembali ke rumah ini!" Melinda masih tidak terima. Gadis itu berteriak dan memberontak tidak terima jika Alex lebih memilih Bianca. Bianca sendiri begitu tak tega melihat Melinda diperlakukan begitu kasar oleh anak buah Alex. "Kak, jangan kasar-kasar pada Kak Melinda," ucap Bianca, membuat Alex menoleh padanya. "Aku bahkan beberapa kali menyakitimu karena dia, Bi. Tapi kamu masih mengkhawatirkan keadaannya?" "Walau bagaimanapun dia kakakku, Kak. Dia keluargaku, walau mereka tidak memperlakukanku dengan baik." Alex memeluk Bianca begitu erat. Keputusannya menahan Bianca memang tidak salah. Apalagi setelah Alex menyelidiki apa yang membuat Melinda pergi di hari pernikahan mereka. "Aku pastikan, mulai saat ini mereka tidak akan bisa lagi menyakitimu, Bi." Bianca mendongak menatap wajah tampan Alex. "Tapi, Kak. Bukankah dalam perjanjian itu aku hanya menjadi istrimu selama 100 hari, atau sampai Kak Melinda kembali? Bukankah itu artinya aku melanggar perjanjian itu?" Alex mengusap bibir Bianca. "Apa artinya perjanjian itu jika aku memang ingin memilikimu seutuhnya, Bi?" Merasa mulut Alex begitu manis dengan kata-katanya, tangan Bianca mencoba untuk mengelus pipi pria itu. "Bagaimana jika aku tidak mau?" Alex mendekatkan wajahnya pada wajah Bianca. "Aku akan buat kamu mau." Bianca tertawa kecil. "Mana bisa seperti itu? Bahkan kita tidak saling mencintai, bukan?" Alex menarik pendapatnya dalam, lalu tangannya mengapit wajah Bianca. "Aku tahu ini terlalu dini, Bi. Hubungan kita memang belum genap satu bulan. Tapi apa aku salah jika mengatakan aku sudah mencintaimu?" Deg! Deg! Deg! Jantung Bianca tiba-tiba saja berdetak begitu kencang mendengar ucapan cinta dari Alex. Bagi Bianca moment itu adalah moment langka. Sebab, Bianca tidak pernah berpacaran dan sangat menjaga diri dari pria. "Tidak salah, tapi--" Lagi-lagi Alex malah menyumpal mulut Bianca dengan bibirnya. "Bibirmu terlalu manis, Bi. Dan sepertinya aku tidak bisa tahan jika ingin mengecupnya." Entah Bianca harus senang atau tidak mendengar ucapan penuh gombalan dari Alex. Yang pasti, Alex benar-benar sudah membuat Bianca melayang sampai di awang-awang. Pipinya begitu merah bak kepiting rebus menahan rasa yang tidak pernah dirasakan Bianca sebelumnya. "Jangan gombal terus ah, Kak. Aku malu." Alih-alih mendengarkan ucapan Bianca, Alex malah mendorong tubuh gadis itu ke sisi tembok. Pria itu langsung kembali melakukan aksinya tanpa peduli pada keberadaan mereka saat ini. Alex semakin mendalami kecupannya sehingga udara di sana sedikit panas. Beruntung Mona segera datang memberikan celah agar Bianca bisa terlepas dari kungkungan Alex. "Tu-- eh, maaf maaf, saya kembali." Alex menatap Mona yang berlari ketakutan setelah mengganggu aktifitasnya. "Monaaa, gajimu aku potong 50%!" Mata Bianca terbelalak mendengar teriakkan Alex. Sedangkan Mona terduduk lesu mendengar teriakan sang tuan. Mona merutuki kecerobohannya yang malah sibuk dengan handphonenya saat ber jalan. Sehingga Mona tidak tahu jika di lorong itu ada adegan panas. "Ya Tuhan ... kenapa aku sial sekali?" Mona pun menoleh pada arah lorong tadi. "Nyonya Bianca mau enggak ya bujukkin Tuan Alex agar tidak jadi potong gajiku? Aku kan tidak sengaja tadi." Mona mengusap wajahnya gelisah. Bianca menatap Alex setelah mereka masuk ke kamar. "Jangan di potong, Kak. Kasihan Mona, ya." Alex memalingkan wajahnya tak suka. "Kamu lebih kasihan pada Mona, tapi kamu tidak kasihan padaku, Bi?" Bianca sedikit melongo karena Alex merajuk. "Apa sih, Kak? Bukan begitu maksudku." Alex membalikkan tubuhnya benar-benar merajuk. Bianca sampai menggaruk pipinya tak mengerti bagaimana cara membuat Alex tidak marah lagi. Walau bagaimanapun hubungan mereka masih tahap perkenalan dan hampir saja terpisah lagi ulah manusia ular seperti Melinda. "Okey, apa yang bisa aku lakukan agar Kak Alex tidak sampai memotong gaji Mona? Walau bagaimanapun Mona adalah asistenku, bukan? Aku begitu nyaman dengannya, Kak. Tentunya aku takut jadinya dia tidak betah karena hal ini. Susah lagi nanti nyari yang cocok dengan kita." Bianca menarik napasnya karena Alex masih belum membalikan tubuhnya. "Aku tahu Mona memang salah dan seharusnya tidak mengganggu kita tadi. Tapi bukankah kita juga salah? Seharusnya kita tidak melakukan hal itu di luar kamar, bukan?" Alex mulai luluh, dan membalikkan tubuhnya menatap Bianca. "Jadi menurutmu kita memang salah?" Bianca mengangguk. "Ya, karena tempat itu dilalui banyak orang. Berbeda dengan kamar yang pastinya hanya ada kita." Alex tersenyum tipis pada akhirnya, lalu memeluk Bianca. "Aku mengerti. Aku minta maaf karena aku sudah bersikap seperti anak kecil." Bianca menghembuskan napas lega karena Alex tidak lagi merajuk. "Syukurlah dia tidak merajuk lagi," batin Bianca yang langsung terkejut karena Alex mendorong tubuhnya ke kasur big size mereka. "Kak Alex mau apa?" Alex menyeringai penuh arti, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Bianca sehingga gadis itu menelan salivanya. "Mau lanjutin yang tadi. Di sini tempatnya aman, kan?" Jantung Bianca kembali berdetak kencang melihat seringai aneh dari Alex. "Oh my God, perasaan apa ini? Aku tidak suka dengan perasaan ini," teriak Bianca dalam hatinya saat Alex mulai menempelkan bibirnya kembali. Tok! Tok! Tok! Alex kembali menghentikan aktivitasnya lalu menoleh pada arah pintu dengan memejamkan matanya menahan amarah. "Siapa pun yang mengetuk pintunya, aku pastikan kalian mati saat ini juga!" "Ini Oma, Alex." Mata Alex terbelalak. "Apa? Oma?" Dengan cepat Alex pun bangun sambil merutuki kecerobohannya. Bianca sendiri menahan tawanya melihat reaksi Alex saat tahu jika yang mengetuk pintu adalah sang oma. Ingin sekali Bianca tertawa sampai terpingkal jika saja tidak takut Alex kembali marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD